kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Edwin Sebayang, Ketua Umum AAEI: Saat ini waktunya menjadi value investor


Senin, 04 Juni 2018 / 18:08 WIB
Edwin Sebayang, Ketua Umum AAEI: Saat ini waktunya menjadi value investor
ILUSTRASI.


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Edwin Sebayang, Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI)

IHSG terus tertekan mengikuti nilai tukar rupiah yang anjlok. Sejak awal tahun alias year to date (ytd) hingga Rabu (9/5) lalu, indeks saham tercatat minus 7,58%.

Salah satu penyebabnya adalah keluarnya dana asing dari pasar modal kita. Memang, kejatuhan IHSG tidak terlalu dalam dibanding pelemahan mata uang garuda terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang menembus level Rp 14.000.

Setelah menukik ke posisi 5.700 pada perdagangan Selasa (8/5), IHSG memantul kembali.  Dalam penutupan perdagangan Rabu (9/5), indeks menguat 2,31% ke level 5.907,94.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang, investor lokal masih cukup kuat menopang IHSG. Seperti apa persisnya? Edwin menjelaskannya kepada wartawan Tabloid KONTAN Lamgiat Siringoringo di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (9/5) lalu. Berikut nukilannya:

KONTAN: IHSG anjlok dalam, apakah ini hanya faktor dana asing yang keluar?
EDWIN:
Secara umum, faktornya campuran. Yang jelas, karena ada kebijakan Presiden AS Donald Trump memotong pajak sehingga menarik dana emerging market. Sedang dari dalam negeri, ada dana dari asing yang keluar. Tentu saja, ini memengaruhi kinerja IHSG.

KONTAN: Bukannya pemain lokal kita cukup kuat menopang performa IHSG?
EDWIN:
Memang, ada fakta menarik seputar kejatuhan IHSG pada periode awal tahun ini. Sepanjang kuartal pertama 2018 lalu, muncul berbagai persoalan, mulai kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) hingga ancaman perang dagang AS dengan China.

Kondisi tersebut menyebabkan IHSG turun tetapi sempat masih bertahan di level 6.000-an. Artinya, sebenarnya investor domestik tahan terhadap goncangan.

Namun pertanyaannya berlanjut, seberapa kuat investor lokal mengisi ceruk dari tempat yang sudah ditinggalkan oleh investor asing. Karena, bicara dalam negeri, tidak bisa menyalahkan juga kalau ternyata pasar lokal merespons soal tarif listrik yang tidak dinaikkan, lalu harga bahan bakar minyak (BBM) juga tidak dinaikkan.

Begitu pun dengan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) sejumlah bahan pangan.

Semua kebijakan tersebut memang bagus untuk meredam inflasi dalam negeri. Tapi, pasar beranggapan, jika kebijakan itu terus dijalankan, maka keuangan negara akan tertekan karena subsidi semakin membesar. Pasar tidak suka dengan intervensi negara semacam itu.

KONTAN: Jadi sebenarnya, berbeda, ya, kekuatan investor asing di IHSG dengan di pasar obligasi dalam negeri?
EDWIN:
Kurang lebih asing di IHSG mungkin sebesar 45%, sisanya pemain lokal. Jadi memang, sebenarnya lokal lumayan kuat. Walau rupiah kelihatan anjlok, IHSG masih bisa ditopang kekuatan lokal.

Selain itu, kan, sebetulnya agak berbeda antara bond dan IHSG. Kalau bermain di pasar modal bisa menghitung harga intrinsik, ada value dari harga saham tersebut. Karena sebenarnya, banyak perusahaan di tahun ini yang sedang bertumbuh.

Jadi, di saham bisa dihitung berapa harga wajar dari saham-saham itu. Lihat saja laporan keuangan dari banyak emiten yang ternyata di tahun ini mulai banyak perbaikan dibandingkan dengan awal tahun kemarin.

Artinya memang, kondisi IHSG dengan dukungan pemain lokal yang cukup kuat masih bisa menopang kinerja. Sekarang tinggal menunggu respons dari pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan diri terutama investor asing yang masih ragu-ragu masuk ke pasar modal dalam negeri.

KONTAN: Fundamental emiten masih bagus, dong?
EDWIN:
Iya, IHSG turun memang lebih karena asing yang keluar, bukan akibat kinerja fundamental dari emiten yang jelek. Jadi, kalau investor murni yang mempunyai sifat jangka panjang, mereka malah senang dengan kondisi saat ini. Mereka bisa membeli saham sangat murah sekali. Margin of safety-nya sangat besar sekali.

KONTAN: Itu berarti, ada potensi dari harga-harga saham yang murah, ya?
EDWIN:
Yang jelas, jangan panik. IHSG memang secara hitungan masih sangat murah. Price to rarning (P/E) ratio IHSG sebanyak 15 kali. Atau, kalau bicara per emiten, seperti PTBA (PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk) yang P/E-nya 7 kali. P/E ADRO (PT Adaro Energy Tbk) 13 kali.

KONTAN: Lalu, bagaimana tren IHSG ke depan?
EDWIN:
Bicara ke depan, kita harus melihat penurunan IHSG bukan karena persoalan fundamental. Kalau memang ada dana masuk atau capital inflow, yang artinya asing kembali masuk, maka Desember nanti indeks bisa tembus 6.500. Jika pemerintah bisa menyakinkan investor lokal dan asing, maka IHSG akan kembali naik.

