kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Komoditas


Rabu, 06 November 2019 / 10:38 WIB
Harga Komoditas


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Menilik pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi Indonesia, sudah jelas Presiden Jokowi dan Kabinet Indonesia Maju punya peer berat: mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemarin, BPS mengumumkan, ekonomi Indonesia di kuartal tiga cuma tumbuh 5,02%.

Realisasi ini lebih buruk ketimbang pertumbuhan ekonomi di periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 5,17%. Pertumbuhan ekonomi di kuartal tiga tahun ini juga merosot dibanding kuartal satu sebesar 5,07% dan di kuartal dua 5,05%.

Konsumsi rumahtangga masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Porsinya mencapai 56,62%.Melihat kondisi tersebut, tampaknya susah berharap pertumbuhan ekonomi dalam negeri bisa membaik dalam waktu dekat.

Pasalnya, harga komoditas masih melemah. Mungkin Anda sudah mafhum, harga komoditas termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi daya beli dan konsumsi rumahtangga di Indonesia.

Beberapa tahun silam, KONTAN berkesempatan mengunjungi perkampungan petani sawit di Sumatra Utara. Lantaran saat itu harga minyak sawit sedang tinggi, petani di kawasan tersebut makmur. Daya beli dan konsumsi naik.

Ekonomi Indonesia juga naik cukup tinggi saat harga komoditas tinggi. Di 2010-2014, pertumbuhan ekonomi berkisar 5,5%-6%.

Tahun lalu, sejatinya banyak pengamat memperkirakan harga komoditas akan mulai membaik tahun ini. Tak disangka, Amerika Serikat (AS) dan China melakukan perang dagang, yang akhirnya kembali menyeret turun harga komoditas.

Bank Dunia, dalam laporan Commodity Market Outlook yang dirilis akhir Oktober lalu, memperkirakan harga komoditas, terutama komoditas energi dan metal, masih turun tahun depan. Contoh, rata-rata harga minyak diprediksi cuma US$ 58 per barel tahun depan, turun dari US$ 60 per barel tahun ini.

Jadi, pemerintah perlu waspada dan segera mengatur strategi agar ekonomi tak makin terpuruk. Apalagi, menurut IMF, ekonomi Indonesia sudah berada di posisi soft landing. Bila makin terpuruk, Indonesia bisa terancam resesi.

Sekadar info, sejumlah analis dan pengamat ekonomi dari perusahaan investasi dan perusahaan keuangan internasional meragukan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut. Para pakar tersebut meragukan data tersebut lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stabil di atas 5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×