Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Tri Adi
Sebuah video yang beredar baru-baru ini kembali menuai pro dan kontra. Dalam video tersebut terlihat porter dan petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) membungkuk sambil meletakkan tangan kanan menyilang ke dada sebelah kiri saat kereta berangkat. Gaya membungkuk ini mereka pertahankan hingga kereta keluar stasiun.
Sebuah tindakan yang manis menurut saya. Sayangnya, tidak semua orang sependapat. Sebuah akun di Twitter membagikan video tersebut sambil menuliskan kesedihannya. Menurutnya, aksi membungkuk karyawan KAI merupakan bentuk ketidaksetaraan. "Sedih liatnya. Manusia itu setara. Ngga perlu ada yg harus nunduk2 begini. Kecuali ke ortunya. @KAI121 sebaiknya hentikan prosedur ini," demikian cuitan salah satu pengguna twitter.
PT KAI tentu sudah memiliki pertimbangan matang saat menerapkan SOP ini. Menurut KAI, gestur hormat ini sebenarnya sudah dilakukan sejak 14 Agustus 2018 lalu sesuai dengan instruksi direksi KAI. "Tujuannya kan sebenarnya pemberian salam hormat atau salam terima kasih, sebagai bentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada para penumpang kereta api," kata Kepala Humas PT KAI Agus Komaruddin seperti yang dikutip Kompas.com.
Pihak yang kontra juga menuding gestur hormat ini meniru budaya Jepang, meski kemudian hal ini dibantah oleh KAI. Yang menjadi pertanyaan saya, kalau pun memang KAI meniru budaya Jepang, letak masalahnya di mana? Karena tujuan diterapkannya gestur hormat ini adalah menghormati pelanggan. Lagipula, gestur hormat ini tidak hanya berlaku bagi porter dan pegawai KAI saja. Akan tetapi juga mengikat ke dewan direksi hingga komisaris.
Coba lihat bagaimana Jepang berhasil membudayakan gestur hormat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dampaknya sangat luar biasa. Warga Jepang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Budaya inilah yang menyebabkan Jepang dinobatkan sebagai negara paling santun di dunia.
Budaya ini mungkin bakal sulit ditiru sepenuhnya oleh Indonesia. Sebab, ini sangat erat kaitannya dengan kultur dan tradisi masyarakat Jepang selama beribu-ribu tahun lamanya. Apalagi masyarakatnya terbilang homogen. Berbeda dengan Indonesia yang sangat heterogen. Tapi hal-hal baik dari warga Jepang tetap bisa kita jadikan panutan. Inovasi layanan yang diterapkan KAI patut kita acungi jempol. Bayangkan bila langkah KAI diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lain. Pasti dunia akan terasa lebih indah.•
Barratut Taqiyyah Rafie
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News