kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonomi lari


Senin, 01 Oktober 2018 / 14:31 WIB
Ekonomi lari


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Tri Adi

Akhir pekan ini, Jakarta bakal kedatangan lebih dari 2.800 atlet mancanegara belum termasuk delegasi (official) dan wartawan. Maklum, mulai 6 hingga 13 Oktober, Ibu Kota RI jadi tuan rumah Asian Para Games 2018.

Ribuan atlet itu berasal dari 41 negara di Benua Asia. Dan, pesta olahraga terakbar bagi penyandang disabilitas tersebut melombakan 18 cabang olahraga sekaligus memperebutkan 568 keping emas.

Memang, Asian Para Games 2018 tidak sebesar Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang, 18 Agustus–2 September lalu. Tapi, kehadiran ribuan atlet, delegasi, dan wartawan, syukur-syukur ada pendukung juga yang datang, di Asian Para Games ke-3 tentu bisa membantu menggerakan nadi perekonomian Jakarta.

Ya, olahraga tidak hanya menyatukan bangsa-bangsa lewat Asian Games dan Asian Para Games, misalnya, juga menggerakkan ekonomi. Apalagi, berolahraga sudah jadi gaya hidup alias lifestyle bagi sebagian masyarakat Indonesia. Mereka rela merogoh kocek dalam untuk melakoni gaya hidup sehat.

Contoh, olahraga lari yang semakin mewabah beberapa tahun belakangan di tanah air, terutama kota-kota besar. Meski kondang sebagai olahraga paling mudah dan murah, tetap banyak yang menghabiskan jutaan rupiah untuk berlari.

Duit itu buat membeli sepatu, baju, celana, dan pendukung olahraga lainnya, seperti jam tangan yang punya fitur navigasi global positioning system (GPS). Untuk produk-produk bermerk, tentu uang yang para pelari keluarkan total bisa mencapai belasan juta rupiah.

Itu baru peralatan lari, lo. Belum kalau mengikuti lomba lari, harus merogoh kocek lagi ratusan ribu rupiah untuk sekali event. Dengan catatan, acaranya digelar di dalam kota. Kalau di luar kota bahkan pulau, tentu uang yang pelari habiskan lebih banyak lagi. Terlebih, jika mereka memanfaatkan lomba lari di luar kota atau pulau sekalian untuk pelesiran bersama keluarga.

Dan, tawaran lomba lari tidak hanya ada satu atau dua saja setiap bulan. Tapi, bisa sampai 20 event per pekan, per pekan, ya, yang diselenggarakan di berbagai kota dan daerah. Pesertanya tiap lomba bukan cuma ratusan, melainkan ribuan bahkan belasan ribu pelari.

Enggak berlebihan, dong, bila olahraga lari menjadi sumber ekonomi baru, meski sumbangannya belum gede-gede banget. Apalagi, orang Indonesia yang terjangkiti virus lari terus bertambah yang lalu menjelma jadi gaya hidup.•

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×