kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fintech lending dan idealitas tim sukses usaha


Jumat, 02 November 2018 / 15:42 WIB
Fintech lending dan idealitas tim sukses usaha


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Layanan kredit oleh lembaga fintech atau tekfin sudah semakin masif. Per Juni 2018, fintech lending telah menggelontorkan dana sekitar Rp 7,64 triliun, naik 298,44% dibandingkan dengan Desember 2017 yang mencapai Rp 2,56 triliun. Salah satu penopang adalah makin banyaknya tekfin dan mendaftarkan diri ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harian KONTAN (20/08) mencatat, per Agustus 2018 sudah ada 66 tekfin yang resmi terdaftar dan mengantongi izin OJK, serta 62 fintech yang berpotensi mendaftar.

Lika-liku dan suka-duka proses perkreditan sebagaimana yang lebih dulu dialami lembaga perbankan konvensional mulai mereka alami. Mulai dari pemilihan debitur yang kurang tepat, penipuan data oleh calon peminjam, pergeseran sepihak penggunaan dana pinjaman alias penyelewengan kredit dan lainnya.

Dibandingkan dengan prosedur perbankan yang masih memerlukan survei untuk mendapatkan kepercayaan pemutus kredit, model pemberian kepercayaan oleh fintech lending justru jauh lebih moderat. Mayoritas fintech lending merasa tidak perlu melakukan prosedur survei (on the spot). Meski untuk kredit ritel dan menengah, sebagian tekfin menetapkan standar survei.

Sistem itu tidak berlaku di perbankan. Analisis pemenuhan aspek 5Cs (character, capasity, capital, condition, dan collateral) dilakukan secara ketat. Karena sumber dana kredit dari dana nasabah.

Ini yang tampaknya terjadi di layanan pinjaman oleh fintech sekarang ini. Pengambilan keputusan yang menggunakan proses rantai pendek berjalan relatif mulus. Proses pencairan kredit hingga efektif menjadi modal usaha pun mampu dilaksanakan secara cepat. Jarak antara lokasi peminjam dan lembaga pemberi pinjaman tidak lagi menjadi isu.

Tingkat kepercayaan fintech lending yang luar biasa tinggi ini harus dijawab dengan kualitas kredit yang sama tingginya. Apakah terbukti? Sejauh ini fluktuasi masih terjadi. Coba lihat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) fintech lending Desember 2017 di angka 0,99%, melompat drastis menjadi 1,2% pada Januari 2018. NPL kembali membaik di akhir April 2018 (0,53%), lantas kembali di kisaran 1% pada bulan Agustus 2018.

Alasan Ketua Satgas P2P Lending Asosiasi Fintech Indonesia Reynold Wijaya pada awal tahun lalu adalah, profil risiko kredit yang lebih tinggi, karena fintech lending mengambil segmen UMKM yang tidak bankable. Profil risiko yang tinggi ini menciptakan kecenderungan suku bunga yang tinggi, yakni antara 19% - 20%.

Lepas dari itu semua, optimisme OJK, NPL fintech lending akan bisa dikendalikan dengan baik sampai akhir tahun 2018 di kisaran 1% menjadi sebuah harapan yang menjanjikan. Menjanjikan terus bergulirnya pinjaman mudah oleh tekfin yang terbukti mampu menghidupkan dan mengakselerasi pertumbuhan UMKM di Indonesia. Pemilik dana semakin yakin bahwa investasi-nya di peer to peer lending bukanlah investasi yang membahayakan atau merugikan.

Tim sukses usaha

Seperti sudah disinggung di atas, salah satu hal yang membedakan layanan pasca pencairan kredit antara fintech lending dengan perbankan konvensional adalah keberadaan pola pendampingan yang dilakukan perbankan konvensional, belum dilakukan tekfin. Padahal, pola pendampingan seperti inilah yang hingga saat ini diyakini memberi kontribusi besar atas terjaganya angka NPL perbankan dari perkembangan yang lebih buruk. Testimoni para debitur bank menyebutkan, bahwa mereka merasa sangat terbantu dengan adanya pola pendampingan ini.