KONTAN: Kondisi apa yang bisa membuat asing kembali masuk pasar modal?
EDWIN:
Jadi, kalau dilihat, kan, asing membeli saham memang karena GDP (produk domestik bruto) negara kita meningkat, lalu laju inflasi juga terjaga. Dari sini bisa terlihat, berapa real growth-nya.

Baru masuk ke emiten Indonesia, seperti apa fundamentalnya dengan kondisi ekonomi yang terjaga. Asing juga bakalan melihat, bagaimana defisit neraca perdagangan kita.

Yang cukup penting, asing juga melihat kebijakan untuk melepaskan tarif listrik dan BBM ke mekanisme pasar. Ini karena mau pemilu, kebijakan pemerintah malah mengekang pasar.

Asing khawatir tidak bisa mendapatkan return normal dari pasar. Misalnya, mereka memegang emiten pakan ayam atau beras saat harga produknya diatur pemerintah. Kan, mereka jadi khawatir.

KONTAN: Kalau begitu, apa yang harus pemerintah kita lakukan untuk menyakinkan para investor asing?
EDWIN:
Pemerintah harus bersama-sama, tidak bisa sendiri. Pemerintah, Bank Indonesia (BI), Bursa Efek Indonesia (BEI) kompak mengatakan, dari sisi valuasi, saham memang masih sangat murah.

Soalnya, perusahaan bertumbuh dan laba bersih naik. Kalau memang ada imbauan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan, PT Asabri, PT Taspen untuk masuk ke pasar modal, berikan kepercayaan kepada mereka untuk bisa terus masuk ke pasar modal.

Lalu, bisa juga kebijakan buy back dari BUMN. Itu bisa memunculkan kepercayaan pasar terutama lokal. Karena sebenarnya, kalau dihitung, kan, saham masih murah.

KONTAN: IHSG Rabu (9/5) lalu sempat hijau. Faktor yang membuat indeks hijau?
EDWIN:
Pasar pada Rabu lalu memang merespons baik rencana kenaikan suku bunga acuan BI. Tapi, investor mana yang merespons rencana ini memang tidak tahu. Yang jelas, keinginan pasar agar BI 7-day repo rate naik bisa terlihat dari IHSG yang menguat.

Hanya secara keseluruhan, pasar modal tidak hanya menginginkan kenaikan suku bunga acuan. Karena sebenarnya, suku bunga acuan naik memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi negara kita juga. Jadi memang, perlu kehati-hatian soal kenaikan suku bungan acuan ini.

KONTAN: Tapi, apakah ada pengaruh kenaikan suku bunga acuan ke emiten?
EDWIN:
Untuk emiten yang utangnya kecil, tidak terpengaruh kenaikan suku bunga acuan BI. Memang, ada yang bisa tertekan yakni emiten yang pinjam dan punya utang dalam dolar. Jadi, strategi dalam memilih saham tetap penting.

KONTAN: Untuk investor, apa yang perlu mereka lakukan dengan situasi kini?
EDWIN:
Yang sekarang harus mereka lakukan adalah tidak perlu panik. Pertanyaan pertama, apakah orang-orang yang sudah punya saham saat ini mengenal saham yang sekarang mereka miliki?

Secara fundamental, bisnisnya seperti apa dari saham-saham itu? Karena saat ini adalah waktu yang tepat untuk menjadi value investor. Kalau memegang saham-saham yang fundamentalnya bagus, seperti BBCA (PT Bank Central Asia Tbk), BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk), harus tetap tenang.

Namun, kalau memang secara value dan fundamental tidak bagus, ya, harus berani switching, memang mesti selektif. Tentu saja, sambil mencari saham-saham mana lagi yang harganya masih murah dan punya prospek.

KONTAN: Sektor mana saja yang bagus prospeknya hingga akhir tahun nanti?
EDWIN:
Sektor pertambangan, perbankan, dan konsumer seperti rokok. Lalu, sektor konstruksi juga bagus lantaran kinerja mereka mulai kelihatan. Dari sektor industri dasar, juga bisa menjadi pilihan.

KONTAN: Kalau sektor yang perlu investor jauhi ?
EDWIN:
Sektor perkebunan seperti kelapa sawit, kemudian properti dan farmasi. Banyak yang harus dilihat dari pergerakan harga komoditas di dunia. Termasuk juga, pengaturan harga-harga di dalam negeri seperti pakan ternak. Ini sektor yang harus dijauhi dulu.        

Biodata

Riwayat Pendidikan:
■     Sarjana Ekonomi Universitas Satya Wacana Salatiga  
■     Master of Business Administration University of Exeter, Inggris

Riwayat Pekerjaan:
■     Anggota Komite Haircut Kustodian Penjaminan Efek Indonesia (KPEI)  
■     Treasury Manager Bank Dagang Nasional Indonesia  
■     Analis PT Evergreen Capital                                                
■     Kepala Riset MNC Sekuritas                                              
■     Ketua Bidang Pendidikan Asosiasi Analis Efek Indonesia
■     Ketua Umum Asosiasi Analis Efek Indonesia.                                    

** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 14-20 Mei 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Saat Ini Waktunya Menjadi Value Investor"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×