kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jangan fokus hasil akhir


Selasa, 10 Juli 2018 / 13:17 WIB
Jangan fokus hasil akhir
ILUSTRASI. ANALISIS - Shinta Kamdani


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tri Adi

Segala ikhtiar coba dilakukan pemerintah menghadapi goyahnya ekonomi nasional. Salah satu yang mencuat dan jadi perhatian adalah soal banyaknya intervensi pemerintah terhadap pasar.

Secara umum, dunia usaha menilai pemerintah masih berada di lajur yang belum menganggu iklim usaha. Namun meski tentunya untuk tiap upaya intervensi pasar perlu dirundingkan terhadap seluruh pihak, termasuk para pengusaha.

Misalnya terkait kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sejumlah komoditas pangan strategis, penetapannya harus berdasarkan konsultasi dengan pengusaha. Hal ini dilakukan agar jangan sampai HET justru berimplikasi negatif bagi kelangsungan bisnis dan produksi bahan pangan tersebut.

Kebijakan intervensi pemerintah ini memiliki dua sudut pandang yang berbeda. Pada satu sisi, pemerintah dinilai baik karena berusaha melindungi konsumen, tapi di sisi lain pemerintah juga terlihat arogan dengan mengorbankan pengusaha dan petani agar harga pangan bisa turun.

Terkait HET ini, pemerintah sebenarnya perlu menelusuri lebih dalam efeknya, jangan hanya fokus pada hasil akhirnya, yakni harga yang tinggi, tapi juga membenahi tata niaganya.

Dalam kasus lain, soal penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Saya kira intervensi ini sangat diperlukan pengusaha karena saat ini tantangannya sudah jelas, penurunan tingkat konsumsi masyarakat karena kenaikan kenaikan impor dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Alhasil, bila pemerintah tak melakukan intervensi, ada kemungkinan dunia usaha harus melakukan beberapa penyesuaian harga produk.

Terlebih jika menyangkut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara, upaya ini di satu sisi bisa membantu risiko kenaikan biaya logistik dan listrik. Namun, perlu pula dicermati, hal ini juga dapat memberikan risiko terhadap defisit neraca perdagangan karena Mei lalu impor migas merupakan komponen impor terbesar. •

Shinta Widjaja Kamdani
Wakil Ketua Umum Kadin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×