kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,35   16,58   1.84%
  • EMAS1.325.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dua puluh tahun reformasi ekonomi


Rabu, 23 Mei 2018 / 14:37 WIB
Dua puluh tahun reformasi ekonomi


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Dua puluh tahun reformasi ditandai dengan menguatnya dollar AS atas rupiah menyentuh Rp 14.200. Semakin perkasanya dollar AS kali ini menjadi semacam de javu bagi ekonomi Indonesia mengingat dollar ketika reformasi juga sempat di kisaran Rp 14.000 - Rp 15.000-an. Meski tidak bisa dibandingkan secara apple to apple mengingat perbedaan situasi dan kondisi akan tetapi kondisi finansial tersebut menjadi warning bagi perjalanan ekonomi Indonesia.

Dalam tiga setengah tahun ekonomi dibawah pemerintahan Joko Widodo mencatatkan pertumbuhan yang masih positif di angka 5,07% pada tahun ini. Meskipun masih di bawah Filipina dan Vietnam, tapi not bad at all ditengah tren pelemahan ekonomi global.

Menjelang 20 tahun reformasi, ekonomi Indonesia mengalami tantangan yang cukup serius. Ditengah ekonomi global yang menghadapi pertumbuhan rendah atau secular stagnation, situasi makin runyam ketika proteksionisme dan perang dagang menguat. Selain itu tidak hanya faktor non ekonomi seperti dinamika geopolitik global terus dinamis seperti konflik Suriah, Korea, Timur Tengah, dan Laut China Selatan.

Situasi lebih berat juga terjadi di negara emerging market ketika situasi ekonomi global tak menentu. Ekonomi global juga mengalami fase akhir dari bulan madu harga komoditas mahal (boom comodity) pada kurun 2011-2012 serta adanya realisasi kebijakan tapper tantrum The Fed kurun waktu 2013 yang memukul kinerja ekonomi emerging market terutama Indonesia.

Kebijakan tapper tantrum The Fed masih menjadi bayang-bayang bagi perbaikan ekonomi Indonesia. Tercatat akibat tapper tantrum The Fed dollar terus menguat terhadap rupiah mencapai Rp 14.200 dan menjadi mata uang terparah di kawasan ASEAN. Dalam sepekan belakangan (13–19 Mei 2018) terjadi capital outflow sebesar Rp 3,4 triliun dari pasar modal sehingga memukul IHSG sebesar 2,9%.

Rapor perdagangan internasional juga menunjukkan kondisi tertekan dengan catatan defisit sebesar US$ 1,63 miliar atau terburuk sejak kuartal pertama 2014. Penyebab defisit perdagangan secara fundamental karena masih tergantung pada sektor komoditas dan pasar tradisional yang tidak banyak berubah.

Riset Sulthon Sjahril Sabaruddin dalam Penguatan Diplomasi Ekonomi Indonesia Mendesain Clustering Tujuan Pasar Ekspor Indonesia: Pasar Tradisional vs Pasar Non-Tradisional (Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 2017) yang menunjukkan bahwa semenjak tahun 1962 sampai dengan 2015, pasar ekspor Indonesia tidak banyak berubah.

Masih sesuai dengan jalur

Pasar tradisional Indonesia masih di negara-negara seperti Australia, Jerman, Italia, Jepang, Korea Selatan, Belanda, Singapura, Malaysia, Filipina, Inggris Raya, Amerika Serikat dan China. Padahal pasar global banyak mengalami perubahan mulai dari pergeseran pasar dari Barat ke Timur. Bahkan wilayah selatan seperti Asia Selatan dan Afrika mulai mencatatkan pertumbuhan ekonomi diatas pertumbuhan global.

Akan tetapi, apabila dilihat lebih makro, reformasi disektor ekonomi sebenarnya masih dalam jalur yang sesuai. Mulai dari pertumbuhan ekonomi masih tumbuh positif diatas pertumbuhan global, inflasi yang relatif rendah dan penurunan tingkat kemiskinan menjadi 26,58 juta jiwa dengan capaian dalam setahun pada 2017 mampu turun sebesar 1,18 juta jiwa. Memecahkan rekor penurunan terbesar semenjak 10 tahun belakangan.

Komitmen kuat pemerintah untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan ease of doing business ke peringkat 72 serta capaian investement grade dari lembaga Moody's, Standard & Poor's, dan Fitch Ratings yang menyatakan Indonesia layak investasi menjadi indikator membaiknya ekonomi Indonesia.

Capaian disektor ekonomi juga ditopang tingginya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat tingginya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah mencapai 80%. Modal pemerintah semakin membesar ketika komposisi partai pendukung pemerintah menguasai mayoritas kursi di parlemen.

Pekerjaan rumah yang krusial adalah merubah ketergantungan pada komoditas yang besar dalam perdagangan internasional menuju ekonomi berbasis manufaktur. Defisit perdagangan menjadi alarm bagi kinerja ekspor indonesia dimana struktur perdagangan internasional indonesia masih di dominasi komoditas sebesar 79,6%, manufaktur sebesar 8,6% dan servis sebesar 11,8% (2015).

Laporan World bank Kuartal II (2016) misalkan menyebutkan agregat perdagangan internasional indonesia ke pasar global selama 15 tahun hanya mencatatkan nilai sebesar 0,6%. Melihat hal tersebut, mendiversifikasi ekpor dan tujuan pasar ekpor ke pasar non tradisional dan untapped pasar sangat mendesak untuk diselesaikan.

Diluar aspek ekonomi, aspek geopolitik, keamanan dan politik menjadi ancaman yang serius bagi ekonomi Indonesia. Masih memungkinkan adanya ancaman instabilitas kawasan terutama konflik laut China Selatan yang berpotensi menganggu iklim bisnis menjadi ancaman geopolitik yang perlu diwaspadai. Yang paling mendesak adalah antisipasi ancaman non-tradisional seperti terorisme.

Serentetan aksi teror yang terjadi di Surabaya menjadi preseden buruk apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan cermat. Meski sampai sekarang dampak bom terhadap ekonomi masih relatif kecil seperti pelemahan IHSG sebesar 0,76% akan tetapi rasa tidak aman akan berdampak secara serius terhadap iklim bisnis di Indonesia.

Instabilitas politik domestik juga akan menguras energi dalam proses percepatan pembangunan ekonomi. Serangkaian kegaduhan di akhir tahun setidaknya memberikan pesan buruk bagi upaya reformasi ekonomi. Tahun ini Indonesia menghadapi serentetan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dan pemilihan presiden (pilpres) pada 2019. Selain itu, ancaman kebijakan populis di tahun politik juga akan menyandera upaya percepatan reformasi ekonomi.

Jadi teringat kata Prof Sadli saat mengomentari pemulihan ekonomi paska krisis 1998, ketertinggalan pemulihan ekonomi Indonesia daripada Thailand dan Korea lebih banyak disebabkan pada instabilitas politik yang mempunyai dampak pada perkembangan ekonomi secara luas (Cyrillus Harinowo, 2004). Dan semoga Indonesia mampu lepas landas setelah melewati 20 tahun reformasi.


Rafli Zulfikar
Peneliti Center for International Studies and Trade

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×