kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harapan Roda Berputar


Selasa, 16 Juni 2020 / 10:59 WIB
Harapan Roda Berputar
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Beberapa pekan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama virus korona, pemerintah daerah merespon dengan kebijakan ekstrem demi memutus rantai penyebaran virus. Salah satunya penutupan pusat perbelanjaan atau mal. Kebijakan ini memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian kita.

Data yang dirilis Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menunjukkan, ada 197 mal tersebar di seluruh Indonesia harus menghentikan operasi. Bayangkan, betapa besar kerugian ekonomi yang harus ditanggung akibat hal ini. Kerugian itu tidak hanya dirasakan oleh pedagang (retailer/tenant), tetapi juga pihak-pihak lain yang terlibat seperti pengelola mal, pemasok, pegawai toko, hingga pekerja sektor non informal.

APPBI mengaku, dalam dua bulan terakhir, kerugian atau kehilangan pendapatan mal mencapai lebih dari Rp 9,8 triliun. Dari jumlah itu, pengelola mal rata-rata kehilangan sekitar Rp 4,9 triliun akibat penutupan mal. Kerugian itu bisa lebih tinggi karena adanya pengeluaran biaya untuk karyawan, pembayaran listrik dan perawatan (maintenance) mal.

Kerugian lebih dalam akibat berhentinya operasional mal, kelihatannya bisa diredam setelah pada hari Senin (15/6), pemerintah memutuskan membuka lagi pusat perbelanjaan seiring diberlakukannya era new normal. Di DKI Jakarta, ada 80 mal yang dibuka secara serentak. Pembukaan mal ini bisa mengobati berbagai bisnis yang nyaris kolaps karena tidak beroperasi.

Tapi pengelola mal dan pengusaha sepertinya belum bisa bernapas lega. Berdasarkan laporan sejumlah media, pada hari pertama pembukaan, pengunjung mal masih sepi. Mungkin dikarenakan masih banyak masyarakat yang cemas akan tertular virus korona. Masyarakat meyakini, pembukaan mal berpotensi jadi klaster baru korona.

Bisa juga karena ada kebijakan pembatasan pengunjung mal yang hanya 50% di masa new normal. Selain itu, ada pula anjuran yang menyarankan agar masyarakat yang berusia 45 tahun ke atas jangan dulu mengunjungi mal karena termasuk warga yang rentan terserang virus. Belum lagi faktor lain seperti daya beli masyarakat yang masih lemah karena banyak terjadinya PHK.

Di luar itu semua, terselip harapan dari pembukaan kembali pusat perbelanjaan. Setidaknya, hal ini bisa menjadi awal baru bagi roda perekonomian agar bisa kembali berputar. Kedisiplinan menjadi kunci utama. Pengelola mal harus patuh melaksanakan protokol Covid-19.

Penulis : Barratut Taqiyyah Rafie

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×