kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,35   16,58   1.84%
  • EMAS1.325.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dana desa dan pariwisata pedesaan


Senin, 26 November 2018 / 12:23 WIB
Dana desa dan pariwisata pedesaan


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Pemerintah telah mengucurkan dana desa sekitar Rp 187 triliun dalam empat tahun terakhir. Gelontoran dana desa yang jumlahnya cukup besar itu tentu dapat dimanfaatkan untuk pengembangan berbagai potensi ekonomi di desa, seperti sektor pariwisata perdesaan. Dengan begitu, diharapkan peluang kerja bakal semakin terbuka lebar bagi masyarakat desa.

Seperti kita ketahui, dewasa ini gelombang industrialisasi dan modernisasi cenderung menempatkan pola pembangunan menjadi semakin urban sentris. Hampir semua aktivitas industri dan modal bermuara di kawasan perkotaan. Dampaknya, terjadilah penurunan pendapatan dan semakin berkurangnya peluang kerja di kawasan perdesaan.

Yang terjadi selanjutnya adalah proses urbanisasi berkelanjutan. Orang desa berbondong-bondong menyerbu kawasan perkotaan. Kota ibarat sinar lampu pijar yang senantiasa mengundang laron untuk mendekat. Padahal, dengan segenap potensi yang dimilikinya, kawasan pedesaan bisa dijadikan tumpuan sumber pendapatan dan peluang kerja.

Salah satunya, adalah apa yang oleh orang Barat diistilahkan sebagai rural tourism alias wisata perdesaan. Selain bisa menjadi sumber pendapatan dan membuka peluang kerja bagi para warga desa, wisata pedesaan bisa menjadi pendorong bagi warga desa untuk semakin meningkatkan kesadarannya dan minatnya akan tradisi seni dan budaya warisan leluhur serta lingkungan tempat tinggal mereka.

Aktivitas wisata perdesaan sesungguhnya merupakan salah satu bagian dari ekowisata. Secara definisi, wisata perdesaan dapat dimaknai sebagai setiap bentuk aktivitas wisata yang menunjukkan kehidupan perdesaan berikut tradisi seni dan budaya di kawasan perdesaan yang pada gilirannya dapat menguntungkan secara ekonomi maupun finansial bagi warga desa. Ini sekaligus melahirkan interaksi antara para wisatawan dan penduduk desa, sehingga mampu memperkaya pengalaman maupun wawasan kedua belah pihak.

Munculnya wisata perdesaan tidak terlepas dari berkembangnya tren permintaan wisata minat khusus sebagai kebalikan dari wisata massal. Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat kelompok wisatawan yang tidak menyukai lagi bentuk perjalanan wisata yang umum, tinggal di hotel dan hilir-mudik mengunjungi objek wisata yang telah dikenal luas. Lebih dari itu, mereka bahkan menolak disebut turis (tourist). Sebaliknya, mereka lebih senang disebut sebagai pelancong (traveller).

Dalam benak mereka, turis lebih dimaknai sebagai orang-orang yang senantiasa mencari kesenangan pribadi dan mengumbar sikap hedonis.

Sedangkan traveller lebih mengacu kepada orang yang ingin mencari pengalaman baru dan belajar tentang lingkungan setempat. Dengan demikian, hasrat mereka bukan lagi mencari fasilitas yang serba modern dan atraksi yang bersifat artifisial, melainkan ingin menikmati kebudayaan lokal dan menjalin kontak yang lebih dekat dengan masyarakat setempat (Damanik dan Weber, 2006).

Pelestarian alam dan budaya

Di sejumlah negara, pengembangan wisata perdesaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengembangan industri pariwisata secara keseluruhan.

Pengembangan wisata perdesaan ini dapat memainkan peran penting dalam diversifikasi penyediaan daerah tujuan wisata. Di samping itu, juga menaikkan citra kawasan desa, mendorong pertumbuhan ekonomi desa, meningkatkan kelangsungan hidup kawasan pedesaan, serta meningkatkan standar kehidupan penduduk perdesaan.

Wisata pedesaan merupakan salah satu wahana yang cocok untuk merevitalisasi kawasan tersebut, menjamin masa depan desa yang lebih baik, meningkatkan pelestarian tradisi seni dan budaya.

Aktivitas wisata pedesaan juga bisa menaikkan peluang bagi interaksi sosial masyarakat lokal yang secara relatif sering terisolir lantaran hanya tinggal dalam komunitas pertanian.

Di beberapa negara di Eropa, wisata pedesaan ini bahkan telah menjadi salah satu andalan sektor industri pariwisata mereka. Belanda, Finlandia, Hongaria, Slovenia serta Yunani sejauh ini cukup berhasil mengembangkan wisata pedesaan dengan sangat baik.

Di Slovenia dan Yunani, misalnya, produk wisata pedesaan yang ditawarkan adalah mengunjungi keluarga para petani dan tinggal bersama mereka.

Di situ, wisatawan bisa tinggal di rumah petani atau menyewa guest house khusus di kawasan pertanian. Di Belanda, salah satu produk wisata pedesaan yang lazim ditawarkan adalah berkemah di kawasan pertanian dengan aktivitas tambahan. Misalnya, bersepeda atau berkuda mengelilingi daerah-daerah pertanian yang memang sangat khas di Negeri Tulip itu.

Sebagai sebuah negara yang memiliki kawasan pedesaan yang demikian luas, ditambah aneka tradisi seni dan budaya, Indonesia sesungguhnya memiliki peluang sangat besar bagi pengembangan industri wisata pedesaan.

Meski demikian, keberhasilan pengembangan wisata pedesaan ini bergantung pada sejauh mana kawasan pedesaan mampu memelihara keasrian lingkungan dan tradisi seni dan budaya.

Bagaimanapun, para konsumen wisata pedesaan umumnya hanya tertarik pada kawasan pedesaan yang masih asri, murni serta khas, yang belum terkontaminasi unsur-unsur dari luar. Itu artinya, pelestarian lingkungan dan pelestarian tradisi seni serta budaya pedesaan menjadi bagian yang sangat penting dalam pengembangan industri wisata.

Dalam upaya pengembangan wisata pedesaan ini, kita mengapresiasi langkah Kementerian Pariwisata dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) yang telah sepakat membangun sedikitnya 200 desa wisata.

Adanya kesepakatan tersebut menjadikan kucuran dana desa yang jumlahnya sekitar Rp 800 juta per desa saat ini dapat dimanfaatkan pula untuk pengembangan desa wisata. Antara lain, misalnya, untuk pembangunan homestay di desa-desa wisata.

Tentu saja, kita berharap pembangunan 200 desa wisata dapat berjalan dan berkembang dengan baik. Dan, seiring dengan kehadiran 200 desa wisata, diharapkan pula bakal muncul dan tumbuh sejumlah usaha penunjang serta usaha ikutan lain. Dengan demikian, desa-desa wisata bukan hanya dapat mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi kawasan perdesaan, melainkan juga dapat ikut mengerem laju urbanisasi warga desa ke kota-kota besar, yang kerap melahirkan sejumlah permasalahan sosial.•

Djoko Subinarto
Kolumnis dan Alumnus Universitas Padjajaran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×