kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Diversifikasi produk ekspor minim


Senin, 12 Maret 2018 / 13:13 WIB
Diversifikasi produk ekspor minim


| Editor: Tri Adi

Teori keunggulan komparatif David Ricardo menyatakan, suatu negara akan mendapatkan keuntungan lebih besar dalam perdagangan internasional bila melakukan spesialisasi pada produk ekspor yang memiliki keunggulan dibandingkan negara lain. Namun, Haussman dan Rodik menemukan, diversifikasi produk justru lebih berperan dalam menciptakan  perekonomian yang lebih resilient. Lebih jauh, negara yang cenderung diversifikasi produknya rendah dan mengandalkan ekspor komoditas akan lebih beresiko mengalami export volatility.

Indonesia termasuk negara dengan tingkat diversifikasi produk ekspor rendah dan sangat bergantung pada ekspor komoditas. Pada era tahun 1980-1990, tercatat ekspor utama Indonesia adalah bahan bakar minyak (BBM), gas dan kayu olahan. Sedikit perubahan terjadi pada tahun 2000 dengan masuknya pakaian jadi sebagai salah satu ekspor utama Indonesia selain hasil tambang minyak dan gas.

Satu dekade kemudian, keranjang ekspor Indonesia masih dikuasai barang mentah, meskipun komoditas beralih ke batubara dan sawit. Terakhir,  tahun 2017, juga masih menunjukkan pola sama. Besarnya peran ekspor komoditas  Indonesia disebabkan karena peran harga komoditas yang booming pada tahun 2011-2013.

Dibandingkan Indonesia, negara tetangga kita seperti Malaysia, Thailand dan Filipina mengekspor produk industri manufaktur dan bukan komoditas ekstraktif. Barang elektronik, mesin-mesin, kendaraan dan produk kimia adalah produk unggulan mereka. Produk-produk tersebut tergolong kompleks dan memerlukan teknologi tinggi. Negara-negara tersebut juga memanfaatkan global value chain di Asia Tenggara untuk meningkatkan perannya di perdagangan internasional.

Pada kasus Indonesia, ada dua produk industri yang menonjol sebagai komoditas ekspor unggulan (di luar ekspor komoditas), yaitu produk pakaian jadi dan komponen elektronika. Meskipun keduanya bukan ekspor tertinggi Indonesia, tapi eksistensinya terbilang penting karena termasuk 10 ekspor dengan nilai tertinggi. Mengembangkan kedua industri tersebut dapat meningkatkan diversifikasi produk industri dalam keranjang ekspor Indonesia dan meningkatkan peran Indonesia dalam global value chain.

Produk pakaian jadi satu-satunya produk industri yang bertahan sebagai ekspor unggulan Indonesia sejak 1980-an. Yang menarik, meskipun nilai ekspor pakaian masih besar, proporsi dalam total ekspor Indonesia terus menurun. Tahun 1995, share pakaian pada keranjang ekspor Indonesia mencapai 7,5% dan terus menurun hingga 4,9% pada 2017.

Sektor ini masih berperan cukup besar dalam ekspor Indonesia. Problemnya adalah, produk ini tidak kompetitif dibanding produk pakaian negara tetangga seperti Vietnam atau Bangladesh dengan upah pekerja lebih rendah. Selain itu, karena konten impor tinggi, industri pakaian jadi juga sangat rentan terhadap pelemahan rupiah.

Problem lain, tarif listrik yang cenderung naik membuat tingginya biaya produksi di Indonesia. Dukungan pemerintah dalam paket kebijakan ekonomi  membantu meningkatkan kembali industri ini ke masa jaya, apabila benar-benar diimplementasikan.

Peran industri lain yang cukup menonjol  adalah ekspor komponen elektronika dan industri kendaraan. Ekspor kedua sektor tersebut terlihat merangkak sejak tahun 2000. Menariknya, keduanya adalah industri dengan partisipasi global value chain tertinggi.

Pada 2016, global value chain menguasai 30% perdagangan dunia. Berpartisipasi dalam global value chain berarti ikut berpartisipasi menjadi bagian dari tren perdagangan global. Dukungan terhadap industri elektronik dan kendaraan  mendorong partisipasi Indonesia lebih besar dalam global value chain. Dukungan dapat berupa penghapusan tarif impor atau non-tariff barriers bagi bahan baku produk elektronik dan kendaraan. Jadi produk Indonesia memiliki harga kompetitif di pasar global.

Peran pemerintah sangat penting untuk memajukan industri manufaktur tersebut dan mendorong peningkatan diversifikasi produk ekspor. Dorongan dapat berupa penghapusan tarif impor bahan baku industri, bantuan peremajaan mesin-mesin, membuka perjanjian bilateral dengan negara partner dagang utama, dan lain sebagainya.  Tanpa hal tersebut, ekspor Indonesia akan terus menerus bergantung pada komoditas ekstraktif dan industri manufaktur tidak berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×