kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.933.000   17.000   0,89%
  • USD/IDR 16.378   49,00   0,30%
  • IDX 7.859   -31,86   -0,40%
  • KOMPAS100 1.103   -7,60   -0,68%
  • LQ45 822   -6,76   -0,82%
  • ISSI 265   -0,92   -0,35%
  • IDX30 425   -3,33   -0,78%
  • IDXHIDIV20 494   -1,99   -0,40%
  • IDX80 124   -0,75   -0,60%
  • IDXV30 131   0,35   0,27%
  • IDXQ30 138   -0,83   -0,60%

Empat hari kerja dan produktivitas


Senin, 02 April 2018 / 15:47 WIB
Empat hari kerja dan produktivitas


| Editor: Tri Adi

Sistem empat hari kerja dalam seminggu bisa menjadi salah satu pilihan yang akan diadopsi banyak perusahaan di masa depan. Ini demi memacu produktivitas dan mendorong para pekerja dalam menggapai apa yang disebut sebagai work-life balance, yaitu keseimbangan antara kehidupan keluarga dan kehidupan kerja.

Seperti kita ketahui, sistem kerja dewasa ini masih banyak diterapkan di berbagai perusahaan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, adalah lima hari kerja dalam seminggu. Dengan total bekerja biasanya selama 40 jam per minggu. Bisa lebih kala melakukan lembur.

Namun, sejumlah perusahaan di beberapa negara saat ini telah mulai menjajaki kemungkinan penerapan sistem kerja empat hari dalam seminggu. Perusahaan yang tengah menguji coba sistem empat hari kerja dalam seminggu adalah Perpetual Guardian, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perwalian (trustee) di Selandia Baru.

Sejak awal Maret 2018 lalu, Perpetual Guardian mulai melakukan uji coba empat hari kerja sepekan melibatkan lebih dari 200 karyawan. Dengan sistem empat hari kerja itu, para karyawan dalam sepekan hanya bekerja selama 32 jam. Meski begitu, upah maupun tunjangan mereka tetap sama seperti mereka bekerja selama 40 jam dalam seminggu.

Apabila uji coba ini dianggap berhasil, maka mulai Juli 2018 mendatang, perusahaan ini akan secara resmi mengadopsi sistem empat hari kerja dalam seminggu. Selain di Selandia Baru, sistem empat hari kerja dalam sepekan sempat diujicoba di sejumlah negara lain seperti di Jepang dan Amerika Serikat. Juli tahun lalu,The Straits Time sempat melaporkan ihwal beberapa perusahaan di Jepang yang memberikan peluang kepada para karyawannya untuk bekerja dengan sistem empat hari kerja dalam seminggu, dengan durasi kerja selama 10 jam per hari.

Menurut Ryan Carson, bos besar dari Treehouse, perusahaan rintisan yang bergerak di bidang teknologi pendidikan yang berbasis di Orlando, Florida, Amerika Serikat, seperti dikutip The Atlantic, para karyawannya menjadi lebih bahagia dan lebih produktif ketika ia menerapkan sistem empat hari kerja dengan durasi total 32 jam kerja seminggu sejak beberapa tahun lalu. Menuntut karyawan bekerja selama 40 jam per minggu kurang manusiawi.

Apa yang disampaikan Ryan Carson boleh jadi benar. Bagaimanapun, manusia bukan robot. Selama ini, karena tuntutan pekerjaan, tidak sedikit pekerja yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu.

Dengan waktu 40 jam kerja atau lebih per minggu, tidak sedikit pekerja yang justru mengalami kelelahan fisik maupun kelelahan mental, yang berujung pada timbulnya stres dan gangguan tidur sehingga menyebabkan penurunan produktivitas. Kita juga tahu hidup bukan hanya urusan kantor dan pekerjaan. Tapi, ada juga urusan lain, seperti keluarga maupun rumahtangga, yang harus mendapat perhatian dengan porsi yang memadai.

