kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Era Asuransi Digital di Indonesia


Kamis, 31 Oktober 2019 / 19:18 WIB
Era Asuransi Digital di Indonesia


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Industri asuransi adalah industri global. Sebagaimana karakteristik industri jasa keuangan, maka perkembangan industri ini dipengaruhi oleh kondisi di negara serta di wilayah regional, bukan saja terhadap praktik bisnis, namun juga peraturan yang berlaku.

Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan industri asuransi yang fluktuatif dari tahun ke tahun seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semester I-2019 mencatatkan total premi asuransi mencapai Rp 221,14 triliun, naik 3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni premi asuransi jiwa Rp 81,56 triliun dan premi asuransi umum Rp 40,13 triliun. Khusus untuk asuransi umum sendiri mengalami pertumbuhan yang signifikan 20% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Sebagai pembanding tingkat pertumbuhan premi asuransi umum di negara-negara industri maju adalah antara 1,5% dan 2%, sementara di pasar negara berkembang diprediksi pertumbuhan tahunan antara 3% dan 4%. Pengecualian bagi negara berkembang adalah Asia, mengingat tingkat pertumbuhan tinggi yang berkesinambungan di India, Indonesia dan terutama China, wilayah tersebut akan mencapai tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 7% per tahun dalam jangka panjang.

Sementara itu pasar asuransi jiwa dunia dipimpin oleh negara Indonesia, Rusia dan China, tingginya tingkat pertumbuhan asuransi jiwa dan kesehatan selama beberapa tahun terakhir kemungkinan akan berlanjut.

Riset yang dilakukan oleh Munich Re terbaru tahun ini menyebutkan bahwa segmen pasar kelas menengah di Asia Pasifik mengalami pertumbuhan, sehingga menciptakan peluang bagi perusahaan asuransi. Asuransi ritel rumah tinggal di wilayah ini akan tumbuh lebih cepat dan melampaui Amerika Utara di tahun 2023. Tingkat penetrasi asuransi di pasar berkembang Asia Pasifik, termasuk India, Indonesia, China daratan dan Malaysia akan cenderung naik. Pada kondisi inilah kemudian disrupsi di industri asuransi sudah mulai banyak terjadi.

Saluran distribusi pemasaran asuransi akan lebih banyak menggunakan digital. Hal ini mengakibatkan lanskap distribusi asuransi berubah. Di asuransi jiwa, saluran tradisional tetap dominan di pasar yang sudah matang seperti Australia, Hong Kong, Singapura, dan Jepang, tetapi di pasar berkembang seperti China daratan, India, Malaysia dan Indonesia, saluran digital menjadi lebih menonjol.

Sejak tahun 2014, preferensi konsumen di Asia Pasifik menekan perusahaan asuransi untuk memprioritaskan digital dalam menjual asuransi. Di seluruh wilayah, terutama mereka yang muda dan aktif secara digital, terbuka untuk membeli asuransi dari pendatang baru, termasuk yang dari luar industri asuransi.

Kapitalis ventura bahkan membantu mendorong tren digital dengan mengumpulkan US$ 3,8 miliar untuk asuransi Asia Pasifik lima tahun terakhir. Perusahaan asuransi digital China, ZhongAn, yang memiliki lebih dari 400 juta pelanggan dan go public tahun 2017 menjaring sekitar US$ 2,4 miliar.

Di India, pasar digital Policybazaar telah mengumpulkan sekitar US$ 365 juta pada periode yang sama. Perusahaan asuransi multinasional dan domestik membentuk perjanjian bancassurance untuk mendapatkan akses ke jaringan distribusi bank lokal, terutama di Nepal dan India. Di Singapura, Chubb baru-baru ini membentuk perjanjian bancassurance dengan bank regional DBS untuk mengembangkan dan menguji produk asuransi mikro yang inovatif, seperti perlindungan terhadap ancaman dunia maya.

Peran ekosistem

Dalam proses bisnis asuransi akan muncul ekosistem, yaitu jaringan yang berpusat pada pelanggan, yaitu produk dan layanan ditawarkan oleh berbagai pemain. Inti ekosistem adalah platform atau sistem yang memudahkan integrasi. Di seluruh Asia Pasifik, sekitar 90% konsumen asuransi otomotif, rumah, kesehatan, dan jiwa terbuka terhadap gagasan ekosistem jasa, dan di banyak negara, mayoritas menginginkan perusahaan asuransi menyediakan layanan tersebut.

Dengan margin terluas di antara tiga wilayah utama dunia, pelanggan di kawasan Asia Pasifik yang menggunakan dan menyukai layanan ekosistem memberi perusahaan asuransi mereka ke peringkat loyalitas tertinggi. Perbedaan menonjol dengan yang tidak menggunakan layanan ekosistem tampak pada konsumen asuransi jiwa dan mobil.

Permintaan terhadap jasa ekosistem ini telah memacu kemitraan baru, karena perusahaan asuransi yang ada berusaha untuk meningkatkan kemampuan yang dikembangkan oleh perusahaan asuransi, penyedia kesehatan, distributor dan pemain platform.

Misalnya, AIA membuat perjanjian dengan WeDoctor, platform perawatan kesehatan berkemampuan teknologi terkemuka di China, untuk memberikan akses kepada pelanggan AIA ke layanan online WeDoctor dan jaringan penyedia layanan kesehatan. Di Australia, RACQ, klub mobil dan organisasi timbal balik, telah mengembangkan ekosistem yang menawarkan asuransi kepada para anggota, bantuan di pinggir jalan, dan layanan perjalanan, rekreasi dan perbaikan rumah.

Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan oleh Dr Schanz, Alm & Company dengan responden Chief Executive Officer perusahaan asuransi di negara-negara ASEAN, yang dimuat dalam ASEAN Insurance Pulse 2019, disebutkan bahwa digitalisasi industri asuransi adalah pendekatan strategis yang disiapkan oleh semua perusahaan asuransi dalam rangka era digital kedepan.

Dalam pelaksanaannya dapat membuat platform sendiri maupun berkolaborasi dengan perusahaan start up yang sudah ada. Hal yang menarik adalah penggunaan digitalisasi tersebut dapat menurunkan biaya akuisisi rata sekitar 20% dari pendapatan premi.

Adapun produk asuransi yang akan segera terkena dampak dari digitalisasi adalah lini bisnis asuransi kecelakaan diri dan asuransi kendaraan bermotor, karena kedua lini bisnis ini relatif sederhana memiliki frekuensi transaksi besar dibandingkan dengan produk asuransi lainnya.

Hasil riset Price Waterhouse Coopers yang dipublikasikan tahun 2019 menyebutkan bahwa industri asuransi akan mengalami tren disrupsi terbesar dalam lima tahun kedepan dibandingkan beberapa industri lainnya. Disrupsi tersebut akan mengubah pola pikir serta proses bisnis asuransi.

Kalau selama ini selalu dikatakan bahwa regulasi selangkah di belakang perubahan teknologi, maka pendapat tersebut harus segera diubah. Skema sandbox yang difasilitasi regulator dapat memberikan asistensi dan proteksi agar implementasi insurtech dapat berkembang.

Perusahaan asuransi juga harus mengubah produknya agar market driven, karena masyarakat akan cenderung memilih produk asuransi sesuai dengan kebutuhannya saja. Produk-produk asuransi individual sudah tidak dapat lagi menggunakan polis standar. Dalam era economic sharing, kolaborasi adalah strategi distribusi yang tepat untuk mengefisienkan biaya rata-rata. Dengan profit & cost sharing, bisnis akan dapat terjaga kelanjutannya.

Penulis: Dody AS Dalimunthe
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×