kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Demi keadilan


Rabu, 30 Januari 2019 / 12:51 WIB
Demi keadilan


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Tri Adi

Perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat di tanah air, ternyata tidak segaris dengan bisnis telekomunikasi. Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ASTI) mencatat, total pendapatan perusahaan telekomunikasi sepanjang 2018 menyusut 6% jadi Rp 148 triliun dibanding raihan di 2017 yang mencapai Rp 157 triliun.

Layanan data yang digadang-gadang sebagai bisnis masa depan telekomunikasi, menggantikan suara (voice) dan pesan singkat (SMS), masih belum bisa bicara banyak. Pada 2018, pendapatan per megabita menurun 17% dari 2017 akibat perang tarif layanan data.

Padahal, itu tadi, ekonomi digital tumbuh kencang. Paling tidak, tampak dari peningkatan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Salah satu indikatornya: penerimaan negara dari barang impor terkait transaksi e-commerce yang terus meningkat.

Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai menunjukkan, sepanjang Januari hingga 10 Desember 2018, penerimaan dari barang impor terkait transaksi e-commerce untuk pertama kali tembus angka Rp 1 triliun, persisnya, Rp 1,13 triliun. Perinciannya adalah sebanyak Rp 236 miliar berasal dari bea masuk dan sisanya Rp 896 miliar dari pajak dalam rangka impor.

Tak heran, pemerintah mulai 1 April 2019 nanti memungut pajak atas transaksi e-commerce. Bukan cuma bea masuk dan pajak impor atas barang kiriman dari luar negeri, pemerintah juga menarik pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), dan pajak penghasilan (PPh).

Salah satu alasan pemerintah: demi menciptakan perlakuan yang setara dengan pelaku usaha konvensional. Sepakat, demi keadilan, lantaran karyawan berpenghasilan di atas Rp 4,5 juta per bulan saja kena PPh, masa pebisnis online dengan laba bersih belasan bahkan puluhan juta rupiah "bebas" pajak.

Cuma memang, perlakuan setara ke pebisnis dalam jaringan (daring) mesti benar-benar adil. Artinya, pemerintah jangan mau gampangnya saja, dengan "menumpang" para penyedia platform marketplace untuk menjaring pedagang online.

Pemerintah juga harus proaktif. Sebab, banyak juga pelaku usaha yang berjualan dengan memanfaatkan media sosial (medsos). Tambah lagi, omzet dan keuntungan mereka tak kalah besar dengan pelapak yang berdagang di marketplace.

Yang tidak kalah penting, bagaimana membuat pebisnis tidak alergi dengan yang namanya pajak.•

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×