kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi Semu dan Alternatif Solusi


Senin, 15 Februari 2021 / 15:11 WIB
Investasi Semu dan Alternatif Solusi
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Dunia perasuransian Tanah Air kembali menampilkan wajah muram durja. Pasalnya, berselang satu tahun setelah mencuatnya skandal Jiwasraya, kini PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) terperosok di lubang yang sama. Skenario kejadiannya bak film sekuel laris bertajuk "skandal mega-korupsi perasuransian" episode kedua.

Bedanya, kerugian negara pada skandal korupsi Asabri jauh lebih jumbo dibandingkan dengan potensi kerugian yang dialami oleh Jiwasraya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di awal tahun ini menaksir kerugian negara akibat skandal Asabri mencapai sekitar Rp 23,7 triliun. Sementara dalam Jiwasraya gate, negara dirugikan hingga sebesar Rp 16,81 triliun.

Sebagaimana diberitakan, sejumlah mantan direksi dan manajer Asabri terseret dalam pusaran skandal tersebut, dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Antara lain, direktur utama, satu direktur investasi dan keuangan, serta dua kepala divisi investasi dan keuangan.

Bercermin dari daftar tersangka yang terlibat, diduga kuat episentrum gonjang-ganjing Asabri terletak di bagian keuangan dan investasi perseroan asuransi plat merah tersebut. Bagian inilah yang mengatur, dan memutuskan penempatan dana perseroan di berbagai bentuk investasi, baik di aset finansial (sekuritas), maupun pada aset riil (properti).

Kebijakan direksi Asabri yang mengalokasikan sejumlah dana premi untuk investasi, sejatinya tidak ada yang salah. Sebab, di samping laba perseroan diperoleh dari proses penjaminan (underwriting), perolehan laba juga bersumber dari hasil pengalokasian premi asuransi pada investasi. Termasuk investasi di saham milik emiten tertentu.

Praktik inovasi negatif

Namun persoalannya, belakangan diketahui bahwa perseroan tersebut menginvestasikan dananya pada aset finansial (saham) dengan kualitas buruk. Sehingga bukan keuntungan besar yang didapat, melainkan kebuntungan besar yang dicatatkan oleh Asabri. Hal ini tentu sebangun dengan kaidah keuangan modern yang menyatakan, kualitas perusahaan ditentukan oleh kualitas laba dan kualitas aset perusahaan.

Alhasil, bobolnya keuangan Asabri tidak terhindarkan. Karena perseroan terjerumus dalam investasi semu yang direkayasa sedemikian rupa oleh pihak-pihak di luar manajemen, dan disepakati pula oknum direksi. Sehingga pada gilirannya perseroan asuransi tersebut menderita potensi kerugian yang besar.

Investasi semu yang dimaksud adalah investasi yang menjanjikan keuntungan besar, namun senyatanya keuntungan tersebut bersifat semu, atau memiliki potensi kerugiannya yang sangat besar. Investasi semu bisa terjadi lantaran adanya praktik inovasi keuangan dan akuntansi (financial innovation) yang dilakukan oleh manajemen, maupun para pihak di luar manajemen.

Praktik inovasi keuangan yang dilakukan pihak di luar Asabri berupa penggelembungan harga saham dari harga saham semestinya (harga wajar pasar) milik para tersangka dari kalangan pengusaha swasta yang memiliki inisial nama HH, BTS, LP. Dengan kalimat lain, pihak swasta sebagai mitra bisnis perseroan tersebut menyembunyikan kondisi kinerja saham mereka yang sebenarnnya, sehingga menimbulkan misrepresentasi bagi pihak perseroan milik negara.

Dugaan sumber kerugian Asabri terletak pada transaksi pertukaran portofolio saham milik Asabri dengan saham milik swasta dengan harga yang sangat tinggi. Dalam hal ini, pihak swasta berhasil memanipulasi (menggoreng) saham-saham tersebut, sehingga seolah-olah saham miliknya bernilai tinggi dan melampaui harga wajar pasarnya.

Sehingga perseroan harus tombok dana besar dalam transaksi pertukaran saham tersebut, dengan harapan bisa memperbaiki kinerja portofolio saham Asabri. Namun, harapan itu tidak pernah menjadi kenyataan, karena perbaikan kinerja saham-saham dalam portofolio milik Asabri bersifat semu, atau hanya seolah-olah terlihat berkinerja baik, padahal berkinerja sebaliknya.

Bahkan yang lebih parah lagi, pasca-transaksi tersebut, portofolio saham milik Asabri dikendalikan oleh pihak swasta. Puncaknya, perseroan menanggung kerugian besar lantaran perseroan menjual saham-saham portofolio di bawah harga perolehan (harga beli). Sebab, saham-saham tersebut nilainya "mendadak" terkoreksi cukup tajam.

Jadi, skandal Asabri merupakan salah satu bentuk praktik inovasi keuangan negatif. Praktik menyimpang ini pernah dilakukan para akuntan di Amerika Serikat-Eropa, dan kasusnya mencuat pada tahun 2001 hingga tahun 2002. Sebagai contoh, Enron sebelumnya merupakan perusahaan yang langganan masuk dalam Fortune 500 Companies.

Namun, seketika nama besar Enron tenggelam, lantaran skandal manipulasi laporan keuangannya. Demikian juga dengan perusahaan besar di Italia, seperti, Xerox, Tyco, Parmalat, yang sempat menggegerkan dunia keuangan Eropa, dan menimbulkan krisis kepercayaan terhadap integritas para akuntan. Ini karena praktik inovasi akuntansi negatif.

Praktik inovasi keuangan atau akuntansi negatif juga sempat menjadi pemicu krisis ekonomi tahun 2008 atau yang dikenal sebagai krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat. Kasus ini menciptakan bubble economy yang sangat membahayakan stabilitas ekonomi dunia.

Sub-prime mortgage merupakan kredit kepemilikan properti yang diberikan kepada masyarakat yang sebenarnya memiliki solvabilitas rendah. Namun kondisi keuangan para debitur yang menjadi basis portofolio kredit tersebut direkayasa sehingga seolah-olah layak menerima kredit perumahan.

Pilihan solusi

Oleh karena itu, perlu terobosan dan alternatif lain dalam pengelolaan dana publik agar tidak terulang kasus yang sama. Salah satu pilihannya, para pegiat investasi bisa menimbang solusi yang ditawarkan oleh investasi (pasar modal) berbasis syariah.

Syariah tentu membolehkan praktik inovasi keuangan, sepanjang memberikan nilai tambah bagi perusahaan dan/ atau meningkatkan nilai dari perusahaan. Misalnya, tercapainya efisiensi biaya, terwujudnya akuntabilitas dan transparansi, proses pelaporan yang lebih cepat, dan lainnya.

Dengan demikian, hukum muamalah sejatinya cukup permisif. Sebab, semua yang menyangkut aktivitas ekonomi-bisnis/investasi diperbolehkan, kecuali secara eksplisit dilarang syariah.

Praktik inovasi keuangan yang mengandung unsur penipuan (fraud) dilarang oleh sistem syariah, lantaran tidak sejalan dengan prinsip keadilan, kesetaraan, kejujuran, etika dan moral. Sebagaimana ungkapan bijak anggota kongres AS, Shirley Chisholm: "when morality comes up against profit, it is seldom profit that loses". Ungkapan tersebut juga sejalan dengan ajaran agama yang mengingatkan, akar dari segala kejahatan adalah berlebihan dalam mencintai harta.

Penulis : Imron Rosyadi

Lektor Kepala FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×