Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Tri Adi
Cryptocurrency atau mata uang kripto kini bisa diperdagangkan layaknya komoditas konvensional. Hal itu menyusul ditetapkannya uang kripto sebagai subjek komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Lebih menguntungkan atau tidak, itu sulit diramal. Tapi, jika Bappebti mengadopsi aturan uang kripto seperti di Amerika Serikat, tak menutup kemungkinan harganya menurun.
Tahun lalu, otoritas bursa berjangka di AS meresmikan hal serupa seperti baru saja dilakukan Bappebti. Hari pertama diaktifkan, nilai uang kripto turun.
Soalnya, pemain uang kripto melihat hal berbeda. Ketika uang itu sudah diperdagangkan di bursa, pembelinya nanti kebanyakan pemain besar. Nah, mereka bukan membeli komoditas uangnya secara riil melainkan membeli kontrak.
Ini jadi sentimen negatif bagi pemain uang kripto. Sehingga mereka ramai-ramai melepas kepemilikannya karena takut dorongan jual kian besar. Padahal, jika bicara prospek dan sentimen, uang kripto mirip instrumen investasi konvensional. Bedanya, hanya di konversi nilai tukarnya.
Misal, seseorang ingin membangun sebuah aplikasi. Aplikasi itu perlu modal uang kripto agar bisa berdiri. Uang kripto itu nanti menjadi token dan berfungsi selayaknya saham atau instrumen investasi lainnya.
Sehingga, jika aplikasinya berjalan baik, permintaan uang kripto di token itu naik, otomatis harganya terkerek. Oleh sebab itu, akan lebih baik jika aturan Bappebti tak mengganggu pasar ritel kripto. Sebaiknya, Bappebti jangan menyamaratakan uang kripto sebagai produk komoditi.
Lebih baik Bappepti membuat bursa dan produk kripto sendiri sesuai aturan yang mereka buat, dengan sasaran pembeli khusus pula. Produk itu silakan dijual ke pihak lain, seperti bank atau lembaga non keuangan lainnya.
Soalnya, masih banyak trader yang suka volatilitas pasar ritel ini. Jadi aturan Bappebti harus benar-benar spesifik, mengingat profil risiko trader dan investor berbeda-beda.
Vinsensius Sitepu
Pendiri Mahapala Multimedia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News