kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Halim Alamsyah, Ketua LPS: Kenaikan bunga bank masih cukup terbuka


Senin, 10 September 2018 / 18:15 WIB
Halim Alamsyah, Ketua LPS: Kenaikan bunga bank masih cukup terbuka


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Mesti Sinaga

Seperti biasa, kenaikan suku bunga acuan BI akan diikuti kenaikan bunga perbankan. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, secara rata-rata kenaikan bunga bank benchmark baru 44 bps.

Bagaimana peluang kenaikan bunga bank ke depan? Likuiditas perbankan bakal kian mengetat? Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah membeberkannya kepada wartawan Tabloid KONTAN Nina Dwiantika, Selasa (21/8) lalu. Berikut nukilannya:

KONTAN: Bagaimana arah suku bunga ke depan?
HALIM:
Sepanjang volatilitas tidak terlalu besar, maka kebutuhan untuk menaikkan bunga tidak terlalu besar. Lalu, dari sisi perbedaan bunga di dalam dan luar negeri terutama untuk imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN), masih cukup potensial, sekitar 7,9% atau akan tembus angka 8%.

Yield dari SBN ini akan cukup menarik untuk investor asing menyimpan dana di Indonesia dibandingkan dengan yield negara lain yang lebih rendah.

Sebenarnya, imbal hasil yang tinggi pada SBN karena BI mengerek suku bunga acuan. Nah, kenaikan suku bunga acuan BI lebih banyak direspons pasar uang dibanding perbankan.

Artinya, perbankan justru lebih cepat menaikkan bunga deposito, sedangkan bunga kredit belum bisa segera naik.

KONTAN: Lalu, kapan bunga kredit perbankan naik?
HALIM:
Dengan konsistensi BI menaikkan suku bunga acuan, perlahan-lahan bunga kredit akan ikut naik. Apalagi, masih ada ruang terbuka bagi bunga deposito untuk kembali mengalami kenaikan.

Dari pantauan kami, rata-rata bunga deposito per Juli 2018 sebesar 5,6%. Yang paling cepat merespons kenaikan suku bunga acuan justru bank besar, yakni BUKU III dan BUKU IV. Sementara BUKU II dan BUKU I sudah lama menaikkan bunga deposito.

Oleh karena itu, sejak tahun lalu, banyak dana yang mengalir ke bank BUKU II dan BUKU I tetapi jumlahnya kecil. Soalnya, kebutuhan untuk membiayai kredit tidak terlalu besar.

Arah kebijakan moneter global dan domestik sudah berubah menjadi lebih hawkish. Perbaikan ekonomi yang diikuti peningkatan inflasi menjadikan bank sentral di berbagai negara akan lebih yakin dalam memutuskan kenaikan tingkat bunga lebih tinggi.

Di sisi lain, tantangan bagi emerging market termasuk Indonesia adalah volatilitas di pasar keuangan, khususnya nilai tukar dan ada defisit neraca transaksi berjalan.

Kondisi ini tentu akan menjadi pertimbangan penting lain bagi BI untuk menentukan arah kenaikan tingkat bunga kebijakan.

KONTAN: Sampai kapan tren kenaikan bunga simpanan?
HALIM:
Saat ini, perbankan masih dalam proses penyesuaian terhadap kenaikan suku bunga acuan, dan secara gradual masih terdapat ruang kenaikan bunga simpanan.

Secara rata-rata, kenaikan bunga bank benchmark yang kami pantau sejak awal kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate baru sekitar 44 bps. Ini mengindikasikan, bahwa kenaikan bunga simpanan masih cukup terbuka.

Potensi kenaikan tersebut juga dipengaruhi faktor lain di luar kebijakan moneter, khususnya yang berasal dari eksternal dan internal.

Kondisi stabilitas sistem keuangan terutama gejolak di pasar keuangan akan memengaruhi kecepatan dan level perbankan dalam menyesuaikan kenaikan tingkat bunga.

Sinyal positif dari gejolak lira Turki setelah komitmen bank sentral dan Pemerintah Qatar untuk memberikan bantuan sebesar US$ 15 miliar diharapkan bisa meredakan fluktuasi di pasar keuangan.

Secara natural, bunga simpanan membutuhkan waktu 3 bulan–5 bulan untuk menyerap seluruh kenaikan tingkat bunga kebijakan moneter.

Selanjutnya, mentransmisikan kenaikan itu ke bunga kredit sekitar 9 bulan–12 bulan setelahnya. Tapi untuk kali ini, proses yang dibutuhkan serta level respons yang akan diberikan bank mungkin lebih lama.

Sebab, faktor risiko dan ketidakpastian yang dihadapi dari sisi internal maupun eksternal masih cukup besar.

KONTAN: Saat ini, bagaimana kondisi likuiditas perbankan di tanah air?
HALIM:
Secara umum relatif stabil. Namun, terdapat tendensi mengetat seiring perubahan arah kebijakan moneter, dari biasa longgar menjadi lebih ketat yang ditandai kenaikan BI 7-Day Repo Rate sebesar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.

Saat yang sama kredit perbankan mulai membaik dan mampu tumbuh di atas pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

Pasca kenaikan suku bunga acuan BI yang dimulai akhir Mei lalu, tingkat bunga JIBOR hingga 20 Agustus di seluruh tenor mengalami kenaikan 59 bps–132 bps.

Kenaikan terbesar terjadi pada tenor overnight dan terendah tenor satu bulan. Alhasil, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) bank umum naik dari 91,43% pada Mei menjadi 92,13% di Juni.

