Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Mesti Sinaga
KONTAN.CO.ID - Seiring kemajuan teknologi yang pesat, perdagangan elektronik alias e-commerce pun ikut berkembang cepat.
Bank Indonesia (BI) menyebutkan, pertumbuhan e-commerce di negara kita dalam lima tahun terakhir mencapai 150%, dari Rp 56 triliun menjadi Rp 144 triliun.
Tidak berlebihan, industri e-commerce berpotensi menjadi salah satu penggerak perekonomian dalam negeri. Sebab, banyak yang memperkirakan, sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB) negara kita bakal berlipat-lipat di tahun mendatang.
Tapi, pertumbuhan e-commerce yang pesat juga melahirkan banyak masalah. Sejauh ini pemerintah kesulitan melakukan pendataan yang berakibat tidak maksimalnya pemungutan pajak transaksi online.
Belum lagi, pasar e-commerce kita mendorong arus produk impor khususnya dari China.
Tak sedikit marketplace yang 90% barang dagangannya merupakan produk impor. Menurut data Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), sepanjang tahun 2017 lalu saja, hanya 6%–7% produk lokal yang mejeng di platform e-commerce.
Bahkan, BI pernah menemukan, salah satu e-commerce terbesar di Indonesia menjual 99% barang impor dari China. Bank sentral pun sempat memanggil toko online itu.
Di saat neraca transaksi berjalan alias current account masih mengalami defisit, jangan sampai perkembangan e-commerce yang pesat jadi bumerang.
Fenomena ini membuat para pelaku usaha lokal kesulitan bersaing di negeri sendiri. Selain kualitas produk, pengetahuan tentang teknologi internet yang lemah jadi hambatan pengusaha dalam negeri.
Sejatinya, Indonesia sudah punya Roadmap E-commerce yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Perdagangan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik.
Beleid ini jadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menetapkan kebijakan sektoral dan rencana tindak percepatan e-commerce.
Pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Apa saja yang akan pemerintah atur? Apakah pemerintah bakal mengatur juga barang-barang yang dijual di marketplace untuk mendorong produk lokal?
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Tjahya Widayanti menjelaskannya kepada wartawan Tabloid KONTAN Ragil Nugroho, Kamis (13/12). Berikut nukilannya:
KONTAN: Euforia Harbolnas masih terasa. Cuma, barang dagangan e-commerce saat ini masih didominasi produk impor. Menurut Kementerian Perindustrian, angkanya mencapai 90%, bahkan BI pernah menemukan ada satu marketplace yang 99% produknya barang impor. Kemdag akan mengatur barang dagangan e-commerce?
TJAHYA: Saat ini, pemerintah memang belum memiliki data resmi terkait pertumbuhan e-commerce di Indonesia. Termasuk, data mengenai besarnya perdagangan produk lokal maupun produk impor yang dilakukan melalui e-commerce.
Tapi memang, diperkirakan perdagangan produk-produk lokal masih dibawah 10%.
Melihat kondisi ini, Kemdag bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk para pelaku e-commerce dan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) terus berusaha mendorong peningkatan perdagangan produk lokal secara online.
KONTAN: Caranya?
TJAHYA: Misalnya, melalui kerjasama dalam memberikan edukasi dan pendampingan perdagangan online bagi pelaku usaha lokal khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kemudian, kerjasama dalam penyelenggaraan Hari Belanja Online Nasional Edisi Produk Lokal yang diselenggarakan 11 Desember lalu.
KONTAN: Kabarnya, Kemdag meminta para pelaku e-commerce kelak harus menjual 80% produk lokal. Bagaimana konkretnya?
TJAHYA: Saat ini, Kemdag masih dalam tahap mengimbau pelaku e-commerce untuk bisa membantu mendukung program pemerintah dalam mendorong peningkatan perdagangan produk lokal.
Beberapa pelaku e-commerce Indonesia sudah memiliki berbagai program rutin yang ditujukan untuk meningkatkan literasi pelaku UMKM akan e-commerce dan cara memanfaatkannya untuk meningkatkan penjualan mereka.
Program itu dilakukan melalui kerjasama dengan pemerintah maupun yang diselenggarakan secara mandiri.
Selain itu, Kemdag juga bekerjasama dengan pelaku e-commerce untuk mengkampanyekan cinta produk Indonesia melalui pelaksanaan Hari Belanja Online Nasional Edisi Produk Lokal yang diselenggarakan setiap 11 Desember dan merupakan bagian dari Hari Belanja Nasional (Harbolnas).
Di samping itu, pemerintah juga mendorong pelaku usaha e-commerce untuk ikut membimbing UMKM dalam memproduksi barangnya, kemudian membentuk brand-brand lokal yang mampu bersaing.
KONTAN: Cuma, menurut BPS, banyak pelaku e-commerce yang enggan didata. Pemerintah akan diam saja?
TJAHYA: Keengganan ini memang terjadi, karena bagi pelaku e-commerce, data merupakan aset penting mereka. Namun demikian, pelaku e-commerce juga perlu didorong untuk bisa memahami, bahwa pemerintah memerlukan data-data tersebut agar dapat mengambil kebijakan yang tepat.
