kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fokus kerja-kerja-kerja


Selasa, 06 Februari 2018 / 11:24 WIB
Fokus kerja-kerja-kerja


| Editor: Tri Adi

Pendahulu Jokowi, Susilo Bambang Yudhoyono, mampu memimpin Indonesia selama dua periode dengan lancar. Tentu SBY punya kelebihan, tapi juga punya kekurangan. Salah satunya: terlalu banyak mengeluh, kerap curhat.

Kemudian Jokowi tampil dengan slogan kerja, kerja, kerja. Dia tidak punya gaya pidato yang khas seperti SBY. Tapi belakangan ini Jokowi seperti ketularan tabiat jelek SBY: kerap mengeluh di depan publik.

Lihat saja minggu lalu, Presiden RI ke-7 itu melontarkan kekecewaannya lantaran nilai ekspor Indonesia sangat minim dan kalah dari negara-negara lain. Jokowi pun mempertanyakan peran Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) yang tidak optimal, padahal negara telah banyak keluar duit untuk itu. Saya lihat enggak ada manfaat, ya, saya tutup kalau saya, semprotnya.

Bulan lalu, di acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018 OJK, Jokowi mengeluh Indonesia tidak mampu berlari cepat untuk mengejar ketertinggalan. Padahal, menurutnya, kondisi ekonomi terbilang baik. Fiskal terkendali, neraca perdagangan surplus, IHSG meningkat hingga 20%, cadangan devisa menguat. Kenapa kita enggak bisa lari cepat? cetusnya.

Pernah pula Jokowi mengeluhkan rendahnya peserta program amnesti pajak. Hanya 2,5% wajib pajak yang berminat mengikuti program itu.

Kalau tak ingin mengikuti kelatahan presiden pendahulunya, alangkah baiknya Jokowi menghentikan keluhan-keluhannya. Sudah jelas ia menawarkan sesuai yang beda melalui slogan kerja-kerja-kerja yang dibuktikan dengan banyaknya program kerja, terutama bidang infrastruktur, yang berlangsung penuh hiruk-pikuk di seantero negeri. Kenapa harus curhat?

Di tahun politik ini, lazim bila berbagai celah kekurangan dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai bahan serangan bertubi-tubi dari lawan politik. Tak apalah kuping jadi merah dan kepala sedikit panas. Tapi hati tetap tenang. Terlebih pemerintah sendiri yakin kinerjanya oke, masih jalan di rel yang benar.

Walau belum bisa lari kencang, toh pada tahun lalu ekspor non-migas meningkat signifikan, mencapai 16,2%. Nilainya US$ 168,7 miliar. Yang menarik, kenaikan itu bukan hanya karena harga, tapi juga volume yang meningkat. Bahkan ekspor industri pengolahan dan manufaktur pun tumbuh lumayan.

Kalau ingin lari kencang, Presiden Jokowi pun sudah tahu jawabannya. Dia tinggal mengerahkan alat-perangkat kekuasaannya untuk fokus kerja menuntaskan semua PR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×