kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Direncanakan defisit


Kamis, 15 November 2018 / 14:27 WIB
Direncanakan defisit


Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Tri Adi

BPJS Kesehatan di ambang kebangkrutan! Begitulah kabar yang meruak tentang nasib penyelenggara jaminan kesehatan nasional ini. Defisitnya mencapai Rp 16 triliun; dan kudu segera disuntik dana talangan pemerintah.

Kok, baru empat tahun beroperasi, badan hukum publik yang bertanggungjawab langsung kepada presiden kini sudah megap-megap?

Sebetulnya sudah pada tahu juga kenapa BPJS tekor terus. Pokok persoalannya di besaran iuran yang ditetapkan pemerintah tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Lalu minimnya kepatuhan bayar iuran terutama di kalangan peserta mandiri, serta terlalu banyak klaim biaya pengobatan ketimbang pendapatan premi. Belum lagi dugaan akal-akalan kalau tak bisa disebut kecurangan dari pelaku fasilitas kesehatan maupun pabrik farmasi.

Menteri Keuangan, bahkan Presiden yang menyemprot soal pengelolaan dana, jelas paham bahwa keuangan BPJS Kesehatan memang dianggarkan untuk defisit. Hanya iuran segmen peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) kelas I yang hitungannya par. Selebihnya iuran segmen penerima bantuan iuran (PBI) yang dibiayai APBN, PBPU kelas II dan III, serta pekerja penerima upah (PPU) yang cuma setor 5% dari gaji dilaporkan, dalam posisi underpriced. Dengan komposisi iuran begitu, kalaupun kolektabilitas mencapai 100% dari saat ini 54%, peserta jadi 100% dari saat ini 77,69% (205,5 juta), tetap saja BPJS tekor.

BPJS Kesehatan tentu harus berupaya keras meminimalkan defisit. Tapi perbaikan kualitas pengeluaran: efisiensi layanan, sistem rujukan, metode pembayaran dan seterusnya sulit menutup defisit bila iuran dan kepatuhan peserta tidak membaik.

Bila kondisinya demikian, maka suntikan dana untuk BPJS sudah menjadi konsekuensi logis buat pemerintah. Tinggal dananya diambil dari kantong mana. Saat ini mengambil porsi pajak konsumsi rokok di daerah. Tapi ke depan perlu kebijakan yang lebih komprehensif.

Di Thailand, pendapatan cukai rokok dialokasikan untuk kesehatan. Beberapa negara juga menyalurkan pendapatan pajak alkohol dan judi, selain rokok, ke program kesehatan. Semestinya Indonesia pun mengalokasikan penerimaan sin tax ini ke anggaran kesehatan, termasuk untuk menyuntik BPJS Kesehatan. Bujet infrastruktur harap dicarikan dananya dari pos lain.

Setelah mismatch pendanaan bisa dibereskan, barulah sanksi sosial bisa tegas diterapkan terhadap para penunggak iuran maupun yang belum jadi peserta.•

Ardian Taufik Gesuri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×