kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor migas


Selasa, 17 Juli 2018 / 12:54 WIB
Impor migas


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Tri Adi

Pengumuman kinerja ekspor impor migas Juni 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan fakta menarik. Salah satunya: selama 13 bulan terakhir, tren nilai impor migas mendaki, dengan puncak tertinggi di Mei 2018 dengan nilai US$ 2,86 miliar.

Adapun nilai impor migas Juni kembali melandai dengan nilai US$ 2,11 miliar. Penurunan volme impor minyak mentah dan hasil minyak menjadi sebab. Pada bulan Juni, impor minyak mentah turun 44,66% yakni 746.600 ton dan hasil minyak turun 25,08%. Adapun impor gas naik US$29,7 juta atau 12,21%.

Namun, bila dibandingkan dengan data tahunan atau year on year, impor migas tetap dalam tren naik. BPS mencatat kenaikan 32%. Fakta ini layak untuk kita cermati, mengigat kita sudah benar-benar tergantung dengan energi migas impor. Jika terus dibiarkan, nilai dan volumenya masih akan memanas. Apalagi jika dibanding impor non migas, impor migas juga terus dominan.

Benar, pemerintah terus berupaya mengatasi ketergantungan 'impor' dengan mencuatkan proyek energi terbarukan, seperti tenaga listrik tenaga bayu hingga tenaga air. Namun, dorongan ke arah energi terbarukan masih kurang berenergi alias masih mini.

Masalah impor migas ini memang kompleks. Sumur-sumur yang tua, investasi migas yang masih mini, proyek kilang yang juga sudah sepuh serta perubahan kebijakan yang berpihak kepada kemandirian enerni. Ini membutuhkan keberanian, kesungguhan, ketangguhan serta kekonsitenan.

Misalnya, di era awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin negeri ini di 2014, Jokowi berani memangkas subsidi. Hanya, di ujung masa berakhirnya, kekonsistenan ini menghilang dengan tak membolehkan harga minyak naik. Efeknya, Pertamina harus menanggung beban dari kebijakan itu.

Hingga saat ini, PT Pertaminamemang belum kunjung melaporkan kinerja keuangannya. Jika merujuk kinerja 2017, Pertamina masih mampu membukukan laba US$ 2,41 miliar. Namun, laba ini turun 24% dibanding 2016 yang segede US$ 3,15 miliar. Salah satu penyebab turunnya laba adalah k harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak boleh di tengah harga minyak dunia yang naik.

Selain 'mengganggu' kinerja Pertamina, kebijakan tak menaikkan harga minyak sesuai dengan tingkat keekonomiannya akan berdampak di masa depan. Jika tiga tahun harga 'disembunyikan', siapa sanggup menahan harga BBM pasca tahun politik berakhir?•

Titis Nurdiana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×