kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Fithra Faisal, Pengamat UI: Dampak lanjutan perang dagang AS yang mengkhawatirkan


Senin, 06 Agustus 2018 / 15:41 WIB


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Perang dagang antara AS dengan China akhirnya benar-benar pecah. Tentu saja, perseteruan dua raksasa ekonomi dunia tersebut bakal membawa dampak yang luas, termasuk ke Indonesia.

Apa saja efeknya? Lalu, pemerintah harus melakukan apa? Pengamat Perdagangan Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menyampaikan analisisnya kepada wartawan Tabloid KONTAN Lamgiat Siringoringo, Kamis (12/7).

Menurut Fithra, perang dagang AS-China harusnya jadi momentum Indonesia untuk masuk ke pasar ekspor nontradisional seperti Afrika.
Berikut nukilannya:

KONTAN: Apa efek perang dagang AS-China yang paling terasa buat Indonesia?
FITHRA:
Kalau melihat dampak langsung, tidak akan segera terasa. Perdagangan internasional Indonesia tidak terlalu besar pengaruhnya ke produk domestik bruto (PDB). Sebab, sebagian besar dari konsumsi. Kontribusi ekspor dikurangi impor ke PDB kurang dari 2%.

Hasil perhitungan saya, kontraksi dari perang dagang AS-China cuma 0,1%. Artinya, kalau pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,2%, kelak cuma 5,1%. Jadi, dampak perang dagang tidak terlalu signifikan.

Tapi, kalau melihat dampak lanjutannya cukup mengkhawatirkan. Secara makro, jika dilihat, AS dan China adalah dua pemain besar.

Potensi pertumbuhan ekonomi global, menurut ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) tahun ini sebesar 3,9%. Kalau perang dagang meluas, ada kontraksi sekitar 0,8%.

Jadi, hanya tumbuh 3,1%. Soalnya, China dan negara-negara emerging market sangat mengandalkan perdagangan internasional. Beda dengan Indonesia. Maka, kontraksinya beda dengan negara lain.

KONTAN: Dampaknya ke Indonesia kelak besar, ya?
FITHRA:
Yang akan langsung terasa dan sekarang sudah terasa ke nilai tukar rupiah karena ada ekspektasi negatif. Tambah lagi, kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed.

Selain itu, volatilitas rupiah juga lantaran defisit neraca transaksi berjalan. Dengan ada perang dagang, potensi mitra ekspor tradisional Indonesia akan mengkerut.

Yang selama ini menopang surplus neraca dagang kita, kan, ekspor ke AS. Apalagi, AS juga akan mengevaluasi barang-barang impor dari kita.

Selain AS, China merupakan mitra tradisional Indonesia dan keduanya masuk 10 besar dari seluruh negara yang dituju Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun impor.

Malahan, neraca dagang Indonesia dengan AS mencetak surplus. Makanya, akan berbahaya jika memang ada tekanan dari perang dagang yang membuat surplus bisa berkurang.

KONTAN: Ditambah langkah AS yang mengevaluasi insentif tarif terhadap 124 produk kita, dampak perang dagang kian berbahaya, dong?
FITHRA:
Presiden AS Donald Trump memang mencoba mengevaluasi kebijakan perdagangan untuk Indonesia. Walaupun sebenarnya, tidak terlalu signifikan dari total nilai perdagangan dengan AS.

Saya rasa, itu hanya sebuah gimmick bahwa AS menginginkan koneksi yang lebih bilateral. Jadi, perlu bicara lagi secara bilateral. Ini menjadi gertakan dan menunjukkan power mereka. Dan, ini juga menjadi warning untuk tidak dekat dengan China.

KONTAN: Pemerintah perlu melakukan tindakan apa?
FITHRA:
Tidak ada solusi jangka pendek. Semuanya solusi jangka panjang. Namun yang harus segera pemerintah lakukan saat Trump mengevaluasi kebijakannya, memang harus segera meresponsnya.

Jangan sampai terlambat. Saat ini, pemerintah perlu wait and see. Dampaknya langsung baru ke nilai tukar. Untuk jangka panjang, perlu penguatan regional dan mencari alternatif ke negara-negara mitra yang bukan tradisional.

Pemerintah selama ini memang sudah sering mengatakan, akan mencari alternatif tapi tidak konkrit.

KONTAN: Benar-benar tidak konkrit rencana itu?
FITHRA:
Iya, karena ada keengganan dari pemerintah dan pengusaha untuk masuk ke negara-negara nontradisional. Tapi, ini perlu dilakukan karena membantu mengurangi ketergantungan ke negara tradisional, seperti AS dan China.

KONTAN: Negara mana saja yang bisa menjadi alternatif untuk ekspor Indonesia?
FITHRA:
Kami sudah pernah melakukan kajian. Ada beberapa negara yang bisa menjadi incaran. Di Benua Afrika, ada Nigeria, Angola, Afrika Selatan, Pantai Gading, dan Etiopia.

Memang, Etiopia negara miskin namun ekonomi mereka tumbuh 8%. Di kawasan Amerika, ada Kanada, Brasil, Chili, dan Meksiko. Di Asia, ada Azerbaijan, Uzbekistan. Lalu, negara-negara Eropa Timur juga Australia, serta Selandia Baru.

KONTAN: Produk apa saja yang bisa Indonesia ekspor ke negara-negara tersebut?
FITHRA:
Memang terbatas, seperti CPO, hasil pertanian, tekstil, produk kehutanan dan perikanan. Bisa juga produk elektronika dan traktor yang jadi incaran di Afrika karena harganya murah.

