kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Darah segar hunian rakyat


Kamis, 20 Juni 2019 / 14:05 WIB
Darah segar hunian rakyat


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi

Satu lagi sokongan bagi sektor properti. Pemerintah membebaskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20% untuk produk properti yang nilainya di bawah Rp 30 miliar. Sebelumnya, produk properti yang nilainya lebih dari Rp 10 miliar terkena pungutan PPnBM sebesar 20%.

Beleid anyar ini bernama Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.010/2019 tentang Perubahan atas PMK No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Aturan ini menyasar kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya.

Ketentuan terbaru itu berbeda dengan pendahulunya, PMK Nomor 35 Tahun 2017. Di aturan lama, pengenaan PPnBM 20% meliputi dua jenis. Pertama, rumah dan town house dari jenis non-strata title dengan nilai Rp 20 miliar atau lebih, maka dikenakan PPnBM 20%.Kedua, PPnBM dikenakan untuk hunian apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title yang nilainya Rp 10 miliar atau lebih. PMK 35 Tahun 2017 dinilai tidak sesuai dengan perkembangan bisnis properti.

Relaksasi PPnBM tentu menjadi darah segar dan bisa menggairahkan sektor properti. Maklumlah, selama lima tahun terakhir pasar properti lesu darah dan belum mampu bangkit. Namun kebijakan itu masih parsial lantaran hanya bisa dinikmati masyarakat kelas atas. Meski tak ada data pasti, rasa-rasanya segmen hunian mewah hanya mencuil sedikit dari besarnya potensi bisnis properti di Indonesia.

Berbeda dengan hunian kelas menengah ke bawah, yang sebenarnya lebih signifikan menggerakkan sektor properti. Konsumen kelas menengah ke bawah lebih membutuhkan hunian yang layak. Sementara aturan PPnBM hunian mewah hanya menguntungkan orang kaya, yang cenderung memanfaatkan properti sebagai instrumen investasi.

Jika ingin bisnis properti kembali bergairah, pemerintah harus menggairahkan pasar hunian rakyat yang menyasar segmen menengah ke bawah. Selama ini, masyarakat menengah bawah benar-benar membutuhkan tempat tinggal.

Pemerintah perlu membuka akses luas bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pembiayaan properti yang terjangkau. Tren penurunan suku bunga global bisa menjadi momentum bagi Bank Indonesia untuk menggunting bunga acuan, sehingga kredit properti kembali mengucur deras.♦

Sandy Baskoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×