kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Direksi baru Bumiputera, kotak hitam OJK


Kamis, 01 November 2018 / 11:00 WIB
Direksi baru Bumiputera, kotak hitam OJK


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

AJB Bumiputera 1912 (AJB) diberitakan memiliki direksi baru (Harian KONTAN, 26 Oktober 2018 ) dan telah berkantor di AJB. Dalam keterangan tertulis Zurich Topas Life, perusahaan yang menempatkan tiga dari empat direksi asal, bedol desa dengan membawa enam orang dan mengakhiri tugas di Zurich Life per 22 Oktober 2018.

Keberadaan direksi baru mengakhiri rezim pengelola statuter, yang ditunjuk atas nama penyelamatan perusahaan berfungsi menggantikan direksi dan dewan komisaris yang dinon-aktifkan dengan landasan hukum UU 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pasal 9 dan UU 40/2014 tentang Perasuransian (pasal 62) dan POJK Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan.

Pengelola statuter melaksanakan beberapa inisiatif yakni rencana rights issue Rp 40 triliun melalui PT Evergreen Tbk pada 31 Oktober 2016, langkah yang sejak awal diragukan. Sebab penunjukkan sebagai standby buyer terhadap AJB terjadi di tengah kondisi keuangan yang sulit.

Sudah begitu terjadi perubahan jumlah dana yang ingin diraup, dari Rp 40 triliun tinggal Rp 4,3 triliun dan batal. Setelah melalui proses trial and error, pengelola statuter mengambil langkah private placement yang diberitakan dilakukan investor lokal. Hingga perusahaan asuransi jiwa baru PT Asuransi Jiwa Bumiputera mengambilalih seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia dari AJB yang kemudian dibatalkan.

Selama ditangani pengelola statuter dalam dua tahun terakhir aset AJB menyusut Rp 5 triliun dari Rp 8 triliun menjadi Rp 3 triliun. Pengelola statuter hanya berhasil membangun persepsi bahwa semua karut marut AJB adalah warisan manajemen lama.

Dengan berakhirnya rezim pengelola statuter, maka kini berlaku kembali rezim Anggaran Dasar AJB yang sesuai pasal 1338 KUHPerdata , berlaku sebagai UU bagi AJB. Bentuk usaha mutual (usaha bersama) belum diatur dalam UU sesuai amanat pasal 7 ayat 3 UU 2/1992 tentang Usaha Perasuransian yang diubah dengan UU 40/2014 tentang Perasuransian.

Dengan berakhirnya rezim pengelola statuter kini berlaku POJK Nomor 27 /POJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan. Menurut aturan itu, hasil penilaian kemampuan dan kepatuhan harus dilaporkan kepada perusahaan. Ini membuat AJB adalah BPA (Badan Perwakilan Anggota), yakni sebagai lembaga tertinggi menurut anggaran dasar AJB. Perlu diingat BPA tidak di non aktifkan oleh POJK tersebut di atas.

Dalam aturan itu, anggota direksi; anggota dewan komisaris; wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas dan fungsinya. Calon anggota direksi, calon anggota dewan komisaris yang belum memperoleh persetujuan OJK, dilarang melakukan tindakan, tugas dan fungsi walaupun telah mendapat persetujuan dan diangkat oleh RUPS. Penilaian dilakukan untuk menilai bahwa calon memenuhi persyaratan integritas, reputasi keuangan dan kompetensi.

Jadi, perusahaan harus terlebih dahulu melakukan self assessment terhadap calon sebelum diajukan ke OJK. Hasil self assessment disampaikan kepada OJK pada saat pengajuan permohonan. OJK dapat mengklarifikasi bila terdapat informasi negatif mengenai calon, atau calon belum mempunyai pengalaman relevan, serta calon pernah tidak disetujui dalam pencalonan sebelumnya.

