kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi asing dan kedaulatan ekonomi kita


Kamis, 13 Desember 2018 / 17:01 WIB
Investasi asing dan kedaulatan ekonomi kita


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16. Dalam salah satu paket kebijakan ini, pemerintah memberikan relaksasi berupa pelepasan daftar negatif investasi (DNI). Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan, dalam DNI tersebut pemerintah melepas sebanyak 54 bidang usaha ke asing. Artinya, modal asing bisa masuk lewat kepemilikan modal sebanyak 100%.

Sebelumnya melalui Peraturan Perpres No. 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mendapat relaksasi 100% tak banyak dilirik investor asing. Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, dari 54 bidang usaha, hanya 25 saja yang sudah dipastikan boleh dimiliki asing hingga 100%.

Terbitnya kebijakan ini telah menimbulkan kekhawatiran bagi kalangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Ketua Asosiasi UMKM Ikhsan Ingratubun mengkhawatirkan nasib pelaku usaha kecil dan industri rumahan akan terpinggirkan. Ia khawatir sektor hulu akan dikuasai pemodal asing sehingga kalangan UMKM kalah saing dan tak yakin kesempatan membuka penanaman modal asing dapat menyerap tenaga kerja rumahan.

Paket kebijakan ekonomi ini merupakan lanjutan dari upaya pemerintah mendobrak penanaman modal asing ke Indonesia. Sebelumnya, pemerintah pada tahun 2015 telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 103/2015 tentang Kepemilikkan Properti Asing dan pada tahun 2018, Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Dalam perspektif hukum ekonomi internasional, perpindahan modal yang melintasi batas suatu negara merupakan salah satu bentuk praktik ekonomi internasional. Prinsip national treatment dalam hukum ekonomi internasional menyebutkan bahwa negara tertentu mengatur kesamaan peraturan yang dibuat suatu negara terhadap barang, jasa dan modal luar negeri terhadap peraturan pasar dalam negerinya.

Dalam praktik hukum ekonomi internasional, tidak semua negara dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Sehingga suatu negara juga membutuhkan bantuan dari negara lain. Investasi asing dalam sudut pandang hukum ekonomi internasional tak hanya sebatas ekspansi bisnis semata, tetapi juga sebagai bentuk pemerataan ekonomi dari suatu negara ke negara lain.

Demokrasi ekonomi

Meskipun demikian, ketentuan hukum ekonomi internasional tersebut harus disesuaikan dengan kepentingan nasional suatu negara. Berbicara mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumber ekonomi tidaklah bisa merujuk langsung pada Undang-Undang. Kita harus memulai berbicara mengenai ideologi, yaitu ideologi perekonomian nasional dan rujukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah konstitusi.

Sistem perekonomian nasional yang terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 menganut prinsip demokrasi ekonomi. Hal ini bisa dilihat pada ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan perekonomian nasional itu disusun berdasarkan usaha bersama dan berasaskan kekeluargaan. Sistem perekonomian nasional mengandung semangat ekonomi kerakyatan yang sangat erat kaitannya dengan negara demokrasi, yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Rakyat adalah pemilik kedaulatan tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta bidang usaha yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak haruslah ditujukan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Secara konstitusional, sistem perekonomian nasional Indonesia sejatinya adalah pembangunan berbasis negara (state-based development) yang memiliki unsur pemerintah dan rakyat. Dalam penyelenggaraan negara yang terdiri dari empat komponen yakni: wilayah, rakyat, pemerintah, dan kedaulatan berada pada posisi yang sama. Output-nya adalah pembangunan yang menguntungkan berbagai pihak, terutama masyarakat (pareto superior), bukan pembangunan yang mengorbankan orang lain (pareto optimal).

Dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 disebutkan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Secara konstitusional, Pemerintah berkewajiban memproteksi masyarakat pada umumnya dan pelaku usaha domestik khususnya.

Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh pemerintah terkait dengan kepemilikan 100% modal oleh investor asing pada bidang usaha tertentu ini guna memproteksi pelaku usaha domestik atau UMKM.

Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.13/PUU-XVI/2018 menyatakan bahwa perjanjian internasional khusus yang berkaitan dengan perdagangan bebas dan investasi asing harus melibatkan persetujuan DPR RI. Maka, investasi asing yang berdampak luas bagi pasar dan situasi perekonomian dalam negeri pemerintah wajib meminta persetujuan dari DPR RI. Berdasarkan prinsip klausul penyelamat (safeguard clause), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membenarkan tindakan suatu negara menanggalkan kewajiban secara sepihak dalam perjanjian internasional apabila merugikan suatu negara.

Kedua, alas hak kepemilikan gedung atau lahan tempat operasional usaha para investor asing haruslah beralaskan hak pakai atau hak sewa dalam jangka waktu tertentu dan tidak boleh melebihi dari ketentuan peraturan perundang-undangan yakni paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun. Sebagaimana termaktub Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007 yang menyatakan khusus mengenai perpanjangan HGU, HGB, dan Hak Pakai berlaku ketentuan UU No. 5/1960 dan PP No. 40/1996.

Ketiga, kebijakan pemerintah ini masih perlu ditatar pada level peraturan perundang-undangan. Dengan membuat peraturan mengenai persyaratan kepemilikan modal, perizinan, hak dan kewajiban berbagai pihak, transaksi perdagangan, pangsa pasar masing-masing usaha, penyerapan tenaga kerja, kontribusi bagi negara dan pengawasan kegiatan usaha investor asing.

Jika tidak, maka dominasi perusahaan asing bisa menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Serta memunculkan konflik sosial, surplus ekonomi nasional keluar dan industri domestik akan berhadapan dengan posisi kekuatan asing dan pasar domestik akan dibanjiri barang impor.

Agung Hermansyah
Staf Legal ASA Law Firm Pekanbarau

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×