Ini mencerminkan pertumbuhan kredit naik menjadi 10,75% pada Juni, sedangkan DPK hanya tumbuh 6,99% di periode sama.

KONTAN: Sejak awal tahun, rasio kecukupan modal (CAR) turun dan LDR naik. Sumber dana bank bisa terjaga?
HALIM:
Kenaikan LDR yang terjadi saat ini merupakan konsekuensi dari pola pemulihan pertumbuhan kredit dan DPK yang berangsur normal.

Tercatat, sejak awal 2017 laju pertumbuhan DPK selalu berada di atas pertumbuhan kredit. Namun, mulai Maret lalu pertumbuhan kredit kembali berada di atas DPK.

Kondisi ini perlu dicermati, mengingat likuiditas kelompok bank dan individual bank cukup bervariasi. Misalnya, pada kelompok BUKU III, rasio LDR per Juni berada di level 100,3%, jauh di atas posisi tahun sebelumnya yang masih berada di level 96,6%.

Di sisi lain, ketergantungan bank terhadap DPK masih cukup besar, meskipun beberapa bank memiliki akses terhadap pasar uang dan pasar modal.

Porsi DPK terhadap total aset bank mencapai lebih dari 70%, sehingga perlambatan atau fluktuasi pada DPK akan sangat memengaruhi kemampuan bank dalam berekspansi.

Kondisi LDR perbankan yang sudah relatif tinggi dibarengi laju pertumbuhan kredit yang secara relatif berada di atas pertumbuhan DPK, bisa memicu persaingan antarbank dalam bentuk perang bunga.

Kondisi ini tentu akan menyebabkan bank kecil semakin sulit bersaing dengan bank besar yang memiliki jaringan serta basis nasabah yang lebih luas.

Ke depan, sumber dana bank yang berasal dari DPK tentu bakal semakin terbatas volumenya, di tengah upaya bank yang harus terus memperbesar kapasitas intermediasi mereka.

Sumber pendanaan non-DPK harus terus dikembangkan dengan tentu tetap mengutamakan keseimbangan antara ekspansi dan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan.

KONTAN: Apa yang perbankan perlu perhatikan dalam menjaga likuiditas, baik rupiah maupun valas?
HALIM:
Memastikan kembali rencana ekspansi kredit dan sumber-sumber pendanaannya, mengingat saat ini perbankan masih berada dalam proses penyesuaian perubahan arah kebijakan moneter.

Kenaikan bunga simpanan yang terjadi saat ini masih mungkin berlanjut dan berdampak pada peningkatan bunga kredit.

Khusus likuiditas valas, tantangan yang bank hadapi lebih berat. Peningkatan kebutuhan valas tidak hanya terjadi karena kenaikan permintaan kredit, baik untuk impor maupun kredit sektor lain, seperti konstruksi, infrastruktur, dan pertambangan. Juga dari kebutuhan dalam bentuk cash.

Kenaikan lanjutan tingkat bunga global terutama di Amerika Serikat (AS) akan memberikan tekanan tambahan dalam bentuk penarikan dana valas lebih besar.

Ini harus lebih dicermati perbankan karena selisih tingkat bunga onshore dan offshore masih cukup lebar. Sementara nilai tukar rupiah juga masih cenderung berfluktuasi sehingga eksportir pemilik valas cenderung menempatkan dananya di luar negeri.

KONTAN: Ini yang membuat simpanan di atas Rp 5 miliar tumbuh lebih rendah, ya?
HALIM:
Secara siklis, penurunan deposit besar umumnya terjadi pada periode akhir puasa atau Lebaran. Ini berkaitan dengan pencairan tunjangan hari raya.

Sebab saat yang sama, umumnya akan terjadi kenaikan saldo pada kelompok simpanan nasabah kecil (

Penurunan simpanan nasabah di atas Rp 5 miliar juga terefleksi dari rekening yang ada di korporasi khususnya SOE dan pemerintah.

Ini diduga merupakan bentuk dari ekspansi perusahaan dan fiskal pemerintah. Diharapkan, pasca Lebaran pertumbuhan dana nasabah besar akan berangsur normal.

Data akhir Juni lalu sudah menunjukkan indikasi pemulihan dan diharapkan bisa berlanjut pada bulan selanjutnya.

KONTAN: Apakah perlu menurunkan nilai simpanan nasabah yang dijamin?
HALIM:
Kajian batas nominal simpanan yang dijamin saat ini masih terus kami lakukan. Dan kami memahami, batas nominal yang ada sekarang termasuk salah satu yang cukup tinggi yakni 48 kali PDB per kapita.

Sementara berdasarkan perbandingan dan best practice dengan negara lain sekitar 6 kali–8 kali PDB per kapita.

Namun, keputusan penentuan batas simpanan juga mempertimbangkan banyak hal dan merupakan ranah keputusan bersama LPS, pemerintah, juga DPR.

Secara perundangan, perubahan nilai nominal simpanan yang dijamin LPS bisa diubah jika terpenuhi salah satu kriteria. Misalnya, penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan atau bank run dan inflasi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun.      

Biodata

Riwayat pendidikan:
■     Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta
■     Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)
■     Master of Arts Bidang Ekonomi Pembangunan dari Boston University, Amerika Serikat.
■     Doktor Bidang Ekonomi Moneter dari Universitas Indonesia (UI)

Riwayat pekerjaan:
■     Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI
■     Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI)
■     Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
■     Ketua Dewan Komisioner LPS.   

** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN 27 Agustus - 2 September 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Kenaikan Bunga Bank Masih Cukup Terbuka"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×