Reporter: Chindy Puri | Editor: Tri Adi
Posisi nilai tukar rupiah saat ini sudah mencerminkan titik kesimbangan baru. Sebab, kisaran rupiah setahun terakhir berada di level Rp 13.300-
Rp 13.400 per dollar Amerika Serikat (AS).
Namun, titik keseimbangan ini tidak bisa disebut ideal atau tidak karena posisi tersebut dibentuk oleh pasar, dan masih volatil. Pekan lalu, misalnya, rupiah sempat menyentuh level tertingginya di Rp 13.156 per dollar AS. Tapi itu hanya sementara. Rupiah kembali ke level stabil di Rp 13.300-Rp 13.400 per dollar AS lagi.
Penguatan rupiah bisa berdampak negatif dan positif untuk para pengusaha. Contohnya, jika rupiah menguat, hal itu menguntungkan karena dari segi impor cenderung menurun.
Jika rupiah menguat kurang dari Rp 13.300 per dollar AS itu akan baik. Lantaran secara makro penggunaan dollar AS juga cukup besar dan membuat utang negara naik signifikan. Kalau rupiah menguat otomatis beban utang jadi lebih rendah. Sementara itu, jika rupiah tertekan, beban negara pun meningkat. Namun di sisi lain, eksportir bakal senang.
Saat ini, pengusaha lebih menyukai rupiah cenderung menguat. Sebab, impor turun dan ekspor Indonesia naik. Hal ini membuat cadangan devisa naik. Lalu, peredaran valuta asing relatif terkendala.
Nah, secara fundamental, ekonomi Indonesia saat ini cenderung positif yang menyebabkan rupiah tetap stabil di Rp 13.300- Rp 13.400 per dollar AS. Hanya kondisi luar biasa tertentu yang akan membuat rupiah bergerak fluktuatif.
Sentimen eksternal memang dapat menggangu kestabilan nilai tukar rupiah. Tapi itu bersifat sementara karena rupiah bisa kembali rebound.
Salah satu sentimen negatif dari eksternal adalah saat The Fed merealisasikan rencananya menaikan suku bunga acuan. Rupiah bisa tertekan sementara. Karena itu, saya rasa, rupiah idelanya berada di level Rp 13.100-Rp 13.300 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News