Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 yang mulai berlaku 27 April 2020, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) akhirnya mendapatkan juga insentif Pajak Penghasilan (PPh). Apresiasi disampaikan kepada pemerintah karena insentif ini dibutuhkan bagi Wajib Pajak (WP) UMKM yang terdampak pandemi virus Korona (Covid-19).
Selama ini, wajib pajak UMKM dikenai PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2018. Berdasarkan peraturan ini, wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar per tahun dikenai PPh final sebesar 0,5% dari peredaran bruto. PPh final yang terutang dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh wajib pajak atau dipotong atau dipungut oleh pemotong/pemungut PPh.
Insentif PPh yang diberikan kepada wajib pajak PPh final sesuai dengan PP No 23/2018 adalah berupa PPh final Ditanggung Pemerintah (DTP). Berdasarkan PMK No 44/2020, wajib pajak yang selama ini menyetor sendiri PPh final atau PPh finalnya dipotong oleh pemotong, PPh final yang terutang ditanggung oleh pemerintah.
Dalam hal wajib pajak melakukan impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) tidak memungut PPh Pasal 22 Impor. Insentif PPh final DTP diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak September 2020. PPh final DTP yang diterima oleh wajib pajak ini tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
Untuk mendapatkan insentif PPh final DTP, wajib pajak harus mengajukan surat keterangan sesuai dengan PMK No 44/2020 melalui laman www.pajak.go.id. Wajib pajak juga harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP paling lambat setiap tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Surat keterangan harus sudah dimiliki paling lambat sebelum penyampaian laporan realisasi. Desiminasi ketentuan ini harus segera dilakukan, tidak hanya kepada wajib pajak, tetapi juga kepada pemotong PPh final yang melakukan transaksi dengan wajib pajak. Jika ketentuan ini tidak atau terlambat diketahui, insentif PPh final DTP tidak atau kurang termanfaatkan oleh wajib pajak.
PMK No 44/2020 memang baru diterbitkan pada 27 April 2020. Namun wajib pajak yang dalam masa pajak April 2020 tidak bertransaksi dengan pemotong PPh final, dapat memanfaatkan sepenuhnya insentif tersebut karena PPh final DTP diberikan mulai masa pajak April 2020.
Bagi kelompok wajib pajak ini, yang biasanya menyetor PPh final untuk masa pajak April 2020 paling lama tanggal 15 Mei 2020, masih cukup waktu untuk mendapatkan surat keterangan. Ia tidak perlu menyetor PPh final yang terutang masa pajak tersebut. Berlainan dengan wajib pajak yang melakukan transaksi dengan pemotong, mungkin tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya insentif PPh final DTP.
Transaksi dengan pemotong
Wajib pajak PPh final sesuai PP No 23/2018 yang bertransaksi dengan pemotong PPh menyerahkan fotokopi surat keterangan. Pemotong PPh melakukan konfirmasi atas kebenaran surat keterangan yang diserahkan oleh wajib pajak, antara lain dengan cara melakukan scan barcode.
Dalam hal surat keterangan terkonfirmasi, pemotong membuat Surat Setoran Pajak (SSP) atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh Final Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor 44/PMK.03/2020" dan tidak melakukan pemotongan PPh. SSP atau cetakan kode billing tersebut wajib dilaporkan oleh pemotong dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Apabila tidak terkonfirmasi, pemotong PPh final memotong PPh sesuai ketentuan umum PPh.
Secara umum, masih perlu sejumlah kejelasan terkait dengan aturan ini. Pertama, wajib pajak yang dalam masa pajak April 2020 bertransaksi dengan pemotong dan telah dipotong PPh final sesuai dengan PP No 23/2018 oleh pemotong sebelum berlakunya PMK 44/2020 pada 27 April 2020, mestinya dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran PPh final yang telah dipotong. Sebab insentif PPh final DTP diberikan mulai masa pajak April 2020.
Mekanismenya, wajib pajak mengajukan permohonan kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang. Bisa juga dengan cara mengajukan permohonan pemindahbukuan oleh pemotong ke pembayaran pajak si wajib pajak.
Kedua, dapat terjadi ketidak sesuaian masa pelaporan oleh pemotong dan wajib pajak yang melakukan transaksi dengan pemotong. Wajib pajak melaporkan peredaran bruto yang diperoleh dari usaha dalam suatu masa pajak berdasarkan invoice yang diterbitkan pada masa pajak. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (8) PMK 44/2020, pemotong melakukan pemotongan pajak pada saat pembayaran, yang mungkin tidak sama dengan masa pajak diterbitkannya invoice.
Perlu insentif?
Wajib pajak orang pribadi maupun badan yang memenuhi ketentuan PP 23/2018 dapat menikmati insentif PPh final DTP apabila membutuhkannya. Insentif PPh final DTP mengurangi pajak terutang tahun pajak 2020. Sebab PPh final terutang masa pajak April sampai dengan September 2020 ditanggung pemerintah.
Hal ini berlainan dengan insentif PPh bagi selain wajib pajak PPh final PP 23/2018, yaitu berupa pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Bagi wajib pajak tersebut, insentif ini tidak mengurangi pajak terutang tahun pajak 2020 karena PPh Pasal 25 dan Pasal 22 impor hanya merupakan pajak yang dibayar dimuka.
Bagi sebagian wajib pajak PPh final PP 23 yang tidak terdampak pandemi Covid-19, tak ada salahnya berpikir lagi sebelum menggunakan fasilitas ini. Insentif ini memang hak para wajib pajak. Namun dengan tidak memanfaatkan insentif PPh final yang ditanggung pemerintah, wajib pajak telah membantu pemerintah meringankan beban negara dalam membiayai pandemi Covid-19.
Penulis : Didik Budi Waluyo
Managing Partner DBW Tax Consulting
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News