kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hijrah dari lingkaran setan kemiskinan


Selasa, 03 September 2019 / 11:05 WIB
Hijrah dari lingkaran setan kemiskinan


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Umat Islam seluruh dunia, khususnya di Indonesia memperingati Tahun Baru Hijriah pada 1 Muharram 1441 H yang bertepatan dengan 1 September 2019. Setiap peringatan Tahun Baru Hijriah dapat dijadikan titik pijakan melakukan perubahan atau hijrah dalam segala aspek kehidupan. Salah satunya dari permasalahan kemiskinan.

Kemiskinan telah menjadi isu klasik dan lingkaran setan di negara ini. Kemiskinan bukan saja permasalahan personal, namun menjadi beban negara. Negara memiliki tanggung jawab untuk hadir menyelesaikannya masalah terkait kemiskinan ini. Parameternya adalah meminimalisasi secara periodik angka kemiskinan.

Sinergi antar pihak tentunya dibutuhkan guna merealisasikan upaya hijrah dari kemiskinan. Semua strategi juga penting dikerahkan, termasuk optimalisasi pelaksanaan ajaran teologi seperti zakat, sedekah, dan infak.

Dari sisi geografis, jumlah penduduk miskin paling banyak mendominasi di pulau Jawa sebesar 15,31 juta jiwa. Sedangkan sisanya tersebar di Sumatra sebesar 6,31 juta jiwa, Bali dan Nusa Tenggara 2,18 juta jiwa, pulau Sulawesi 2,19 juta jiwa, Maluku sebanyak 1,53 juta jiwa, dan Kalimantan 0,99 juta jiwa.

Sebanyak 63% penduduk miskin Indonesia berada di perdesaan dan mayoritas adalah petani dan nelayan. Jumlah pengangguran masih sekitar 7% dari seluruh angkatan kerja.

Salah satu upaya pengentasan kemiskinan dalam teropong teologis adalah melalui optimalisasi dana zakat. Umat Islam jadi mayoritas di Indonesia, tetapi penduduk miskin juga didominasi muslim. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) (2019) mencatat adanya potensi zakat yang besar, yaitu sekitar Rp 217 triliun atau hampir 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita tiap tahun. Sedangkan zakat yang terhimpun baru 1,2% atau Rp 3 triliun. Sentuhan teologis dan praktis penting guna optimalisasi zakat dan sejenisnya.

Multiefek (multiplier effect) dari pendistribusian dan pendayagunaan zakat sangat besar dalam upaya menekan angka kemiskinan. Efek tersebut akan semakin membesar sebanding dengan besarnya jumlah zakat yang didistribusikan dan didayagunakan. Dengan demikian hal yang penting adalah memperbesar jumlah zakat yang dikumpulkan.

Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS melaporkan program pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang dilakukan BAZNAS pusat tahun 2018 telah berhasil dalam banyak hal. Pertama, berhasil meningkatkan penghasilan mustahik atau penerima zakat rata-rata sebesar 97,88%, atau mendekati 100%.

Kedua, berhasil secara signifikan memperbaiki tidak hanya kesejahteraan ekonomi mustahik, tetapi juga kesejahteraan spiritual (keislaman) mustahik, tingkat pendidikan dan kesehatan mustahik dan kemandirian ekonomi mustahik.

Ketiga, berhasil mengentaskan 28% mustahik dari garis kemiskinan versi Badan Pusat Statistik (BPS).

Keempat, bisa memperpendek 3,68 tahun dari waktu yang diperlukan untuk mengentaskan mustahik dari garis kemiskinan versi BPS. Ini artinya, bila tanpa zakat, waktu pengentasan kemiskinan menjadi 3,68 tahun lebih lambat.

Kelima, sukses meningkatkan penghasilan mustahik hingga melampaui garis Kebutuhan Pokok Minimal (had kifayah) pada 36% dari total mustahik.

Keenam, BAZNAS berhasil meningkatkan penghasilan mustahik hingga melampaui garis nishab zakat pada 26% mustahik dengan standar nishab emas dan 23% mustahik dengan standar nishab beras, yang berarti bahwa mustahik tersebut telah dientaskan dari kemiskinan sedemikian rupa sehingga yang bersangkutan telah berubah status menjadi muzakki (pembayar zakat).

Optimalisasi zakat

Zakat dan sejenisnya dapat menjadi solusi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, serta peningkatan pembangunan. Sosialisasi dan penyadaran berbasis spiritual penting digalakkan kepada calon muzakki atau donatur. Distribusi juga penting tepat sasaran dan berkonsep pemberdayaan sebagai solusi jangka panjang mengentaskan kemiskinan.

Sosialisasi zakat penting untuk mengoptimalkan penyadaran spiritual berbasis teologi. Zakat adalah termasuk rukun islam yang ke-3. Kata zakat di dalam Alquran terdapat pada 26 ayat yang tersebar pada 15 surat.

Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan pengumpulan zakat. Amil Zakat penting memberikan fasilitas ekstra, seperti bantuan penghitungan hingga penjemputan dan pelaporan distribusi. Pembayaran zakat pada level tertentu sudah menjadi kebutuhan, bukan sekadar kewajiban. Hal ini dengan niat ikhlas dan pemahaman akan hikmah besar dari zakat.

Manfaat zakat sendiri antara lain menyucikan harta dan mengembangkannya, menyucikan dan membersihkan orang yang berzakat, orang yang fakir menjadi lapang, menguatkan rasa saling menolong, sebagai wujud syukur, menunjukkan shiddiqul iman (kejujuran iman), serta dapat menjadi sebab mendatangkan keridhaan sang pencipta.

Untuk itu, basis data penting dimiliki institusi yang berkaitan dengan zakat, minimal oleh pengurus atau takmir masjid atau lembaga amil zakat. Data kemiskinan jamaah salah satunya dapat dimutakhirkan setahun sekali. Perkembangan jamaah miskin mesti terpantau secara komprehensif. Selanjutnya, kerja sama antarmasjid dibutuhkan guna saling tukar data demi kepentingan distribusi.

Selanjutnya, distribusi yang tepat dan visioner. Visi distribusi zakat seharusnya tidak sekadar mengentaskan kemiskinan, tetapi mengantarkan yang semula penerima (mustahik) menjadi pembayar zakat (muzakki). Pendekatan pemberdayaan berbasis kewirausahaan penting dioptimalkan. Informasi dan data dapat menjadi rujukan guna mendapatkan gambaran kemampuan mustahik dan peluang usaha di wilayahnya dan diharapkan mampu mengangkat ekonomi setempat.

Pemerintah penting untuk selalu mendukung dan memfasilitasi optimalisasi zakat ini. Zakat merupakan komponen yang tidak akan mengganggu penerimaan pajak bagi negara. Bahkan, dapat menambah sumber pengentasan kemiskinan.

BAZNAS hingga daerah-daerah dapat berperan sebagai fasilitator membimbing, mengawasi, dan mengeksekusi proses pengumpulan hingga distribusi zakat tersebut. Zakat dapat dimasukkan dalam rencana induk (masterplan) nasional pengentasan kemiskinan dan secara konsisten dilakukan.

Selain itu, sinergi dan sinkronisasi antara zakat dengan berbagai program pengentasan kemiskinan juga penting dilakukan.

Untuk itu, antara badan amil zakat dan pemerintah harus terus berkomunikasi dan membuat kebijakan baru agar kemiskinan bisa teratasi dan pengumpulan zakat bisa optimal.♦

Ribut Lupiyanto
Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×