kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonomi film


Jumat, 26 April 2019 / 14:58 WIB
Ekonomi film


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Tri Adi

Demam Avengers: Endgame jelas masih berlangsung. Bukan cuma di Indonesia, juga di dunia. Maklum, film pahlawan super garapan Marvel Cinematic Universe itu baru tayang perdana secara serentak di bioskop di banyak negara, Rabu (24/4).

Maklum, film kelanjutan dari Avengers: Infinity War tersebut sudah ditunggu-tunggu para pecinta superhero besutan Marvel Cinematic. Tak heran, pengelola jaringan bioskop di tanah air memberi porsi gede pada Avengers: Endgame.

Bagaimana tidak? Film ini merupakan tambang uang buat pengelola jaringan bioskop. Mereka sudah membuka penjualan tiket Avengers: Endgame, baik secara online maupun offline sejak 16 April lalu untuk penayangan 2428 April.

Cuma, sumber uang pengelola jaringan bioskop bukan hanya film-film Marvel Cinematic atau Hollywood lainnya, karya sineas lokal juga. Tengok saja, film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1. Film yang rilis 2016 inisukses menyedot 6,85 juta penonton, rekor tertinggi yang belum terpatahkan. Lalu, Dilan 1990 dan Dilan 1991 masing-masing menarik 6,31 juta penonton dan 5,25 juta penonton.

Makanya, industri film di tanah air sangat bergairah. Tahun ini saja, sudah lebih dari 15 judul film lokal yang naik layar. Enam film di antaranya masing-masing mampu mengundang lebih dari satu juta orang untuk menonton di bioskop.

Bisnis perfilman pun jadi penggerek konsumsi masyarakat di tengah daya beli yang masih lesu. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menargetkan jumlah penonton film di bioskop tahun ini menembus 60 juta orang. Angka ini naik 15% dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebanyak 52 juta penonton.

Sebagai lokomotif utama, pemerintah memang harus mendorong konsumsi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menjaga inflasi tetap stabil dan rendah tentu sangat penting. Cuma, perlu juga mencermati pergeseran pola konsumsi masyarakat, dari kegiatan non-leisure (untuk berbelanja) ke leisure (buat bersenang-senang) seperti menonton film.

Apalagi, tantangan tahun ini tak kalah berat ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Peringatan dini keluar dari Bank Dunia yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2019, dari sebelumnya sebesar 5,3% menjadi 5,2%.

Tapi, Pemilu 2019 yang berlangsung aman seharusnya bisa menggairahkan perekonomian dalam negeri. Alhasil, ekonomi domestik bisa tumbuh lebih tinggi lagi.♦

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×