Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi
Indonesia darurat korupsi. Di hampir setiap instansi dan lembaga pemerintah, praktik rasuah bukan barang langka. Modusnya beragam, mulai dari jual beli jabatan hingga suap dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Kabar teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus korupsi dalam proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Bayangkan, sistem penyediaan air minum, yang notabene untuk kepentingan publik, harus menjadi sasaran korupsi.
Dalam kasus ini, KPK menjerat delapan orang sebagai tersangka. Perinciannya, empat tersangka yang diduga memberi suap dari kalangan pengusaha. Adapun empat tersangka lainnya yang diduga penerima suap adalah pejabat di lingkungan Kementerian PUPR.
Belakangan terungkap sebanyak 75 pejabat terkait proyek SPAM Kementerian PUPR telah menyerahkan uang ke KPK. Komisi Anti Rasuah ini menerima puluhan miliar rupiah yang terdiri dari 13 mata uang. Selain rupiah, ada dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, yuan China, ringgit Malaysia, dong Vietnam hingga shekel Israel.
Jika ke-75 pejabat Kementerian PUPR tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, maka ini menjadi korupsi massal terbesar di Indonesia.
Pada tahun lalu, anggota DPRD Kota Malang memecahkan rekor jumlah tersangka korupsi. KPK menetapkan 41 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan suap dari Wali Kota nonaktif Moch Anton.
Secara gamblang dan tanpa rasa malu, para pejabat di negeri ini mempertontonkan praktik korupsi massal. Tingkah laku mereka mencederai rasa keadilan masyarakat.
Memberantas korupsi memang bukan perkara mudah. Sebab, penyakit ini sudah membudaya, mendarah daging dan mengakar di lingkungan para pejabat publik kita. Modusnya pun semakin beragam.
Jelas kita tidak bisa hanya mengandalkan peran KPK untuk memberantas kejahatan korupsi. Selain kerjasama antar lembaga penegak hukum, peran kepemimpinan di negara ini sangat sentral dan mutlak.
Di sesi debat belum lama ini, para calon presiden dan wakil presiden berjanji membumikan Pancasila sejak pendidikan PAUD dan TK. Maka komitmen antikorupsi dan penegakan hukum, yang merupakan bagian dari pengamalan Pancasila, juga harus bermula dari mereka, termasuk orang-orang terdekatnya.♦
Sandy Baskoro
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News