kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daya saing dan kualitas belanja negara


Senin, 02 Oktober 2017 / 13:15 WIB
Daya saing dan kualitas belanja negara


| Editor: Tri Adi

Pemerintah tampaknya berusaha sekuat tenaga mengejar target pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 5,2%. Meskipun dirasa berat namun optimisme masih tetap ada. Salah satu opsi yang dijalankan adalah percepatan belanja APBN sebagai salah satu stimulus utama dalam menggerakkan roda ekonomi di sektor riil.

Hingga Agustus 2017, realisasi belanja negara sudah mencapai Rp 1.198,26 triliun atau 56,16% dari target belanja dalam APBNP 2017. Dari komposisinya, belanja pemerintah pusat sudah mencapai sekitar Rp 695,66 triliun atau 50,9% dari target sementara. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TkD&DD) mencapai Rp 502,6 triliun atau 65,6%.

Sementara realisasi penerimaan negara telah mencapai Rp 1.283,57 triliun atau 53,5% dengan kontribusi penerimaan pajak mencapai Rp 685,6 triliun atau tumbuh 10% dibandingkan dengan realisasi tahun 2016. Secara nominal, realisasi belanja negara lebih lambat dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang senilai Rp 1.135,00 triliun atau 60,88%. Karenanya muncul pemikiran untuk mempercepat realisasi belanja negara demi mendukung upaya mengejar target pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun (Harian KONTAN, 8 September 2017).

Namun demikian, percepatan realisasi belanja negara memiliki konsekuensi pelebaran defisit APBN. Hingga Agustus 2017 saja, realisasi defisit APBN sudah mencapai Rp 224,35 triliun atau 1,65% PDB. Posisi ini memang masih lebih baik dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sayangnya sisa waktu tinggal enam bulan ke depan.

Biasanya, menjelang penutupan akhir tahun pemerintah wajib ekstra dalam mencermati posisi arus kas (cash flow) APBN. Hal ini tak lepas dari tekanan realisasi belanja negara yang biasanya meningkat drastis di akhir tahun, terutama belanja yang sifatnya mengikat seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja subsidi serta pembayaran bunga utang.

Perbaikan daya saing

Fokus perbaikan kualitas belanja negara tersebut ternyata membawa dampak yang positif bagi peningkatan daya saing Indonesia. Berdasarkan laporan resmi daya saing global dari World Economic Forum (WEF) 2017-2018, Indonesia bersama dengan Vietnam tercatat sebagai negara di Asia dengan kenaikan peringkat terbesar. Indonesia kini berada di peringkat ke-36 dari sebelumnya berada di posisi ke-41.

Masih kalah jauh dibandingkan Singapura yang berada di peringkat ke-3 atau tetangga terdekat Malaysia yang nangkring di posisi 23. Namun demikian tren peningkatan yang signifikan ini wajib terus dilanjutkan ke depannya.

Disebutkan bahwa Indonesia mampu memperbaiki 10 pilar dari total 12 pilar yang menjadi dasar penilaian. Posisi Indonesia bahkan terdongkrak melalui peningkatan positif di dalam pilar kesehatan, pendidikan dasar dan infrastruktur, keseluruhan aspek yang menjadi prioritas utama di dalam Nawa Cita.

Di dalam aspek inovasi, Indonesia juga dinilai positif meskipun tidak istimewa diantara keseluruhan emerging market lainnya. Yang masih menjadi catatan utama bagi Indonesia adalah peningkatan efisiensi pasar tenaga kerja.

Dilihat dari sejarahnya, tahun 2013 posisi Indonesia masih berada di kisaran 38. Pada tahun 2009 bahkan masih tercatat di peringkat 54 dari 133 negara,  meningkat ke posisi 44 dari 139 negara di tahun 2010.

Sayangnya, posisi tersebut sedikit mengalami kemerosotan di tahun 2011 menjadi posisi 46 serta 50 pada tahun 2012. Dengan beberapa perbaikan yang gencar dilakukan pemerintah, tahun 2013 posisi Indonesia kembali melesat ke peringkat 38.

Dicapainya posisi tersebut tak pelak menjadikan Indonesia kembali diperhitungkan dalam percaturan ekonomi dunia, sebagaimana yang telah dipidatokan mantan Presiden SBY saat menyampaikan pidato Nota Keuangan 2015.  Saat itu secara tegas Bank Dunia sudah memasukkan Indonesia dalam 10 besar ekonomi dunia berdasarkan metode perhitungan purchasing power parity (PPP).  

Dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,8% dalam periode 10 tahun terakhir, pengelolaan ekonomi makro yang makin prudent, ditambah kualitas pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, pencapaian tersebut memang sudah selayaknya. Namun demikian, pemerintah tetap wajib memperhatikan beberapa aspek yang masih menjadi catatan, khususnya terkait dengan persoalan kesenjangan dan ketimpangan beberapa faktor dan indikator daya saing tersebut.

Jika disimpulkan, rekomendasi WEF menyebutkan bahwa indikator daya saing global Indonesia belum memperlihatkan hasil yang merata. Sejumlah indikator menunjukkan perbaikan yang cukup mengesankan, sejumlah indikator lain justru mengkhawatirkan.

Beberapa indikator justru memperlihatkan kesan berkebalikan, misalnya indikator efisiensi pemerintah dengan indikator korupsi. Korupsi juga tercatat sebagai hambatan tertinggi dalam berbisnis di Indonesia, bersama dengan instabilitas kebijakan, persoalan hukum serta rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM).

Buruknya daya saing Indonesia tentu membutuhkan perhatian dari seluruh pihak khususnya pemerintah. Aparat yang belum maksimal dalam menjalankan tugasnya, harus terus dievaluasi.

Demikian juga kinerja K/L yang menjadi penghambat birokrasi, perlu mendapat koreksi serius. Dan yang paling penting, paradigma penganggaran di Indonesia sepertinya perlu di evaluasi lebih mendalam, khususnya terkait dengan asumsi "anggaran yang besar akan mendorong kinerja yang lebih baik".

Jika memang sektor yang sudah mendapatkan alokasi anggaran besar, namun  ternyata kinerjanya masih jalan di tempat, pemerintah harus berani untuk memberikan terapi. Meski pada akhirnya  harus berhadapan dengan regulasi hukum demi tercapainya asas keadilan dan pemerataan. Satu hal yang terus dicamkan oleh pemerintah, kegagalan dalam menciptakan kinerja pelayanan publik yang andal dapat dianggap sebagai bentuk ketidakberhasilan pemerintah mengemban amanat rakyat.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×