Persoalannya, bagaimana menyelaraskan urusan keluarga dan rumahtangga dengan  dunia kerja yang kadang sangat menyita waktu para pekerja. Tidak jarang urusan keluarga dan rumahtangga menjadi terbengkalai dan menimbulkan persoalan serius yang boleh jadi lantas turut mengganggu keharmonisan kehidupan keluarga. Para pekerja kantoran umumnya memang selalu dihadapkan pada persoalan bagaimana menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kehidupan dunia kerja mereka. Faktanya, sejauh ini, tidak sedikit pekerja yang sudah berkeluarga lantas menghadapi kesulitan dalam menyeimbangkan keduanya.

Kerja jarak jauh

Dalam sebuah survei oleh Public Policy Polling (PPP), sebuah lembaga jajak pendapat yang bermarkas di Raleigh, North Carolina, Amerika Serikat, menunjukkan 76% responden menyatakan bahwa urusan pekerjaan cenderung kurang memberikan peluang yang memadai bagi para pekerja dalam hal ikut menyeimbangkan kehidupan keluarga mereka.

Mulai diliriknya sistem empat hari kerja oleh sejumlah perusahaan barangkali menjadi kabar baik bagi para pekerja yang selama ini dihadapkan pada kesulitan menyeimbangkan antara urusan pekerjaan dengan urusan keluarga dan urusan rumahtangga mereka.

Menurut Greg Kratz, kolumnis bisnis yang kini lebih fokus menyoroti persoalan work-life balance, pengadopsian sistem empat hari kerja memiliki beberapa keuntungan.

Pertama, menjadi lebih kompetitif dalam hal perekrutan calon karyawan. Sebuah kajian yang dilakukan tahun 2016 silam, menyimpulkan bahwa 41% calon karyawan melihat aspek keseimbangan kehidupan keluarga dan kerja sebagai hal paling berharga yang mereka dambakan ketik mencari sebuah pekerjaan. Maka, boleh jadi perusahaan yang mengadopsi sistem tersebut bakal lebih menarik di mata para calon pencari kerja.

Kedua, karyawan lebih sehat dan bugar lantaran cukup istirahat dan rileksasi. Ini bakal ikut berkontribusi bagi peningkatan kondisi kesehatan dan kebugaran karyawan, yang pada gilirannya akan berimbas pada peningkatan produktivitas kerja.

Ketiga, menaikkan keuntungan perusahaan. Karyawan yang lebih sehat dan lebih bugar bisa mampu melayani pelanggan lebih prima, sehingga dapat menghindari penurunan jumlah customer. Selain itu, karyawan yang lebih sehat dan lebih bugar akan ikut menurunkan biaya kesehatan yang mesti dikeluarkan perusahaan.

Di samping sistem empat hari kerja, kini, berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sejumlah pekerjaan dapat dilakukan dari jarak jauh (telework). Dengan demikian, seorang pekerja yang melakukan telework sama sekali tak perlu harus pergi-pulang kantor tiap hari. Tapi bisa di tempat tinggal.

Melakukan telework lebih besar kemungkinan terbebas dari ancaman stres. Selain itu dapat menghemat anggaran karena tidak perlu mengeluarkan ongkos transportasi serta lebih dapat memelihara kedekatan dengan anggota keluarga sehingga kualitas interaksi dengan keluarga bisa dicapai dengan maksimal. Pada gilirannya akan makin meningkatkan keharmonisan keluarga, dam efeknya kepada peningkatan produktivitas kerja.

Kajian yang dilakukan di sejumlah negara, di mana banyak perusahaan yang telah melaksanakan sistem kerja telework, menunjukkan bahwa rata-rata produktivitas kerja meningkat hingga 20%. Telework juga mengurangi tingkat kemangkiran karyawan. Di samping itu, dengan sistem telework, perusahaan atau instansi dapat membuat sejumlah penghematan seperti penghematan biaya listrik dan air, sewa gedung maupun lahan parkir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×