kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak cashless


Senin, 11 Februari 2019 / 16:23 WIB
Dampak cashless


Reporter: Cipta Wahyana | Editor: Tri Adi

Era masyarakat tanpa dompet (wallet-free) sudah di depan mata. Kesepakatan bank-bank BUMN dan Telkomsel untuk menyatukan sistem dompet dan pembayaran bergerak (mobile wallet dan mobile payment) berbasis server ke satu brand LinkAja, memberi dorongan luar biasa bagi penggunaan transaksi model baru ini.

Total nasabah keempat institusi itu jelas mencapai ratusan juta. Sementara, pengguna produk uang elektronik mereka sudah mencapai puluhan juta. Ditambah dengan nasabah dua pemimpin pasar, GoPay dan Ovo, yang juga sudah mencapai puluhan juta, potensi jumlah pengguna mobile payment sungguh sangat besar. Apalagi jika kita tambahkan nasabah Bank Central Asia (BCA) dan beberapa bank swasta lain yang juga tengah menyiapkan produk mobile payment mereka.

Begitu Bank Indonesia merampungkan proses strandardisasi QR Code dan menerbitkan izin mobile payment untuk institusi-insitusi di atas, bisa diramalkan, penggunaan mobile payment akan meningkat pesat. Dan, kita akan memasuki era cashless, cardless, dan wallet-free society. Tren ini sudah menjadi kenyataan di China dan sebagian kota besar di Eropa.

Namun, bank sentral mesti mencermati dampak negatif tren mobile payment ini. Lagi-lagi, kisah yang terjadi di China pantas menjadi pelajaran. Di Negeri Panda itu, uang tunai mulai ditinggalkan. Semakin sedikit orang yang mengisi dompetnya dengan duit tunai. Di lain pihak, semakin banyak toko dan pedagang yang menolak pembayaran dengan duit tunai.

Kondisi ini menciptakan dua masalah sekaligus. Pertama, masyarakat miskin dan sangat miskin yang tak punya akses kepada produk keuangan dan telepon pintar semakin terpinggirkan. Alhasil, alih-alih menjadikan produk finansial semakin inklusif, mobile payment justru menciptakan kelompok eksklusif baru. Bakal terjadi dua realitas finansial di dalam masyarakat. Yakni, masyarakat urban yang tenggelam dalam tren mobile payment.

Selain itu masyarakat miskin yang tetap memakai duit tunai. Segregasi di antara dua kelompok itu akan kian kuat jika masyarakat mobile payment benar-benar tak mau menerima duit tunai lagi.

Masalah kedua, jika sampai menjadi tren seperti di China, penolakan transaksi menggunakan duit tunai jelas melanggar undang-undang. Bank sentral harus memastikan bahwa sistem perekonomian di tanah air tetap menerima duit tunai rupiah sebagi alat pembayaran.•

Cipta Wahyana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×