Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Memasuki tahun kedua, reformasi perpajakan terus bergulir, dengan berbagai terobosan demi mewujudkan institusi yang kuat, kredibel, dan akuntabel. Tujuannya sudah pasti untuk menghasilkan penerimaan pajak yang optimal, melalui sinergi antar lembaga, kepatuhan wajib pajak yang tinggi dan mencapai tax ratio 15% di tahun 2024 yang menjadi tahun akhir reformasi perpajakan jilid III ini.
Tax ratio merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu institusi perpajakan di berbagai negara. Faktanya, berdasarkan data dari IMG World Economic Outlook, tax ratio Indonesia dibandingkan Turki, Thailand, Rusia, Filipina, Meksiko, Iran bahkan Bangladesh ternyata masih di bawah. Menurut data yang sama, persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) menunjukkan tren menurun sejak tahun 2011 sampai sekarang.
Ini menunjukkan kapabilitas organisasi dalam memungut pajak semakin menurun. Untuk mengejar ketinggalan, reformasi perpajakan harus melakukan akselerasi, konsolidasi dan menjaga kontinuitas reformasi perpajakan agar tujuan yang diharapkan tercapai.
Salah satu elemen yang sangat penting dari reformasi perpajakan ini adalah organisasi. Sebab organisasi yang adaptif terhadap perubahan lingkungan eksternal sangat diperlukan atau bisa juga disebut sebagai organisasi dengan struktur yang ideal (best fit). Maka, perlu upaya penataan ulang organisasi, baik di tingkat pusat maupun instansi vertikal.
Alfred Chandler, seorang profesor di Harvard Business School mengatakan, kondisi ideal dicapai saat struktur bisa mengikuti strategi karena strategi itu sifatnya lebih likuid dan adaptif. Namun demikian, kajian akademis yang teliti dan ilmiah juga diperlukan, agar organisasi tidak terus mengubah diri sehingga malah mengganggu operasional dan pencapaian tujuan utamanya.
Elemen kedua yang juga penting adalah masalah sumber daya manusia (SDM) terutama peningkatan kapasitas dan kapabilitas. Penataan SDM dalam reformasi perpajakan ini meliputi pengelolaan kinerja secara objektif dan transparan, pengembangan sistem informasi SDM (human resources information system) yang dapat terhubung atau terintegrasi dengan core tax, mengingat jumlah SDM di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) saat ini sudah mencapai 43.000 pegawai, sehingga mutlak memerlukan sistem informasi yang memadai.
Selain itu, sistem kepatuhan internal juga menjadi bagian penting penataan SDM ini. Dengan semakin banyaknya jumlah SDM, sudah pasti permasalahan juga akan semakin kompleks dan kemungkinan pelanggaran juga akan semakin tinggi tanpa adanya sistem surveillance yang baik.
Hal ini menjadikan reformasi perpajakan di bidang SDM adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel serta berintegritas. Integritas di sini adalah kunci.
Elemen atau pilar ketiga yang tidak kalah penting adalah pembenahan sistem informasi dan basis data yang kredibel. Visi di bidang sistem informasi dan basis data ini dapat dicapai melalui pembenahan basis data, sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) dan juga sistem pendukung operasional administrasi perpajakan (operational support tax administration system).
Dalam roadmap reformasi perpajakan, pemutakhiran basis data telah dilakukan mulai kuartal pertama 2018 ini dengan target penyelesaian di kuartal ketiga tahun ini juga. Setelah itu, pembenahan basis data akan berlanjut dengan pengembangan basis data transisi, sebelum dilakukan migrasi basis data ke sistem inti administrasi perpajakan.
Elemen keempat adalah penyederhanaan proses bisnis sesuai dengan standar internasional dan juga proses bisnis yang berbasis teknologi informasi. Kedua hal ini sangat penting untuk mewujudkan suatu proses bisnis yang efektif, efisien dan akuntabel di Ditjen Pajak.
Dukungan semua elemen
Pilar terakhir yang ditunggu wajib pajak adalah penyempurnaan regulasi untuk memberikan aspek kepastian hukum serta memenuhi rasa keadilan. Berbagai kegiatan telah dilakukan. Antara lain pengujian regulasi dalam fungsi Ditjen Pajak berdasarkan business process redesign, pembenahan peraturan perpajakan yang tumpang tindih dan multitafsir, penguatan aturan, pembuatan kebijakan yang mendukung perekonomian seperti keluarnya PMK-35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sampai dengan yang paling sulit yaitu mendapatkan pengesahan rancangan undang-undang perpajakan yang meliputi RUU KUP. PPh, PPN dan Bea Meterai.
Pilar peraturan dalam reformasi perpajakan ini bisa dibilang sangat penting untuk menjamin kepastian hukum, menampung dinamika perekonomian, mengurangi biaya kepatuhan, memperluas basis perpajakan dan akhirnya meningkatkan penerimaan pajak. Tanpa elemen ini, trust dari wajib pajak akan tergerus dan akhirnya memperlambat jalannya reformasi perpajakan.
Jalan reformasi perpajakan ini memang masih panjang dan momentum ini membutuhkan konsistensi serta komitmen tinggi dari berbagai pihak, jika ingin berhasil. Peran pimpinan untuk terus mendukung jalannya reformasi perpajakan sangat penting karena bisa menguatkan seluruh pegawai untuk mendukung proses reformasi tersebut.
Reformasi perpajakan tentunya akan lebih berjalan mulus jika seluruh pegawai di lingkungan Ditjen Pajak mendukung dan menyamakan langkah agar setiap proses atau tahapan dapat dilewati dengan baik. Dukungan dari para stakeholders baik dari internal maupun eksternal juga sangat diperlukan. Sumber daya yang dialokasikan dan didedikasikan untuk reformasi perpajakan juga adalah hal yang mutlak disediakan oleh para pimpinan.
Selain itu kerangka hukum yang kuat untuk pelaksanaan reformasi perpajakan juga penting untuk membuat seluruh pihak bekerja demi terwujudnya target reformasi tersebut. Namun, meski tata kelola baik yang melibatkan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), sebaiknya juga diambil agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
Apa yang terjadi jika reformasi perpajakan jilid III tersebut berhasil? Para wajib pajak sebagai stakeholder utama Ditjen Pajak akan mendapatkan berbagai manfaat antara lain penurunan compliance cost karena sengketa dan sanksi perpajakan akan semakin menurun.
Selain itu manfaat akan meningkatnya layanan dan keamanan e-service Ditjen Pajak juga akan diperoleh wajib pajak. Kepastian hukum yang lebih baik, peningkatan keadilan dalam pelaksanaan administrasi perpajakan yang berujung pada peningkatan kepuasan dan kepercayaan wajib pajak terhadap Ditjen Pajak juga akan terwujud jika reformasi perpajakan jilid III ini berhasil.
Semoga pemerintah dapat tetap konsisten dalam mendukung reformasi ini. Agar keinginan terwujudnya institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel seperti halnya di negara-negara maju dapat terealisasi.•
Aditya Wibisono
Kepala Seksi Kerjasama dan Hubungan Masyarakat
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar Kemkeu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News