kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Gas yang Pas


Senin, 04 November 2019 / 08:12 WIB
Harga Gas yang Pas


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Sudah dua kali PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) gagal mengerek harga gas. Awalnya, rencana kenaikan harga gas untuk pelanggan industri bergulir mulai 1 Oktober lalu, kemudian menjadi 1 November dan akhirnya batal.

Agaknya, polemik harga gas belum akan berakhir dalam waktu dekat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang sudah menunda rencana kenaikan harga gas untuk pelanggan industri. Namun kebijakan tersebut belum jelas. Maksudnya, pemerintah hanya menyatakan penundaan sementara. Artinya, harga gas sewaktu-waktu bisa saja naik.

Mengacu surat bernomor 482/12/NEM.M/2019, Menteri ESDM menyatakan penundaan kenaikan harga gas industri hanya sementara sampai kondisi perekonomian global dan nasional membaik.

Alasan penundaan kenaikan harga gas tersebut sangat multitafsir. Dari sini, siapa yang bisa menilai kondisi perekonomian global dan nasional membaik? Bagaimana parameternya? Apakah penilaian pengusaha atau pelanggan gas sejalan dengan penilaian PGAS sebagai badan usaha penyedia gas?

Di saat yang sama, PGAS cukup bersemangat untuk menaikkan harga produknya. Sudah lebih dari lima tahun mereka belum menikmati kenaikan harga gas. Toh, kinerja PGAS sedang menurun. Per akhir September 2019, laba bersihnya menyusut 47% menjadi US$ 129 juta.

Dengan keputusan pemerintah yang mengambang, bukan hanya PGAS, para pengusaha--terutama pelaku industri manufaktur yang sangat bergantung pada bahan bakar gas, juga waswas. Sejak awal para pengusaha menolak keras kenaikan harga gas. Jika harga gas tetap naik, mereka mengancam tidak akan membayar selisih atas kenaikan tersebut. Pengusaha bersikukuh membayar gas di harga lama.

Sementara, PGAS sebagai badan usaha dituntut menjalankan bisnis sebagaimana mestinya, meraup untung dan memberikan manfaat besar bagi pemegang saham. Apalagi, PGAS adalah perusahaan publik. Maka wajar ketika polemik ini muncul, investor merespons negatif sehingga harga saham PGAS langsung anjlok di Bursa Efek Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah semestinya kembali membuka pintu dialog dengan berbagai pihak terkait. Selain mengurai ketegangan dan polemik, pemerintah harus menemukan solusi konkret terkait tata niaga gas, terutama untuk sektor hilir. Jangan membuat kebijakan yang mengambang dan mengundang polemik tak berkesudahan.

Penulis : Sandy Baskoro

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×