kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek rupiah


Selasa, 24 Juli 2018 / 14:03 WIB
Efek rupiah


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Tri Adi

Bank Indonesia (BI) sudah berupaya mengeluarkan semua resep agar kurs rupiah tak semakin terpuruk. Mulai dari menaikkan suku bunga acuan hingga mengaktifkan kembali instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tenor 9 bulan dan SBI tenor 12 bulan untuk menyedot lagi dana-dana asing.

Sejauh ini, resep bank sentral belum langsung cespleng membuat rupiah sontak perkasa. Terbukti pergerakan rupiah tak jauh dari level Rp 14.500 per dollar AS, walau bunga BI sudah naik. Bahkan, akhir pekan lalu, kurs rupiah sempat menyentuh Rp 14.530.

Suku bunga acuan BI yang sudah naik hingga 100 basis poin di tahun ini, belum cukup ampuh menahan tekanan atas rupiah, sehingga perlu instrumen moneter lain untuk menyangga rupiah.

Pelemahan rupiah ibarat dua sisi mata uang bagi ekonomi Indonesia. Kurs rupiah yang lemah bisa membantu mengatrol nilai ekspor Indonesia. Barang-barang ekspor Indonesia pun menjadi lebih kompetitif karena harganya murah di pasar internasional. Dengan kata lain, pelemahan rupiah juga bisa menjadi "senjata" juga untuk memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.

Namun, kurs rupiah yang kian lunglai juga mendatangkan beban berat bagi ekonomi Indonesia. Industri yang mengandalkan pasokan dari barang impor pasti akan terengah-engah dan bisa terpukul bila rupiah kian melemah. Belum lagi beban utang dalam dollar AS yang makin membesar kalau dollar AS terus menguat.

Masyarakat juga akan terbebani dengan kenaikan harga jual barang-barang yang memiliki komponen impor tinggi. Maklum, pelemahan rupiah membuat inflasi karena tingginya harga barang-barang yang dibeli dari luar negeri alias imported inflation.

Apalagi sejumlah pengusaha dari beberapa sektor industri pun sudah berancang-ancang menaikkan harga jual untuk mengimbangi pelemahan rupiah.

Nah disisi ini yang rada mengkhawatirkan yakni kalau masyarakat mengerem konsumsinya karena harga yang makin mahal. Sebab kita tahu, konsumsi masyarakat merupakan salah satu penggerak utama bahkan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Andai konsumsi masyarakat lesu dan daya beli kembali turun, jelas makin memperberat tugas pemerintah untuk menumbuhkan ekonomi lebih tinggi. Dus, kita tinggal berharap berbagai resep BI menstabilkan rupiah bisa manjur dan lekas terlihat hasilnya.•

Khomarul Hidayat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×