kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gunung Agung dan pertemuan IMF-Bank Dunia


Rabu, 04 Juli 2018 / 14:09 WIB
Gunung Agung dan pertemuan IMF-Bank Dunia


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Gunung Agung kembali erupsi pada Kamis (28/9) malam. Dampaknya, tiga bandara ditutup, Ngurah Rai Bali, Blimbingsari Banyuwangi dan Noto Hadinegoro Jember. Erupsi sebelumnya terjadi pada akhir tahun lalu, status Gunung Agung dinaikkan dari siaga menjadi awas.

Memahami fenomena alam Gunung Agung perlu dicermati tidak hanya dari khasanah ilmu alam. Keselarasan alam semesta, di samping derita yang sedang menghimpit warga Bali di area Karangasem, menjadi keniscayaan menyertai duka lara warga bangsa yang bermukim di salah satu gunung yang disucikan umat Hindu Bali itu.

Gunung Agung menjadi penting bagi Bali khususnya, menjelang perhelatan agung annual meeting Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia tahun 2018 di Tanah Dewata. Pertemuan tersebut akan dihadiri 189 negara dengan delegasi 17.000 orang. Terdiri dari menteri keuangan dan gubernur bank sentral, lembaga keuangan internasional, petinggi perusahaan dan pengusaha kaya.

Indonesia tercatat sebagai negara ASEAN keempat yang menjadi tuan rumah annual meeting IMF dan Bank Dunia setelah beberapa negara ASEAN lain menjadi tuan rumah: Filipina tahun 1976, Thailand di tahun 1991 dan Singapura tahun 2006.

Sebagai wajah Indonesia di dunia internasional, ajang bergengsi itu pasti menjadi intensi khusus nan khusyuk bagi segenap iman warga Indonesia. Namun bagi Tanah Dewata, restu alam semesta atas hajatan vital nan penting ini tak dapat dielakkan. Di sini, Gunung Agung kembali patut diperhitungkan sebagai bagian penting sumbangsih warga Bali dan Tanah Dewata bagi pertaruhan harga diri sebagai bangsa Indonesia. Juga menjadi sumbangsih untuk dunia yang lebih baik.

Karena itu, gerakan solidaritas yang menggetarkan nurani kemanusiaan dari berbagai kalangan guna menghimpun bantuan kepada warga terdampak pada erupsi sebelumnya, dapat dimaknai sebagai sembah bakti kepada Betara Gunung Agung, Sang Pemilik Gunung Agung dan alam semesta ini, yang tiada lain Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran Tat Twam Asi yang mendasari laku hidup sosial peradaban Bali, menjadi selebrasi penghiburan kepada saudara yang menderita.

Dalam konteks inilah kita mengenal Bali sebagai satu keutuhan, antara Tuhan Sang Pemilik Kehidupan dengan alam semesta dan manusia ciptaan-Nya yang amat dicintai-Nya. Bali yang berduka, Bali yang bersama-sama hening memohon belas kasih Tuhan, Bali yang memaklumkan Gunung Agung sebagai bagian penting kehidupan di Tanah Dewata.

Penghormatan atas alam semesta, khususnya Gunung yang diyakini sebagai kediaman Para Dewa, telah dimulai pada masa klasik, terutama di periode Jawa klasik. Era hidup Rsi Markandeya, Rsi suci yang membangun pondasi spiritual di Bali, mewariskan Pura Besakih di lereng Gunung Agung. Rsi suci Markandeya sebelum ke Bali, menjalankan laku hidup spiritual di Jawa, dari gunung ke gunung, Gunung Dieng hingga Gunung Raung.

Era kerajaan Hindu Jawa yang berpusat di Jawa Timur, Kadiri hingga Majapahit, selain candi, gunung menjadi pusat spiritualitas yang mempengaruhi peradaban rakyat. Candi Palah (Penataran) misalnya, dibangun lintas masa kerajaan sejak Kadiri hingga Majapahit, untuk memuja penguasa Gunung Kelud. Gunung Pawitra (Penanggungan) menjadi pusat spiritualitas yang meninggalkan jejak Patirtan dan Punden Berundak suci.

Karakter bangunan suci di Penanggungan mengundang decak kagum. Bangunan Pundek Berundak di Candi Kendalisodo misalnya, dibangun di atas ketinggian lebih dari 1.600 mdpl. Di Candi yang menyisakan gua pertapaan ini terukir relief Cerita Panji. Setidaknya terdapat 81 bangunan candi yang pernah berdiri di kawasan lereng Penanggungan. Dari angka tahun yang ditemukan di beberapa bangunan candinya, diketahui bahwa bangunan itu didirikan antara abad X Masehi sampai dengan abad XVI Masehi.

Keselarasan relasi dengan alam semesta, dalam hal ini gunung, diyakini berkorelasi dengan keselarasan hidup manusia. Dalam konteks inilah fenomena alam Gunung Agung menemukan relevansi penting bagi Bali khususnya dan Indonesia yang akan menjadi tuan rumah IMF-World Bank Annual Meeting 2018.

Menjadi bisnis konvensi

Beberapa kesempatan ulasan tentang penyelenggaraan event tingkat tinggi di Indonesia selalu terkait dengan kepemimpinan nasional. Sejak era Bung Karno hingga Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), event internasional menjadi legacy sang presiden.

Dulu Bung Karno meninggalkan legacy bagi Indonesia dan dunia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang pertama tahun 1955. KAA sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. Pertemuan berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. Sebanyak 30 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu mengirimkan wakilnya.

Era SBY, konferensi tingkat tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dengan tema Ketahanan Asia Pasifik sebagai Mesin Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Dunia menjadi mercusuar prestasi meeting, incentive, conference, exhibition (MICE) yang membanggakan bangsa Indonesia. Infrastruktur Bali yang saat itu menjadi tuan rumah perhelatan tersebut berbenah total. Mulai bandara, jalan tol di atas permukaan laut dan underpass Simpang Dewa Ruci Bali.

Selain KTT APEC, Indonesia pada masa SBY berprestasi menjadi tuan rumah lebih dari 600 perhelatan internasional sepanjang tahun 2011-2013. Termasuk penyelenggaraan East Asia dan ASEAN Summit.

Indonesia di masa kepemimpinan Joko Widodo tidak boleh ketinggalan prestasi dibandingkan pendahulunya. IMF-World Bank Annual Meeting 2018 boleh jadi menjadi salah satu legacy Presiden Jokowi. Jika SBY berhasil menggebrak dunia internasional dan mengundang decak kagum pemimpin negara maju dengan penyelenggaraan KTT APEC di Bali, Presiden Jokowi juga sama-sama kita harapkan dan dukung untuk mendapat prestasi serupa. Membawa Indonesia ke pentas terhormat di antara bangsa-bangsa di dunia.

Sekiranya restu Tuhan Sang Pencipta, penguasa Gunung Agung, merestui IMF-World Bank Annual Meeting 2018. •

Dewa Gde Satrya
Dosen Hotel & Tourism Business
Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×