Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Tri Adi
Kemarin, bursa saham global berguguran. Salah satu penyebabnya adalah indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang terjun bebas sekitar 4,60% ke 24.345,75.
Net sell pada bursa saham Amerika Serikat (AS) juga menyeret Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks dalam negeri ditutup turun 1,69% ke 6.478,54.
Sebenarnya, koreksi ini wajar. Lantaran di 2018 ini, IHSG telah mengalami kenaikan yang cukup tajam. IHSG sudah berhasil menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa, yakni di 6.680,62. Wajar apabila koreksi DJIA dijadikan momentum untuk melakukan profit taking.
Di AS sendiri, bergulir sentimen kenaikan suku bunga The Federal Reserve. Dengan demikian, investor cenderung melakukan profit taking di instrumen yang dianggap berisiko, seperti saham, dan beralih ke instrumen lain.
Karena bursa saham global masih bergejolak dan net sell terjadi, investor mulai melirik instrumen safe haven. Sekarang, safe haven paling potensial adalah dollar AS. Saya melihat dollar AS masih berpotensi menguat terhadap mata uang di dunia, didorong sentimen kenaikan suku bunga The Fed.
Dibandingkan instrumen safe haven lainnya, dollar AS jauh lebih menarik. Pada komoditas, belum terlihat ada indikasi penguatan. Harga komoditas justru cenderung flat.
Emas memang termasuk komoditas safe haven. Tapi menurut saya emas penggunaan emas sebagai safe haven lebih tepat dilakukan jika terjadi perang atau pergolakan politik. Hal-hal tersebut bisa mendorong permintaan emas yang cukup tinggi. Nah, saat ini kondisi masih dalam keadaan kondusif. Jadi, arah investasi ke instrumen emas masih minim.
Saya melihat IHSG masih akan menunjukkan tren penurunan selama seminggu ke depan. Bagi investor yang belum masuk ke pasar saham, bisa wait and see terlebih dahulu. Namun, bagi investor yang sudah masuk di level bawah, lebih baik ambil keuntungan terlebih dahulu sebelum beralih ke instrumen lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News