kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data pribadi


Jumat, 07 Desember 2018 / 13:27 WIB
Data pribadi


Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Tri Adi

Semakin banyak orang sadar akan pentingnya menyimpan data pribadi rapat-rapat. Banyak kejadian berakibat fatal karena seseorang tidak pandai menyimpan data pribadinya.

Ajeng, sebut saja begitu, seorang karyawan sebuah kantor di Jakarta Selatan pernah menjadi korban penjambretan. Tas dan isinya melayang, mengangkut serta kartu ATM dan fotokopi lusuh Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dia sendiri sudah lupa pernah dipakai mengurus apa.

Tak lebih dari 15 menit setelah kena jambret, Ajeng mengontak bank untuk memblokir akses ATM. Saat itu dia bertanya kepada petugas bank, apakah ada transaksi di rekeningnya yang terjadi belum lama ini. Si petugas bank mengonfirmasi bahwa baru beberapa menit sebelumnya seluruh saldo rekeningnya telah ditarik lewat ATM.

Singkat cerita, penjambret bisa tertangkap sehingga modus "pembobolan ATM secara kilat" bisa terjelaskan. Tak menggunakan alat canggih apapun, penjambret berhasil membobol ATM cuma dengan cara mencoba memasukkan PIN sesuai tanggal, bulan, dan tahun lahir Ajeng yang tertulis di fotokopi KTP. Sialnya, Ajeng memang memakai kombinasi angka kelahiran sebagai PIN.

Meski kewaspadaan orang terhadap risiko penyalahgunaan data pribadi umumnya menyangkut urusan duit, belakangan urusan data pribadi ini telah meluas ke ranah politik. Semakin banyak orang yang ogah berbagi data kependudukan (Nomor KTP dan Nomor Kartu Keluarga) bahkan kepada aparat pemerintah karena khawatir disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Ketika ada instansi pemerintah meminta data kependudukan langsung ke masyarakat untuk kepentingan pendataan, misalnya, kemungkinan akan ada orang yang tidak mau berbagai data pribadi atau keluarganya kepada petugas karena tidak ingin datanya disalahgunakan untuk Pemilu 2019.

Nah, ketimbang kecurigaan seperti ini kian berkembang, ada baiknya pemerintah menerbitkan peraturan tentang pengumpulan data kependudukan masyarakat. Beleid itu mesti mengatur siapa saja yang boleh mengumpulkan atau meminta data kependudukan langsung kepada masyarakat. Peraturan semacam itu penting untuk melindungi orang-orang lugu yang tidak pernah berprasangka buruk sehingga data-data pribadi dengan mudah mereka serahkan ke pihak lain.

Instansi pemerintah sendiri mestinya tidak gampang meminta data pribadi masyarakat atas nama kebutuhan pendataan atau apapun.•

Hasbi Maulana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×