Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Posisi perekonomian Indonesia saat ini semakin diperhitungkan di tingkat dunia. Sepanjang 2018 lalu, Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 16 negara di dunia, yang mempunyai Produk Domestik Bruto (PDB) di atas satu triliun dollar Amerika Serikat (AS).
Hal ini berarti potensi ekonomi yang dimiliki Indonesia sangatlah besar. Tentu saja ini akan membuat banyak investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia.
Selain PDB yang terhitung besar, Indonesia juga mempunyai keunggulan dalam hal jumlah Sumber Daya Manusia (SDM). Indonesia tinggal selangkah lagi akan mengalami masa bonus demografi.
Penduduk Indonesia dengan usia produktif, pada tahun 2020 sampai dengan 2036 diperkirakan jumlahnya akan lebih banyak daripada usia non-produktif. Bila lonjakan jumlah penduduk usia produktif ini dapat dikelola dengan baik, maka dua keunggulan ini plus kekuatan Sumber Daya Alam (SDA) akan menjadi gerbang menuju kemakmuran bangsa.
Beberapa negara, contohnya Jepang, berhasil mencapai kemajuan saat fase bonus demografi. Jepang menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke tiga setelah berhasil mengelola dan memanfaatkan momentum pada fase bonus demografi mereka yang terjadi pada tahun 1970.
Dengan menggunakan kekuatan SDM, Jepang menjadi salah satu negara yang berhasil membangun perindustrian di dalam negeri. Di saat usia produktif berlimpah, perekonomian Jepang terdorong menuju keunggulan paripurna.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Bila Indonesia berhasil mengatasi beberapa permasalahan mendasar, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan juga kebijakan ekonomi yang mendorong kesempatan berusaha, maka ruang akan terbuka luas.
Indonesia harus memanfaatkan bonus demografi ini sebaik-baiknya karena ini adalah sebuah momentum yang bisa jadi tak akan berulang lagi pada masa-masa yang akan datang.
Pertanyaannya sekarang, apa yang telah dilakukan pemerintah dalam menghadapi momentum dan fase krusial ini?
Data menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya telah berupaya keras dalam mempersiapkannya. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, alokasi anggaran kesehatan mencapai Rp 111 triliun atau sekitar 5% dari total belanja negara sebesar Rp 2.220,7 triliun.
Pada APBN 2019, jumlah alokasi dana pendidikan ini meningkat menjadi Rp 123,1 triliun dari total belanja negara sebesar Rp 2.461,1 triliun. Ini berarti ada penambahan anggaran sebesar Rp 12,1 triliun atau naik 11%.
Pada bidang pendidikan pun demikian. Alokasi anggaran pendidikan di APBN tahun 2019 adalah Rp 492,5 triliun. Bila dibandingkan dengan alokasi anggaran dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 444,1 triliun, artinya ada penambahan alokasi anggaran sebesar Rp 48,4 triliun.
Salah satu contoh fokus pemerintah dalam pemerataan SDM adalah melalui beasiswa Bidikmisi. Beasiswa ini dialokasikan khusus untuk masyarakat kurang mampu, dan bisa dinikmati oleh sebanyak 471.800 mahasiswa.
Selain itu, pemerintah juga fokus melakukan pembangunan SDM melalui penguatan pendidikan vokasi. Total anggaran penguatan pendidikan vokasi sebesar Rp 17,2 triliun. Anggaran ini akan dipergunakan untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil yang sesuai kebutuhan industri di dalam negeri maupun luar negeri.
Melanjutkan kerja tahun-tahun sebelumnya, tahun 2019 akan dilakukan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberi ruang menggali potensi ekonomi di daerah-daerah agar semakin berkembang. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pembangunan infrastruktur berupa jalan nasional baru, jalan tol, bendungan serta jaringan irigasi. Salah satu sumber pendanaan adalah melalui alokasi dana APBN.
Pemerintah juga membuat kebijakan fiskal yang mampu mendorong peningkatan kesempatan berusaha. Salah satunya adalah melalui penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Tarif pajak penghasilan final yang semula 1% dari omzet, turun menjadi setengah atau 0,5% pada tahun 2018. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pelaku bisnis kecil untuk mengembangkan usaha mereka.
Mengandalkan pajak
Dari semua upaya yang dilakukan pemerintah tersebut, masyarakat patut menyadari, kebijakan fiskal yang berhubungan dengan pajak, masih memegang peran penting bagi perekonomian. Permasalahan mendasar seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur memerlukan sumber pendapatan negara untuk mengatasinya. Sumber pendapatan terbesar saat ini adalah berasal dari pajak.
Dalam fase bonus demografi yang semakin dekat, peran penerimaan pajak terasa semakin mendesak. Bila kita gagal dalam perencanaan, maka sama saja merencanakan kegagalan.
Permasalahan yang sangat penting dalam perencanaan peningkatan penerimaan pajak, adalah rasio perpajakan atau tax ratio yang masih rendah. Tax ratio yang mencakup penerimaan pajak pusat dan Sumber Daya Alam (SDA) berada di angka 10,7% pada tahun 2017. Hal yang cukup mengkhawatirkan, mengingat bahwa PDB kita telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pemerintah menyadari, untuk mengatasi permasalahan tax ratio yang masih rendah, harus dengan perubahan yang menyeluruh. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi perpajakan. Presiden telah menunjukkan komitmennya dalam mendukung reformasi perpajakan, dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 40 tahun 2018 tentang Pembaruan Administrasi Sistem Perpajakan.
Melalui pembaruan sistem administrasi perpajakan, tujuannya diantaranya adalah peningkatan kepatuhan wajib pajak dan peningkatan penerimaan negara.
Pemerintah mencatat ada lima pilar di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang harus diperbaharui untuk mencapai tujuan meningkatkan kepatuhan sekaligus mengerek penerimaan negara. Lima pilar tersebut adalah pertama organisasi, kedua SDM, ketiga peraturan perundang-undangan, keempat proses bisnis, serta kelima teknologi informasi dan basis data.
Kini fase bonus demografi semakin dekat bagi Indonesia. Karena itu semua pihak harus bisa memanfaatkan momentum ini.
Peran penerimaan pajak dalam keberhasilan mengelola fase ini menjadi sangat penting. Mendukung reformasi pajak adalah salah satu upaya nyata untuk menggenggam keberhasilannya.
Kita tak bisa menunda lagi, karena waktu tak pernah menunggu siapa-siapa. Waktu akan berlalu begitu saja bila peluang ini tak dimanfaatkan.♦
Andi Zulfikar
Account Representative Direktorat Jenderal Pajak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News