kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jadi pemain atau wasit


Rabu, 24 April 2019 / 10:20 WIB
 Jadi pemain atau wasit


Reporter: Bagus Marsudi | Editor: Tri Adi

Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana kesibukan polisi memproses laporan-laporan kecurangan dan perbuatan yang dianggap melawan hukum setelah pemilu usai. Hampir tiap hari, ada saja laporan dari kelompok masyarakat pendukung masing-masing kubu menyangkut hal-hal yang sebenarnya sepele.

Ada satu kelompok yang mempermasalahkan status akun di media sosial beberapa orang, hanya lantaran dianggap mengejek klaim-klaim salah satu capres. Ada juga kelompok yang melaporkan beberapa lembaga survei yang dianggap menyebarkan kebohongan publik lantaran hasil surveinya tidak sesuai dengan harapan dan membingungkan.

Di sisi lain, ada petinggi lembaga survei juga melaporkan beberapa akun yang dianggap menebar hoaks dengan mencatut percakapan dengan pihak ketiga yang dianggap bentuk konspirasi. Kelompok masyarakat lain juga melaporkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden telah melanggar Undang-Undang lantaran mengklaim sudah menang berdasarkan hitungan riil, padahal proses penghitungan resmi belum usai.

Kedua pihak sama-sama mengadu ke polisi. Mungkin saja mereka juga tidak tahu, butuh berapa lama polisi bakal memroses laporan itu. Sebab, prosesnya memang panjang. Selain memeriksa para saksi pelapor, tahap berikutnya juga memanggil terlapor untuk dimintai keterangan. Baru setelah berkas lengkap (P21), kasus dilimpahkan ke pengadilan.

Mungkin saja, dalam kondisi seperti sekarang, para pelapor tidak terlalu peduli soal bagaimana kelanjutan laporannya ke polisi. Soalnya, mereka tahu, polisi  juga akan berhati-hati sebelum memproses lebih lanjut lantaran nuansa sentimen politisnya begitu kental. Bagi para pelapor, proses itu mungkin urusan berikutnya. Yang lebih penting adalah laporan itu cukup untuk menggiring opini publik bahwa satu pihak lebih benar dari yang lain. Atau, bisa juga itu bagian dari strategi untuk memperingatkan publik agar berhati-hati jika berkomentar.

Laporan-laporan hal sepele dengan argumentasi hukum yang terlihat mengada-ada memang sudah sangat jelas arahnya. Apalagi jika dasar laporannya menggunakan pasal: perbuatan melawan hukum (335 ayat 1 KUHP). Meski Mahkamah Konstitusi telah resmi menghapus frasa: perbuatan tidak menyenangkan dalam pasal itu, toh, umumnya dasar laporan tetap timbul akibat ketidaksenangan.

Kepolisian kini diuji, mau ikut bermain atau tetap jadi wasit?♦

Bagus Marsudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×