Reporter: Havid Vebri | Editor: Mesti Sinaga
KONTAN.CO.ID -
Dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016, ada lima sektor usaha yang akhirnya tetap masuk dalam DNI, sehingga masih tertutup rapat bagi investasi asing.
Kelima bidang usaha itu adalah: industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, percetakan kain, kain rajut renda, warung internet, serta perdagangan eceran melalui kantor pos dan internet.
Selama ini, kelima sektor usaha itu menjadi domain UMKM. Dengan demikian, ada 49 sektor usaha yang siap pemerintah keluarkan dari DNI. Perinciannya: 25 sektor usaha yang terbuka 100% untuk asing dan 24 sektor terbuka bagi asing tapi tidak sampai 100%.
Apa pelaku usaha puas dengan keputusan pemerintah itu? Apakah masih ada sektor UMKM dari 49 bidang usaha tersebut?
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana membeberkannya ke wartawan Tabloid KONTAN Havid Vebri, Selasa (4/12) lalu. Berikut petikannya:
KONTAN: Pemerintah memastikan, lima sektor UMKM tetap masuk dalam DNI. Langkah ini sudah tepat?
DANANG: Sejak awal, para pimpinan di Apindo merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi DNI. Sehingga, muncullah keberatan itu bersama dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Artinya, Kadin dan Apindo benar-benar tidak dilibatkan sampai ada surat keberatan tersebut. Karena merasa tidak terlibat, jadi kami juga tidak tahu alasan pembatalan lima sektor UMKM dikeluarkan dari DNI.
(Simak pula tanggapan pihak pemerintah terkait isu ini: Susiwijono, Sekretaris Kemenko Perekonomian: Yang Keluar dari DNI adalah skala besar)
KONTAN: Berarti, pemerintah dalam mengambil semua keputusan dalam revisi DNI benar-benar sepihak, ya?
DANANG: Iya, makanya kami perlu tahu pertimbangan pemerintah. Kadang-kadang, di balik keputusan itu, kan, ada pertimbangan-pertimbangan yang tidak kami ketahui. Kami akan lebih menghargai dan mendukung atau memberi kritik ke pemerintah jika kami tahu pertimbangannya apa.
Jadi sebenarnya, yang dibutuhkan kalangan pengusaha dan masyarakat umum pada intinya, apa pertimbangan pemerintah di balik keputusannya itu.
Kalau kami bisa memahami pertimbangan-pertimbangannya, kan, bisa tidak ada penolakan. Kami tidak mengerti, apa pertimbangan yang diambil pemerintah dalam revisi DNI.
KONTAN: Tapi, kalangan pelaku usaha melihat penting tidak, sih, revisi DNI?
DANANG: Kalau sektor lain di luar UMKM, sih, sebetulnya tidak ada masalah DNI dibuka. Seperti negara lain yang membuka DNI dengan cukup baik, dan itu menimbulkan multiplier effect ke industri, termasuk industri pendukungnya.
Jadi sebenarnya, tidak apa-apa sektor usaha lain di luar UMKM dikeluarkan dari DNI. Dengan syarat, investasi asing bisa dibuka untuk sektor usaha yang secara internal kami tidak mampu. Misalnya, yang terkait teknologi tinggi atau biaya investasi yang sangat besar.
KONTAN: Memang, kenapa kalau sektor UMKM dibuka untuk investor asing?
DANANG: Sebenarnya, yang dilihat bukan sektor, tapi besar kecilnya usaha. Besar kecilnya usaha menunjukkan keberpihakan negara terhadap pemberdayaan bisnis atau iklim investasi di skala menengah ke bawah di dalam negeri.
Jadi, sektor-sektor yang seperti itu, kan, terlalu kecil untuk dibuka guna berkompetisi dengan asing. Tapi, sekarang pertimbangan pemerintah membuka sektor UMKM apa? Nah, itu yang kami perlu tahu, ada apa di balik keputusan itu.
KONTAN: Dari 49 sektor usaha yang akan dikeluarkan dari DNI, apakah masih ada sektor UMKM di dalamnya?
DANANG: Masih ada, terutama sektor angkutan darat pariwisata dan jasa akupunktur. Untuk jasa akupunktur, kami juga tidak terlalu mengerti, apakah untuk sejenis klinik, rumahsakit, atau apa?
Jadi, kami malah mempertanyakan, lo. Tapi, ini, kan, sangat sederhana, kenapa dikasih ke asing? Jadi, ada apa di balik itu?
Begitu juga dengan angkutan darat pariwisata yang relatif tumbuh di Indonesia. Tanpa asing pun, lokal cukup tumbuh berkembang selama ini. Jadi, menurut kami, cukup sektor UMKM lokal yang menggarap bidang usaha tersebut.
KONTAN: Dengan tetap dikeluarkan dari DNI, bagaimana dampaknya ke UMKM?
DANANG: Dengan dibuka 100% ke asing, tentu berdampak ke UMKM di dalam negeri. Yang jelas, asing akan menjadi predator bagi pelaku UMKM lokal.
Maka itu, seharusnya tidak dibuka buat asing, karena sektor usaha tersebut yang biasa-biasa banget, untuk apa investasi dari luar negeri.
Jadi, harus ada alasan yang jelas dari keputusan tersebut, dan itu tidak dipublikasikan pemerintah. Sebaliknya, pemerintah harusnya fokus menerbitkan kebijakan yang membantu pelaku UMKM biar lebih berdaya saing.
◆ Biodata
Riwayat pendidikan:
■ Sarjana Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM)
■ Master of Public Administration STIA LAN Jakarta
Riwayat pekerjaan:
■ Direktur Eksekutif Apindo
■ Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)
■ Ketua Kebijakan Publik Apindo
■ Ketua Ombudsman Republik Indonesia.
* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di rubrik Dialog Tabloid KONTAN edisi 10-16 Desember 2018. Untuk mengaksesnya silakan klik link berikut: Asing Bisa Menjadi Predator UMKM Lokal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News