Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Tri Adi
Setelah cukup lama tertunda akhirnya pada Rabu (19/12) Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara resmi melantik Komite Regulasi Telekomunikasi pada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) masa jabatan tahun 2018–2022
Ketua BRTI Ismail, juga juga Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPI), Wakil BRTI adalah Samuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) dan Danrivanto Budhijanto sebagi anggota, ketiganya unsur pemerintah. Dari unsur masyarakat: Agung Harsoyo, Bambang Priantono, I Ketut Prihadi Kresna, Johny Siswadi, Rolly Rochmad Purnomo dan Setyardi Widodo.
Terkait kekhawatiran independensi terganggu karena ada anggota BRTI dari perusahaan telekomunikasi, Rudiantara menjelaskan, mereka tidak terafiliasi. Lantaran sudah memasuki masa pensiun. Ke depan menurut Rudiantara, BRTI tidak hanya membuat regulasi, tetapi kewenangan akan lebih luas.
Jadi tidak hanya berfokus pada pipa telekomunikasi tetapi juga internet, over the top (OTT) dan semua yang berkaitan dengan teknologi informasi. Ke depan, berubahnya teknologi menyebabkan regulasi juga berubah dan arahnya ke IP base, semua itu internet protocol, jelas Rudiantara.
Cita-cita tersebut menjadi awal bagus menjadikan BRTI mempunyai kewenangan lebih luas. Namun jika masih di bawah kekuasaan Kominfo, tetap saja muncul kekhawatiran soal independensi BRTI. Seperti belum selesainya penetapan biaya interkoneksi, pengaturan OTT dan soal izin lisensi Bolt.
Memang banyak persoalan yang memerlukan independensu BRTI. Misalnya terkait. Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo. Sejatinya BAKTI memiliki tugas mulia yakni membangun prasarana telekomunikasi di terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), serta menyasar 5.000 desa agar dapat menikmati layanan telekomunikasi pada 2020.
Per Oktober 2018, jumlah stasiun pemancar atau base transceiver station (BTS) Bakti Sinyal yang on air sebanyak 758 unit di 21 provinsi dan 121 kabupaten. Padahal berdasarkan aturan, BAKTI hanya penyedia infrastruktur pasif seperti menara bukan BTS dan penyediaan tanah. Jika BRTI masih di bawah Kominfo, hal-hal seperti ini bisa memperbesar potensi benturan kepentingan. Agar lebih independen dan memiliki taji, seharusnya BRTI lepas dari Kominfo dan berdiri sendiri seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).•
Ahmad Febrian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News