kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi Kemitraan Dagang Indonesia


Jumat, 16 April 2021 / 15:57 WIB
Implementasi Kemitraan Dagang Indonesia
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan RUU tentang Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement) antara Republik Indonesia dan negara-negara European Free Trade Association (EFTA) yang dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 9 April 2021 lalu (KONTAN,10/4/21). EFTA merupakan organisasi antar-pemerintahan yang didirikan dalam mendorong perdagangan bebas dan integrasi ekonomi untuk kepentingan negara-negara anggotanya yaitu Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.

Perjanjian komprehensif Indonesia-EFTA CEPA mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi, dan peningkatan kapasitas. Melalui perjanjian ini, aneka produk Indonesia akan mendapatkan akses pasar berupa konsesi penghapusan dan pengurangan tarif sehingga akan lebih kompetitif ke pasar EFTA. Indonesia akan mendapatkan penghapusan 7.042 pos tarif Swiss dan Liechtenstein, 6.338 pos tarif Norwegia dan 8.100 pos tarif Islandia.

Namun, masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia karena setelah disahkan RUU tersebut. Pemerintah harus membuat peraturan pendukung berupa Peraturan Menteri Keuangan terkait tata cara pengenaan dan penetapan tarif bea masuk, dan Peraturan Menteri Perdagangan terkait ketentuan surat keterangan asal (SKA). Aturan ini diharapkan dapat diimplementasikan pada awal Semester II-2021.

Tulisan ini membahas strategi Indonesia dalam persiapan implementasi kerjasama perdagangan Indonesia dan EFTA-CEPA (IE-CEPA) yang dapat membuka akses pasar baru bagi eksportir Indonesia.

Perolehan data dari Kementerian Perdagangan (2021) menggambarkan bahwa total perdagangan IndonesiaEFTA pada 2020 sebesar US$ 3,3 miliar atau meningkat 92,62% dibanding 2019 yang sebesar US$ 1,7 miliar. Pada 2020, EFTA menduduki peringkat ke-15 negara tujuan ekspor Indonesia dengan nilai ekspor sebesar US$ 2,4 miliar atau meningkat 195,72% dibandingkan 2019 yang hanya sebesar US$ 829,4 juta.

Di sisi lain, EFTA merupakan negara asal impor ke-24 bagi Indonesia dengan nilai impor sebesar US$ 882,5 juta atau turun 2,17% dibandingkan 2019 yang sebesar US$ 902,1 juta. Ekspor Indonesia ke EFTA antara lain emas (US$ 1,90 miliar), perhiasan (US$ 362,4 juta), limbah dan scrap dari precious metal (US$ 43,4 juta).

Sedangkan impor Indonesia dari EFTA yaitu bom dan granat (US$ 122,8 juta), bahan bakar dan minyak dari mineral bitumen (US$ 40,9 juta), dan berbagai jenis jam (US$ 25,1). Data tersebut menggambarkan, bahwa pada 2020 neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar US$1,6 miliar dari negara EFTA.

Merujuk salah satu kesepakatan perjanjian IE-CEPA yaitu menghapuskan tarif bea masuk di masing-masing negara EFTA dengan penghapusan sejumlah pos tarif impor negara negara EFTA akan menyebabkan harga produk semakin murah dan semakin beragam. Sementara produk barang dari negara-negara EFTA yang memenuhi kriteria juga akan diberikan penghapusan tarif oleh Indonesia.

Dengan penurunan tarif dalam kerja sama IE-CEPA maka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan akan meningkat dan para pelaku usaha Indonesia juga akan diuntungkan dengan pengurangan tarif bea masuk untuk impor barang modal, bahan baku dan produksi.

Strategi kebijakan

Langkah strategis pemerintah dalam persiapan implementasi perjanjian kemitraan ekonomi Indonesia - EFTA perlu mempertimbangkan faktor kekuatan, kesempatan, kelemahan, dan ancaman dari perdagangan Indonesia dalam upaya meningkatkan akses pasar ke negara EFTA.

Dari pemetaan strategi di atas, upaya yang perlu dilakukan Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Investasi/BKPM serta pemangku kepentingan lainnya adalah sebagai berikut.

Pertama, pada saat kerjasama perdagangan IE-CEPA diimplementasikan, Indonesia segera meningkatkan daya saing industri ketika diberlakukan eliminasi atau penghapusan tarif, terutama peningkatan daya saing pakaian dan tekstil serta produk daging agar manfaatnya dapat segera dinikmati oleh para pelaku usaha termasuk UMKM. Kerangka implementasi dapat diformulasikan dalam Rencana Jangka Menengah (2022 2026) yang dituangkan ke dalam Rencana Kerja Tahunan.

Kedua, produk kelapa sawit Indonesia sering dinilai tidak memenuhi kriteria dalam pasar Eropa karena menimbulkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia senantiasa melakukan inovasi terhadap produk kelapa sawit dan menyakinkan pembeli bahwa minyak sawit memiliki kualitas premium dengan tidak mengesampingkan isu-isu standar sustainable palm oil trade yang diberikan oleh negara terkait. Diharapkan, produk minyak sawit Indonesia akan mendapatkan akses pasar penuh di Islandia dan Norwegia.

Ketiga, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan memberikan relaksasi terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari kegiatan penerbitan surat keterangan asal (SKA). Dengan kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban eksportir di tengah tekanan pandemi virus korona. SKA merupakan dokumen yang dibutuhkan oleh para eksportir yang akan mengirimkan produk ke luar negeri. SKA ini membuktikan bahwa barang ekspor Indonesia telah memenuhi ketentuan asal barang (rules of origin) dari Indonesia.

Guna mendorong ekspor, pemerintah agar tetap memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 137/PMK.02/2020 tentang Penetapan Tarif Nol Rupiah Atas Jasa Penerbitan Surat Keterangan Asal yang Berlaku Pada Kementerian Perdagangan Karena Pandemi Covid-19. Relaksasi tarif SKA yang kini bisa mencapai nol rupiah tersebut merupakan stimulus bagi eksportir, dengan tujuan mengurangi dampak negatif pandemi.

Keempat, perlu ada sosialisasi yang tepat yang dilakukan oleh bea cukai mengenai aturan kebijakan importasi agar terjadi pemahaman yang baik pada pelaku usaha. Dan meningkatkan efisiensi prosedur ekspor impor khususnya untuk produksi segar seperti produk perikanan dan kelautan lainnya.

Perjanjian kerja sama antara Indonesia-EFTA termasuk suatu perjanjian yang membutuhkan waktu paling lama jika dibandingkan dengan perjanjian Indonesia lainnya. Namun, Indonesia memiliki motivasi dan strategi agar perjanjian tersebut segera diimplementasikan, seperti yang dikemukakan Michael Porter "the essence of strategy is choosing what not to do". Inti dari strategi adalah memilih apa yang tidak boleh diimplementasikan.

Penulis : Maruhum Batubara

Bekerja di Kedeputian Ekonomi Bappenas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×