kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jaga ekonomi saat Ramadan dan Lebaran


Jumat, 10 Mei 2019 / 14:53 WIB
Jaga ekonomi saat Ramadan dan Lebaran


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Tidak terasa, bulan Ramadan telah tiba, sebuah bulan yang penuh makna bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Setelah itu, tepat pada awal bulan Syawal, Hari Raya Idul Fitri atau biasa disebut dengan Lebaran akan dirayakan, sebagai sebuah hari kemenangan.

Untuk itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) harus terus mempersiapkan diri menyambut momentum tersebut. Saat memberikan pengantar dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, 23 April 2019 lalu, Jokowi mengingatkan, walau sudah secara rutin dilakukan setiap tahun, ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok harus betul-betul diawasi agar tidak terjadi lonjakan harga. Dengan demikian, masyarakat, terutama umat Islam dapat beribadah dengan tenang.

Sebagai tindak lanjut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memimpin rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 25 April 2019. Dalam rapat yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan itu, Darmin meyakinkan bahwa pemerintah mampu menjaga tingkat inflasi selama periode Ramadan dan Lebaran 2019. Pertanyaannya, mampukah hal ini terwujud?

Periode Ramadan dan Lebaran identik dengan kenaikan harga bahan pokok. Mengapa demikian? Di sini, hukum ekonomi sederhana dari sisi supply and demand alias pasokan dan permintaan berlaku. Lazim terjadi, pasokan bahan pokok yang ada tidak mampu memenuhi permintaan. Akibatnya, harga pun mengalami lonjakan yang sering kali signifikan.

Namun, harus diakui pula. Selama lima tahun belakangan, pemerintah mampu mengendalikan harga selama periode Ramadan dan Lebaran. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tingkat inflasi selama periode Ramadan berada pada kisaran 0,5% di 2014, 2015, dan 2016. Namun, pada dua tahun terakhir, besaran inflasi masing-masing sebesar 0,39% dan 0,21%.

Sedangkan, untuk periode Lebaran, inflasi di 2014 hingga 2016 mencapai 0,93%, dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 2017 dan 2018 besaran inflasi turun menjadi 0,90% dan 0,59%.Data-data ini menunjukkan keberhasilan pemerintah mengendalikan harga barang, terutama bahan pokok.

Untuk tahun ini, periode Ramadan dan Lebaran akan berlangsung pada Mei hingga Juni. Berdasarkan pemantauan, pada dasarnya bahan pokok yang paling utama seperti beras, cabai merah, sampai daging sapi, tidak ada masalah yang berarti. Akan tetapi, pemerintah memiliki isu untuk komoditas bawang putih.

Sebagai bentuk antisipasi, pemerintah telah menerbitkan persetujuan impor bawang putih bagi delapan importir swasta dengan jumlah 115.765 ton. Langkah itu diharapkan mampu menurunkan harga bawang putih di level konsumen dari kisaran Rp 40.000 per kg menjadi Rp 32.000–Rp 35.000 per kilogram (kg).

Untuk itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemdag) harus memastikan agar importir tidak menahan stok bawang putih yang mereka peroleh. Jangan sampai peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu terulang. Saat itu, ada importir yang menahan barang, sehingga mengakibatkan berkurangnya pasokan di lapangan, yang berujung pada kenaikan harga komoditas itu.

Apabila ada importir yang bandel, pemerintah harus menjatuhkan sanksi berupa pencabutan izin impor hingga memasukkan importir tersebut ke dalam daftar hitam (black list). Dengan cara ini timbul efek jera agar tindakan serupa tidak dilakukan importir lain.

Faktor tiket pesawat

Komponen lain yang harus diwaspadai adalah tarif angkutan udara. Sudah menjadi rahasia umum, harga tiket pesawat masih saja mahal hingga tulisan ini dibuat. Sebenarnya, tidak ada yang salah. Sebab, maskapai masih mematuhi ketentuan batas atas maupun batas bawah dalam aturan yang diberlakukan Kementerian Perhubungan (Kemhub). Kendati demikian, apabila dibiarkan, maka akan memengaruhi inflasi periode Ramadan dan Lebaran.

Bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi sebesar 0,11%. Dengan demikian, inflasi tahun kalender mencapai 0,35% dan inflasi year on year sebesar 2,48%. Namun, yang menjadi catatan adalah, tarif angkutan udara. Misalnya di Kota Tual, Maluku Tenggara. Inflasi angkutan udara 32,14% secara bulanan. Bagi Kepala BPS Suhariyanto, fakta ini bukanlah sesuatu yang lazim karena kenaikan harga tiket pesawat hanya terjadi pada musim tertentu. Sebagai contoh ketika mudik Lebaran.

Untuk itu, langkah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang turut serta membereskan masalah tiket pesawat terasa wajar. Sebab, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian memiliki kepentingan agar inflasi terjaga pada periode penting seperti Ramadan dan Lebaran ini. Apabila inflasi di titik ini terkendali, maka inflasi sepanjang tahun yang ditetapkan 3,5% dalam APBN 2019 akan aman. Muaranya, konsumsi rumah tangga tetap tumbuh positif sehingga pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan bisa tercapai.

Namun, perlu dipertimbangkan juga dalam upaya menurunkan harga tiket pesawat ini sepatutnya mempertimbangkan perhitungan ekonomis yang matang. Jika memang ada kekhawatiran penurunan tarif angkutan udara itu bakal mengikis pendapatan perseroan, opsi lain seperti pemberian subsidi bisa dipertimbangkan. Walaupun berbau populis, apabila memang diperlukan, berikan saja subsidi sehingga tiket pesawat terjangkau.

Sebagai penutup, penulis ingin mengingatkan keberhasilan pemerintah menjaga inflasi, termasuk selama periode Ramadan dan Lebaran, jangan sampai terlena. Ingat! Ada faktor-faktor tak terduga yang berpotensi mengganggu perencanaan maupun target-target di atas. Ambil contoh cuaca ekstrem sebagaimana peringatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Jika terus berlanjut, gangguan terhadap bahan pokok dapat terjadi. Mulai dari sisi produksi (pertanaman dan pascapanen) hingga sisi distribusi. Ketika kedua komponen itu terhambat, maka harga-harga bisa melonjak dan memberatkan konsumen. Ujungnya kembali lagi ke peningkatan inflasi hingga terganggunya konsumsi rumah tangga, motor utama perekonomian Indonesia.

Kita tentu tak mengharapkan semua itu terjadi. Kalaupun terjadi, rencana B sudah harus dipersiapkan tentunya. Mulai dari pendataan perinci mulai dari produksi hingga stok bahan pokok yang ada.

William Henley
Founder Indo Sterling Capital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×