Ini, kan, untuk mendorong pertumbuhan ekosistem industri e-commerce sendiri. Oleh karena itu, Kemdag sedang menyiapkan regulasi terkait kewajiban para pelaku usaha e-commerce untuk melakukan pendaftaran dan penyampaian data mereka.
KONTAN: Sejauh ini, bagaimana pertumbuhan e-commerce di tanah air?
TJAHYA: Pertumbuhan e-commerce di Indonesia sangat pesat. BI memperkirakan, transaksi e-commerce di Indonesia tahun ini total bisa mencapai Rp 144 triliun.
Bahkan, riset McKinsey berjudul The Digital Archipelago: How Online Commerce is Driving Indonesia’s Economic Development yang dirilis Agustus 2018 lalu memproyeksikan, pasar e-commerce Indonesia pada 2022 akan tumbuh jadi US$ 55 miliar atau Rp 808 triliun.
Kemdag melihat, e-commerce sebagai salah satu alat untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dan, e-commerce memberikan banyak peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bersifat inklusif.
KONTAN: Saat ini, seberapa besar peran e-commerce terhadap pertumbuhan?
TJAHYA: Kalau dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), memang masih di bawah 1%. Sedangkan kalau dibandingkan dengan konsumsi rumahtangga, sekitar 1,34%.
KONTAN: Ke depan, kontribusinya seberapa besar?
TJAHYA: Bisa tumbuh dua kali lipat terhadap PDB dalam lima tahun ke depan.
KONTAN: Lalu, apa tantangan utama e-commerce?
TJAHYA: Tantangan utama yang dihadapi adalah dalam menentukan langkah kebijakan yang tepat untuk mendorong e-commerce Indonesia terus tumbuh dan bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, Pemerintah melalui Perpres No. 74/2017 tentang Peta Jalan E-commerce telah menyusun arah dan langkah-langkah bagi 21 kementerian dan lembaga untuk menghadapi tujuh isu utama dalam mengembangkan e-commerce di Indonesia. Yaitu, isu perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia (SDM), pendanaan, perpajakan, infrastruktur komunikasi, logistik, dan keamanan siber.
KONTAN: Terus, bagaimana menciptakan aturan turunan biar tidak tumpang tindih, kan, ada 21 kementerian dan lembaga yang terlibat?
TJAHYA: E-commerce merupakan sektor yang relatif baru di Indonesia, namun pertumbuhannya sangat pesat dan masif.
Ini menjadi tantangan utama bagi pemerintah untuk bisa menghasilkan kebijakan yang tidak hanya ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi konsumen.
Juga, mampu menghasilkan kebijakan yang tidak menghambat pertumbuhan e-commerce. Dengan demikian, e-commerce bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru di masa yang akan datang.
Untuk itu, Kemdag dalam menyiapkan kebijakan di bidang e-commerce selalu melibatkan para pemangku kepentingan atau stakeholders terkait.
Antara lain Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, BI, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), Sekretariat Negara, Badan Pusat Statistik (BPS), asosiasi pengusaha, hingga perguruan tinggi.
KONTAN: Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) E-Commerce sendiri sudah sejauh mana?
TJAHYA: Saat ini, posisi RPP Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) telah selesai dibahas. Sekarang posisinya berada di Sekretariat Negara untuk diproses lebih lanjut dalam rangka pengesahan.
KONTAN: Apa saja yang menjadi poin penting dari PP E-Commerce kelak?
TJAHYA: PP PMSE akan mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam aktivitas perdagangan online.
Contohnya, kewajiban pelaku usaha e-commerce untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar mengenai produk yang ditawarkan. Lalu, kewajiban menyediakan layanan pengaduan.
PP tersebut bakal fokus mengatur e-commerce sebagai media dalam perdagangan secara elektronik. Oleh karena itu, kriteria mengenai barang-barang yang diperjualbelikan melalui e-commerce sebenarnya tidak diatur di dalam PP PMSE, melainkan mengikuti ketentuan yang ada.
Artinya, ketentuan terkait barang yang diperdagangkan di e-commerce akan mengikuti PP Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri.
Momen finalisasi aturan terkait e-commerce bersamaan dengan usaha pemerintah meningkatkan devisa di dalam negeri.
Ada beberapa upaya yang dilakukan, mulai menggenjot ekspor komoditas yang selama ini menjadi produk andalan Indonesia, memacu sektor pariwisata, hingga menekan impor, baik barang modal maupun konsumsi. Jadi, memang membutuhkan upaya bersama.
KONTAN: Setelah PP E-Commerce berlaku, Anda optimistis, beleid ini akan memberi dampak signifikan ke perdagangan dalam negeri?
TJAHYA: Tentu saja kami optimistis. Sebab, aturan ini, kan, sudah direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik. Namun, pengawasan di lapangan juga harus baik.
◆ Biodata
Riwayat pendidikan:
■ Sarjana Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB)
■ Master Policy Science Saitama University, Jepang
Riwayat jabatan:
■ Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
■ Kepala Pusat Pelayanan Informasi Ekspor Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
■ Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
■ Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
■ Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan.
* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di rubrik Dialog Tabloid KONTAN edisi 17-23 Desember 2018. Untuk mengaksesnya ilakan klik link berikut: "Produk Lokal Tak Ada 10% di E-Commerce"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News