Nah, dari laporan Keuangan Zurich Topas Life 30 Juni 2018 mencatatkan kenaikan kerugian 23,8% dari Rp 129 miliar (30 Juni 2017) menjadi Rp 159, 8 miliar. Meski premi melonjak dari Rp 196,63 miliar (30 Juni 2017) menjadi Rp 294,31 miliar di periode yang sama dengan total aset Rp 1,11 triliun. Zurich tidak tergolong dalam 10 besar asuransi jiwa kategori aset di atas Rp 100 miliar versi beberapa media.

Beberapa pertanyaan

Dengan aturan di atas terkait direksi baru AJB sejumlah pertanyaan harus dijawab OJK. Dari mana Badan Perwakilan Anggota melakukan proses assessment atasama yang dipilih jadi direksi? BPA mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris dan direksi (pasal 8 ayat 2). BPA mewakili pemegang polis sesuai daerah pemilihan (pasal 9 ayat 2). Terdiri 11 daerah pemilihan antara lain Sumatra, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Papua (pasal 10). BPA menggelar sidang, mengangkat dan memberhentikan direksi (pasal 28 ayat 4); ringkasan hasil keputusan sidang BPA diumumkan dalam dua media cetak dan melalui website AJB.

Tapi anggota BPA umumnya tokoh daerah seperti guru besar , pejabat dan mantan pejabat daerah dan tidak menguasai seluk beluk perasuransian.

Dilaporkan bahwa Ketua BPA, Prof Abdul Kadir saat ini telah mundur. Timbul spekulasi apakah sikap Ketua BPA sama halnya saat OJK menetapkan pengelola statuter yang diungkapkan BPA ketika menemui Wapres Jusuf Kalla pada 13 Oktober 2016. Saat itu Abdul Kadir mengklaim Wapres Jusuf Kalla tidak mengarahkan adanya pembentukan pengelola statuter, tapi menyarankan restrukturisasi dan pengembangan internal perusahaan.

Apakah ketidaksetujuan BPA saat penetapan pengelola statuter 21 Oktober 2016 silam, menjadi cek kosong OJK mengambil langkah sepihak tanpa mengindahkan aturan. Apakah transisi direksi baru sudah dilakukan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41 /POJK.05/2015 Tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter.

Pengelola statuter antara lain mempunyai tugas menyelamatkan kekayaan dan dana perusahaan dan konsumen; mengendalikan dan mengelola kegiatan perusahaan; menyusun rencana kerja yang memuat langkah-langkah penyelamatan yang akan dilakukan apabila perusahaan masih dapat diselamatkan.

Bagaimana nasib dan hak hak normatif direksi non aktif? Direksi, dewan komisaris non aktif berhak memperoleh remunerasi paling tinggi 50% dari remunerasi yang diterima sebelum non aktif. Perlu diingat direksi, dewan komisaris nonaktif dilarang mengundurkan diri selama wewenang dan fungsi diambilalih pengelola statuter. Jika direksi non aktif mengabaikan perintah tertulis atau tugas pengelola statuter dipidana penjara paling singkat dua tahun dan denda paling sedikit lima miliar rupiah (pasal 54 UU 21/2011 tentang OJK ).

Hal ini menimbulkan kerugian moril dan materiil yang tidak sedikit bagi direksi non aktif, hilangnya kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan karier. Belum lagi kerugian reputasi akibat perusahaan dalam kondisi tidak sehat.

Sederet pertanyaan ini perlu jawaban segera untuk memberi kepastian bahwa proses berjalan sesuai aturan untuk meraih kembali kepercayaan masyarakat terhadap perasuransian yang kini berjalan nyaris auto pilot . Bila tidak, penetapan direksi baru AJB ditambah kasus bancassurance Jiwasraya hanya akan menjadi kotak hitam (black box) OJK yang menyimpan sejumlah misteri atas pertanyaan dan spekulasi yang tidak terjawab.•

Irvan Rahardj
Komisaris Independen AJB Bumiputera 1912 (2012–2013)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×