kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,74   -6,61   -0.71%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Herd Immunity UMKM Indonesia


Sabtu, 30 Mei 2020 / 19:56 WIB
Herd Immunity UMKM Indonesia
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Kendati ada penegasan dari pemerintah bahwa Indonesia tidak akan mengarah pada apa yang disebut dengan herd immunity Covid-19, wacana tentang hal tersebut semakin marak. Euronews mengatakan, herd immunity merupakan konsep epidemiologi yang menggambarkan bagaimana orang secara kolektif dapat mencegah infeksi, jika persentase tertentu dari populasi telah memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.

Herd immunity memang merupakan istilah di bidang kesehatan. Namun, tak ada salahnya jika meminjam istilah ini untuk membicarakan kondisi UMKM kita yang juga tengah sakit akibat pandemi Covid-19, sebagaimana kondisi UMKM di berbagai negara lain. Mari kita lihat data. Dalam sebuah seminar internasional daring pada 8 Mei 2020 lalu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, ada 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku UMKM yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Omzet penjualan yang terjun bebas akibat daya beli yang merosot, distribusi barang dan jasa yang seret akibat penerapan physical distancing serta PSBB, hingga modal yang hilang akibat durasi waktu paceklik yang semakin lama, menjadi penyebab utamanya.

Jumlah UMKM terdampak sebagaimana Menteri Teten sampaikan tentu masih sangat mungkin bertambah, mengingat tulisan ini dibuat di pengujung Mei 2020. Akan lebih mengkhawatirkan, jika penambahan UMKM terdampak mengikuti mekanisme deret ukur, bukan deret hitung. Artinya, jumlah UMKM yang terdampak akan tumbuh berlipat ganda dibandingkan dengan waktu sebelumnya dalam durasi waktu yang singkat. Dan ini sangat mungkin terjadi, mengingat tidak ada UMKM yang berdiri sendiri dari hulu ke hilir, namun berada pada rangkaian global supply chain yang saling memengaruhi.

Kondisi serupa juga terjadi di negara lain. Dengan melihat skenario penyelamatan industri perbankan yang dilakukan otoritas keuangan di beberapa negara, kita bisa melihat aksi yang dilakukan sekaligus merupakan upaya penyelamatan bisnis pelaku usaha, khususnya UMKM di negara-negara tersebut.

Jika otoritas keuangan Indonesia menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Akibat Dampak Covid-19 berupa relaksasi atas kewajiban kredit UMKM dalam bentuk penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, penundaan angsuran bunga dan atau pokok hingga satu tahun dan sebagainya, maka hal yang sama juga dilakukan oleh otoritas jasa keuangan di Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura juga Jepang.

Tulang punggung

Melihat respons cepat kebijakan penyelamatan UMKM di atas, tampak sekali pengakuan bahwa UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Di Indonesia sendiri, saat ini terdapat lebih kurang 64,2 juta UMKM terdaftar, dengan kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB), serta penyerapan hingga 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja (katadata.co.id).

Maka jelas, jika UMKM-nya terpuruk, maka perekonomian negara terancam ambruk. Karenanya, upaya untuk bisa membangkitkan kembali UMKM pasca pandemi Covid-19 ataupun di era kenormalan baru (new normal) harus menjadi salah satu prioritas utama kebijakan ekonomi Indonesia.

Pertanyaannya, apakah kebangkitan UMKM pasca pandemi ini akan juga dimekanismekan sebagaimana herd immunity atas sebuah pandemi kesehatan? Secara sarkastis, penerapan konsep herd immunity bisa disetarakan dengan pemberlakuan hukum alam kepada UMKM. Di mana UMKM yang kuat mental, kuat modal, kuat jaringan, sadar teknologi, dan sebagainya akan kembali serta terus hidup di era pasca pandemi. Sementara persentase tertentu dari total UMKM tentu saja akan dibiarkan menjadi korban.

Kemungkinan ini sempat terlintas di kepala jika kita melihat beberapa hal. Pertama, jumlah UMKM terdampak yang terus menunjukkan grafik menaik secara signifikan. Mirip dengan kenaikan yang terus terjadi pada jumlah pasien positif Covid-19.

Kedua, keyakinan dampak Covid-19 ini akan terjadi untuk jangka waktu yang lama. Belakangan, semakin banyak pejabat, ahli kesehatan, pengamat ekonomi, dan bahkan organisasi kesehatan dunia yang memberi warning akan hal tersebut. Pernyataan bahwa virus korona tidak akan sirna dari muka Bumi mengemuka. Artinya, sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo, kita harus mulai hidup berdamai dengan kenyataan bahwa virus korona selalu ada di sekeliling kita.

Yang bisa kita dan hampir semua penduduk di Bumi lakukan adalah: penerapan protokol kesehatan dan pembentukan karakter baru manusia, yang sadar terhadap pentingnya hidup sehat, disiplin, serta religius atau keberserahan kepada Tuhan.

Kehadiran negara

Jika herd immunity kesehatan dimungkinkan untuk menata hidup di masa depan, apakah herd immunity UMKM merupakan hal yang cocok atau bahkan terbaik untuk kehidupan UMKM Indonesia pasca pandemi Covid-19? Rasanya tidak. Dan, kita patut bersyukur bahwa setidaknya hingga saat ini kita tidak mendengar kemungkinan herd immunity sebagai alternatif kebijakan ekonomi untuk UMKM yang ada di Indonesia.

Ada beberapa hal yang bisa disampaikan untuk mengatakan, herd immunity UMKM bukan merupakan langkah yang baik untuk perekonomian Indonesia. Banyak pelaku UMKM di Indonesia yang benar-benar merupakan pelaku untuk memenuhi kebutuhan primer sebagai seorang manusia. Artinya, mereka melakukan usaha sebagai upaya untuk sekadar bertahan hidup. Jadi, mereka masih jauh dari bicara konsep menabung, mengembangkan usaha, apalagi berinvestasi.

Kendati belum ada angka pastinya, UMKM yang demikian diyakini masih sangat banyak di Indonesia. Bisa jadi, dominan. Setidaknya, sebagian cermin akan hal ini ada di jumlah debitur terdampak Covid-19 yang membutuhkan restrukturisasi kredit.

Data OJK menyebutkan, restrukturisasi kredit UMKM di perbankan per 24 April 2020 mencapai Rp 99,3 triliun dari total Rp 207,2 triliun untuk debitur UMKM dan non-UMKM. Untuk jumlah debitur restrukturisasi, dari total 1,02 juta debitur restrukturisasi, 819.923 debitur merupakan debitur UMKM. Sisanya, 199.411 debitur merupakan debitur non-UMKM. Adapun kredit yang berpotensi direstrukturisasi mencapai Rp 1.112,59 triliun.

Penulis : Fajar S. Pramono

Vice president sebuah bank pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×