Sudah ada contohnya, traktor kita masuk ke Namibia. Karena karakternya mirip, beda dengan produk buatan Eropa dan Amerika. Lalu, produk makanan instan juga diminati di negara-negara Afrika dan dunia ketiga.

KONTAN: Kalau untuk kerjasama regional, apa saja yang perlu kita perkuat?
FITHRA:
Sudah selayaknya Indonesia menguatkan ASEAN dan mengajak negara-negara besar di kawasan Timur untuk bergabung dalam skema ASEAN+3 yakni China, Jepang, dan Korea Selatan.

Dengan fakta bahwa negara-negara yang tergabung dalam ASEAN+3 memiliki porsi intra perdagangan lebih dari 60%, maka proses integrasi di kawasan tersebut tentu saja sangat menjanjikan.

Dalam skema tersebut, jelas Indonesia akan mampu menjelma menjadi penentu, mengingat hingga saat ini kita telah berperan sebagai pemimpin de facto di ASEAN.

Ini perlu segera kita lakukan. Ini bisa menguatkan dan menekan dampak dari perang dagang AS-China. Kalau belajar dari krisis moneter 1998, Indonesia bisa lepas karena perjanjian-perjanjian regional yang diteken.

Sedikit banyak menjadi terintegrasi di regional. Untuk mengantisipasi dampak negatif perang dagang.   

KONTAN: Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah bilang, akan mengevaluasi kebijakan perdagangan dengan negara lain. Sudah tepat, dong?
FITHRA:
Mudah-mudahan ini menjadi sinyal positif. Kalaupun akan ditinjau, harusnya meningkatkan utilisasi. Tetapi, jangan sampai evaluasi tersebut justru menyebabkan penghentian perjanjian kerjasama, ya.

KONTAN: Kembali ke perang dagang AS-China, pemerintah perlu bersikap dengan memihak salah satu negara?
FITHRA:
Dalam perang dagang, Indonesia malah harus netral, wait and see. Jangan sampai justru terlihat memihak ke salah satu blok lantaran bisa berdampak langsung.

KONTAN: Kata pemerintah, mereka akan memanfaatkan perang dagang dengan meningkatkan ekspor ke AS. Memang bisa begitu, ya?
FITHRA:
Yang perlu diingat, yang mengincar pasar dari dampak perang dagang itu bukan cuma Indonesia. Masalahnya, kita cukup tertinggal dengan negara-negara lain, misalnya, di ASEAN.

Untuk perdagangan internasional, kalah dari Thailand, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Mereka memiliki produk yang punya nilai tambah. Yang bisa Indonesia isi cuma barang minim nilai tambah.

Padahal, menurut saya, AS akan lebih memilih negara Amerika Latin saat kehilangan kerjasama dengan China. Sedangkan kalau dari China, Indonesia tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi barang yang diambil negara itu dari AS.

Yang paling segera, malahan China akan mengalihkan pasarnya ke negara ASEAN, sehingga terutama akan banjir produk baja dan logam. Makanya, saya lebih memilih untuk menguatkan pasar regional dan mencari alternatif ekspor.  

KONTAN: Tapi, sebenarnya pemerintah bisa kan mencegah produk dari China?
FITHRA:
Memang bisa, dengan menerapkan antidumping. Tapi, ini menjadi jalan terakhir. PT Krakatau Steel Tbk pernah melakukan, namun prosesnya lama, bisa sampai tiga tahun. Jangka pendek tidak bisa.

KONTAN: Kalau dari sisi pelaku usaha, apa saja yang bisa mereka manfaatkan dari perang dagang ini?
FITHRA:
Bicara pengusaha, maka melihat kapasitas produksi kita cukup terbatas. Pengusaha memang hanya memandang pasar domestik, tidak global. Berbeda dengan pengusaha ASEAN lainnya. Mereka tidak takut masuk ke negara-negara nontradisional.

KONTAN: Apakah perang dagang ini akan lama?
FITHRA:
Kalau melihat cakupan dan dampaknya, akan berlangsung cukup lama. Sebab, akan tertular ke negara lain. Apalagi, melihat karakter Trump yang tidak bisa ditebak.

Tiba-tiba dia bisa berubah. Lihat saja, dengan Korea Utara, sebelumnya saling ancam, tapi Trump bisa bertemu dengan Kim Jong Un. Jangan-jangan memang hanya gimmick dan ancaman saja dari Trump.

KONTAN: Lalu, siapa yang bisa berperan dalam mendamaikan AS dan China?
FITHRA:
Negara-negara Eropa, menurut saya, agak sulit mengambil peran itu. Negara-negara ASEAN termasuk Indonesia yang justru bisa berperan dalam mendamaikan AS dan China.

Sebab, ASEAN, kan, netral. Singapura saja bisa menjadi tempat pertemuan antaran Kim Jong Un dengan Trump.         

◆ Biodata

Riwayat pendidikan:
■     Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia  
■     Master of Science Economics dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
■     Master of Arts dari Keio University, Jepang
■     PhD dari Waseda University, Jepang

Riwayat pekerjaan:
■     Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
■     Peneliti di Dewan Ekonomi Nasional    
■     Peneliti di Asian Development Bank (ADB)                                             
■     Staf Ahli Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan                                            
■     Managing Editor Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia                               
■     Manajer Penelitian dan Keterlibatan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia                                          
■     Kepala Unit Diseminasi Penelitian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.                                                                                             ◆

 ** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN 9 Juli- 15 Juli 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut:  "Dampak Lanjutan yang Mengkhawatirkan"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×