| Editor: Tri Adi
Pertahanan rupiah jebol juga. Upaya Bank Indonesia (BI) menahan kelesuan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ambrol dan menjadikan rupiah melemah di atas Rp 14.000.
Upaya BI menguatkan rupiah menghadapi tantangan serius ke depan. Selain pasti ongkosnya mahal, pertama, peningkatan ekonomi global yang bersumber dari negara maju dan berkembang terus berlanjut. Kondisi tak pelak akan membuat pemilik modal, utamanya hot money akan mencari cerukan pasar yang lebih menguntungkan.
World Economic Outlook 2018, menyebut bahwa ekonomi negara-negara maju atau advanced country akan tumbuh 2,3% di tahun ini. Adapun, negara berkembang 4,9%. Kedua, di tengah proyeksi ekonomi yang membaik, risiko juga tampak dengan berlanjutnya perang dagang China dan Amerika Serikat (AS) serta kenaikan harga minyak.
Berbagai faktor tersebut akan mempengaruhi kondisi kita. Suka atau tidak suka, pembalikkan hot money akan menghadapkan kita pada risiko nilai kurs. Adapun kenaikan harga minyak bisa menambah beban atas kenaikan subsidi.
Di tengah ketidakpastikan itu, BI dalam rapat Dewan Gubernur 18-19 April memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunganya, baik itu, 7 Day Repo Rate di 4,5%, bunga deposit facility di 3,5% serta bunga lending facility 5% .
Keputusan itu dianggap terlalu berani di tengah ancaman kenaikan suku bunga AS tiga kali di tahun ini. Tapi di sini lain, pertimbangan bank sentral masuk akal. Saat bank-bank enggan menjalankan fungsi intermediasinya, serta margin bank yang masih tebal, amunisi bunga rendah menjadi cara mendorong ekonomi.
Faktanya, realisasi ekonomi kita masih butuh dorongan yang kuat. Kuartal I 2018, realiasi ekonomi kita hanya 5,06%. Jauh dari prediksi BI di kisaran 5,1%, meleset juga dari target pemerintah di 5,2%. Dengan capaian seperti ini, target PDB 2018 di anggaran laiknya misi imposible.
Dalam kondisi seperti sekarang, BI memang berhadapan dengan dilema gede. Jika suku bunga tak naik, BI harus berhadapan dengan pelemahan rupiah. Jika suku bunga naik, ada potensi, pertumbuhan ekonomi juga melambat. Tapi, BI harus segera menentukan: menjaga rupiah atau mendorong ekonomi.
Rapat Dewan Gubernur BI Mei ini akan jadi momen menentukan. Ini juga sekaligus menjadi momen terakhir Gubernur BI Agus Martowardojo di BI. Serba tak enak di tengah masa transisi. Tapi, BI harus segera ambil keputusan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News