kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dilema bisnis maskapai penerbangan


Jumat, 27 September 2019 / 11:07 WIB
Dilema bisnis maskapai penerbangan


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi

Awan kelam kembali menggelayuti bisnis penerbangan domestik. Ini bukan soal gumpalan asap kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang menghalangi jadwal penerbangan. Tapi soal kekisruhan antara Sriwijaya Air dan Garuda Indonesia.

Semula, Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air menjalin kerja sama manajemen (KSM). Kerja sama itu diteken pada November tahun lalu.

Garuda Indonesia menggandeng Sriwijaya Air untuk membantu maskapai penerbangan tersebut segera bangkit dari keterpurukan. Mereka ingin mendorong Sriwijaya Air memperbaiki kinerja operasi dan keuangan termasuk membantu memenuhi komitmen atau kewajiban terhadap pihak ketiga.

Belakangan, jalinan kerja sama itu retak. Puncaknya, Garuda Indonesia mencopot logo mereka dari pesawat yang dioperasikan Sriwijaya Air. Soal pencabutan logo pada pesawat Sriwijaya Air, manajemen Garuda beralasan langkah itu merupakan upaya mereka menjaga brand Garuda Indonesia Group.

Isu pecah kongsi antara Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air akhirnya menjadi konsumsi publik. Apalagi, beredar kabar di medsos para karyawan Sriwijaya Air sangat resah dengan perkembangan terkini perusahaan tersebut.

Maklumlah, utang Sriwijaya memang cukup besar ke sejumlah pihak. Misalnya, per akhir semester pertama tahun ini, beban utang Sriwijaya Air kepada Garuda Indonesia mencapai US$ 118,8 juta atau setara Rp 1,66 triliun. Tingkat utang tersebut menanjak 114% ketimbang nilai utang di periode yang sama pada tahun sebelumnya, yakni senilai US$ 55,4 juta

Secara umum, bisnis penerbangan di Indonesia memang mengalami pasang surut. Sejumlah isu menerpa, mulai dari harga bahan bakar avtur yang menanjak, beban biaya administrasi bandara hingga isu kabut asap yang mengganggu prospek bisnis penerbangan di tanah air.

Soal harga avtur, misalnya, maskapai akhirnya mengerek harga tiket pesawat. Tapi respons penumpang cukup negatif dan akhirnya permintaan pesawat menyusut. Inilah yang menjadi salah satu pemicu kinerja maskapai terus merosot.

Oleh karena itu, pemerintah perlu cermat menyikapi persoalan di bisnis penerbangan, bukan hanya kisruh Garuda dan Sriwijaya. Bedah dengan komprehensif, kenapa bisnis penerbangan yang cukup potensial justru dirundung masalah. Kaji ulang lagi soal tarif bahan bakar avtur, tiket pesawat hingga pelayanan penerbangan di bandara.♦

Sandy Baskoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×