kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Darurat minyak


Rabu, 01 November 2017 / 16:18 WIB
Darurat minyak


| Editor: Tri Adi

Harga minyak mentah atau crude palm oil terus mendaki, meski kemarin sedikit terkoreksi 0,3% menjadi 53,99%. Hanya proyeksi Bank Dunia harga minyak akan terus mendaki kurang lebih 28% di tahun ini, mencapai puncaknya di tahun 2019-2020.  

Hanya,  pemerintah telah membuat keputusan penting: tidak akan menaikkan harga bahan bakar minyak alias BBM, sekalipun ada kenaikan harga. Bahkan, bendahara negara yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan harga BBM tidak akan naik sampai tahun 2018.

Dampak dari keputusan ini, masyarakat bisa tetap menikmati harga 'murah' BBM. Apalagi, pemerintah akan terus menggalakkan harga BBM satu harga di seluruh pelosok Indonesia.

Yang menarik, anggaran 2018  juga tidak memberikan alokasi lebih atas keputusan tak menaikkan harga BBM. Kesepakatan pemerintah dan DPR: anggaran subsidi energi Rp 94,53 triliun. Jumlah itu naik dari anggaran subsidi energi dalam APBN-P 2017 yang sebesar Rp 89,87 triliun.  Bisa dicuil, subsidi energi, khusus untuk BBM dan elpiji Rp 46,87 triliun. Dengan perincian: subsidi subsidi minyak tanah Rp 2,49 triliun, solar Rp 7,81 triliun, dan elpiji tiga kg Rp 41,53 triliun.

Pemerintah sepertinya lebih memilih menaruh beban ke perusahaan milik negara Pertamina.  Total kopral, akibat pemerintah tak menaikan harga BBM membuat Pertamina harus menanggung biaya sekitar Rp 40 triliun di tahun ini. Bakal membengkak jika tahun depan harga minyak naik, dan program satu harga BBM berjalan.

Jika ini terus dibiarkan, ekspansi Pertamina bisa tersendat. Padahal, di tengah defisit perdagangan mimnyak mentah selama empat tahun, serta defisit bahan bakar minyak (BBM) atau oil products yang berlangsung sejak 1997, investasi sektor hilir Pertamina jelas dibutuhkan. Kita tak bisa berharap, invetasi di sektor ini datang dari swasta bahkan investor asing di tengah proses deregulasi sektor ini belum jelas.

Selain mencari ladang-ladang baru, Pertamina dituntut segera mewujudkan kilang-kilang baru. Hanya, upaya ini bisa tertahan lantaran kas Pertamina yang tipis, hanya US$ 4 miliar. Sementara untuk pembangunan enam kilang sekitar US$  40 miliar.

Betul, tak semua harus merogoh kocek sendiri, Pertamina bisa gandeng swasta dan hanya investasi separonya. Tapi, nilainya  tetap besar. Jika tak ada solusi, jangan-jangan kita menjadi negara yang benar-benar darurat minyak, lo.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×