Nah, seperti apa pola pendampingan yang biasa dilakukan bank, yang saat ini belum dilakukan oleh fintech lending?

Pertama, bank bisa berperan sebagai konsultan usaha. Meskipun tidak secara langsung terjun dalam suatu bentuk usaha, bank memiliki tim ahli yang memiliki pengetahuan mendalam tentang berbagai sektor usaha. Para punggawa atau pengelola akun kredit di bank dibekali pengetahuan yang cukup untuk memahami seluk beluk suatu jenis usaha.

Bagi bank, keterbukaan antara debitur dengan pihak bank merupakan hal yang wajib dikembangkan. Tujuannya, memonitor sekaligus menjamin adanya informasi yang benar mengenai kondisi usaha si nasabah. Monitoring sendiri mutlak diperlukan untuk menjamin bahwa si debitur benar-benar menggunakan dana pinjaman untuk pengembangan usaha.

Kedua, keberadaan bank dan jaringannya bisa dimanfaatkan sebagai mediator bisnis. Bank merupakan salah satu institusi keuangan yang rajin dan rutin mengadakan temu nasabah atau business gathering. Kalaupun tidak di dalam forum yang formal, mediasi biasa dilakukan bank dalam forum yang lain, seperti forum olahraga, travelling ataupun sekedar ajang culinary experiences. Di situlah seringkali terlahir networking antar debitur, yang berujung pada terciptanya kerjasama bisnis baru dan menguntungkan.

Ketiga, bank bisa menjadi perekomendasi, baik kepada calon rekanan bisnis maupun rekomendasi melalui pemanfaatan fasilitas perbankan yang dimiliki. Referensi bank, surat dukungan dan bank garansi bisa dipakai untuk alat rekomendasi.

Keempat, keberadaan produk perbankan merupakan pendukung transaksi yang sangat efektif. Pemanfaatan cek dan bilyet giro misalnya. Selain mempermudah debitur mengatur arus keuangan bisnisnya, penggunaan cek dan bilyet giro mampu meningkatkan bonafiditas debitur sebagai pengusaha yang layak dipercaya. Sebab seperti kita tahu, kedua instrumen transaksi itu tidak serta merta diberikan kepada nasabah tanpa melalui screening kepercayaan yang ketat.

Di luar kedua contoh instrumen transaksi di atas, layanan jasa perbankan seperti jasa transfer, RTGS (real time gross settlement), payroll system dan cash management system adalah sedikit dari banyak jasa yang otomatis bisa digunakan oleh debitur.

Kelima, sebagai sarana pendidikan. Dalam konteks pendampingan, bank seringkali mengadakan pelatihan yang bersifat compliment untuk para nasabahnya. Seminar, pendidikan kelas, workshop, lokakarya dan sebagainya seputar strategi pengembangan usaha, diharapkan bisa meningkatkan kapabilitas usaha para debitur.

Keenam, bank bisa membantu promosi produk ataupun jasa para debitur. Baik itu melalui pengikutsertaan nasabah di pameran kewirausahaan dan acara-acara korporat, penyediaan website khusus untuk sekedar memajang profil nasabah ataupun menampilkan katalog produk barang dan jasa nasabah, dan bahkan mendampingi nasabah memasuki dunia e-commerce yang sudah menjadi keniscayaan di hari ini.

Keenam profil lembaga kredit sebagai tim sukses usaha seperti inilah yang semestinya mulai dipikirkan oleh fintech lending, untuk memastikan bahwa mereka bukan sekedar jembatan bagi pengusaha dengan investor. Namun benar-benar bisa menjelma menjadi lembaga financial intermediary yang memastikan UMKM Indonesia naik kelas.•

Fajar S. Pramono
Assistant Vice President Sebuah Bank BUMN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×