| Editor: Tri Adi
Tanggal 1 Desember 2017 menjadi babak baru kepemimpinan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Pada tanggal tersebut, Ken Dwijugeasteadi akan mengakhiri masa tugasnya karena telah memasuki masa pensiun. Seiring pergantian pucuk pimpinan di otoritas pajak, harapan baru perpajakan yang lebih adil dan mendukung pertumbuhan ekonomi terus muncul.
Dirjen Pajak baru diharapkan bakal meneruskan tongkat estafet reformasi pajak. Ini bukan perkara mudah, sebab selama bertahun-tahun, upaya membuat otoritas perpajakan menjadi lebih profesional dan dipercaya masyarakat sepertinya masih jalan di tempat.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak turun naik. Indikasi keterlibatan sejumlah pejabat pajak dalam beberapa kasus suap menjadi alasan. Reformasi pajak dengan mendongkrak gaji aparat pajak sepertinya kurang berhasil membuat para fiskus berjalan lurus dan bersikap profesional.
Penyelesaian reformasi pajak akan semakin sulit di tengah realisasi target penerimaan pajak dalam APBN dua tahun terakhir hanya mencapai 80%-an. Selain itu, Ditjen Pajak juga memiliki pekerjaan baru yaitu implementasi kerjasama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) mulai September 2018.
Tentu yang menjadi pertanyaan, apakah Dirjen Pajak baru, bisa menuntun otoritas pajak menyelesaikan seluruh persoalan tersebut? Apakah langkah menggapai penerimaan pajak yang saat ini dalam fase darurat bisa berjalan beriringan dengan upaya reformasi pajak?
Penerimaan pajak masuk fase darurat karena dikhawatirkan akan terus melorot seiring dengan masih lemahnya ekonomi di dalam negeri. Hal ini tentu saja akan terus membebani keuangan negara dengan utang yang makin berjibun.
Menurut hitungan ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih, rasio utang terhadap PDB saat ini sudah mencapai 28,4%, artinya ruang utang pemerintah semakin kecil. Pasalnya, rasio utang yang aman adalah 33% sehingga ruang yang ada tinggal 4%.
Lembaga pemeringkat utang Moody's juga menyoroti penerimaan pajak yang rendah dan mengingatkan hal itu bisa mengancam penurunan peringkat Indonesia. Reformasi pajak, kunci meningkatkan penerimaan negara. Penerimaan pajak memang menjadi kunci meningkatkan penerimaan negara, sebab pajak berkontribusi sebesar 90% total penerimaan negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News