Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Tri Adi
Untuk mewajibkan pelaporan data keuangan ke Ditjen Pajak memang penting untuk mempersiapkan infrastruktur. Sebab tanpa infrastruktur yang baik maka pelaporan juga akan sulit. Lalu trust bisa rendah karena ada kekhawatiran datanya bocor atau disalahgunakan.
Kepercayaan yang baik akan memudahkan Ditjen Pajak dalam melakukan analisis. Nah, menurut saya, tahun ini pelaporan lembaga keuangan untuk memberikan data keuangan nasabah kepada Ditjen Pajak pada April dan September nanti belum bisa maksimal. Tetapi setidaknya Ditjen Pajak sudah persiapkan infrastrukturnya.
Sekarang Ditjen Pajak harus punya identifikasi awal dan dianalisis siapa saja wajib pajak yang berisiko tinggi dan siapa saja wajib pajak yang berpotensi menambah penerimaan. Ketika data masuk, bisa digunakan terlebih dahulu wajib pajak yang berisiko tinggi tadi.
Laporan manual sekalipun sebenarnya tetap bisa dimanfaatkan. Yang terpenting SOP dan prosedur pemeriksaan disiapkan.
Soal nominal yang didapat memang belum akan besar. Tetapi harusnya bisa dibuat target, dari data yang ada dan dari kapasitas internalnya, bisa menindaklanjuti berapa wajib pajak. Itu harus punya roadmap. Sehingga tahun 2019 nanti sudah 100% siap.
Dari pertukaran data tahun ini saya perkirakan tambahan penerimaan Rp 50 triliun atau tak sampai 0,5% dari tax ratio. Sebab, memperhatikan waktu, April baru masuk. Kalau tahun depan semua sudah masuk, saya kira bisa ditargetkan tambahan penerimaan 1% dari tax ratio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News