kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jangan jadi hoaks


Senin, 12 Maret 2018 / 13:19 WIB
Jangan jadi hoaks


| Editor: Tri Adi

Upaya pemerintah menyusun database kependudukan dengan menerapkan nomor identitas tunggal, tentu baik. Pemberlakuan nomor Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tunggal memungkinkan pengelolaan database kependudukan secara rapi.

Hasilnya pun sudah terasa. Para pendaftar BPJS Kesehatan mandiri secara online, misalnya, tahu benar "enaknya" data-data tentang dirinya dan keluarga ada di dalam sistem database yang rapi. Pendaftar cukup mengetikkan nomor KK, maka sistem pendaftaran online BPJS Kesehatan akan otomatis menampilkan seluruh daftar anggota keluarga beserta NIK masing-masing.

Lo, kok, enaknya dalam tanda petik? Iya. Setelah BPJS Kesehatan menerapkan sistem kepesertaan berbasis KK, masyarakat tidak bisa lagi mendaftarkan hanya sebagian anggota keluarga. Kemampuan sistem BPJS mengintip database KK akan mendapati berapa jumlah anggota keluarga yang sebenarnya. Sistem akan menolak jika kita tidak mendaftarkan seluruh anggota keluarga apa pun alasannya.

Upaya Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk ikut memanfaatkan database kependudukan lewat program registrasi ulang kartu prabayar berdasar KK dan NIK bisa dimengerti. Populasi nomor telepon seluler prabayar yang luar biasa besar menyulitkan pemantauan penggunaan. Padahal,  "tekanan" agar Kemkominfo memerangi hoaks semakin berat.

Sayangnya, ada satu hal penting yang mungkin dilupakan oleh pemerintah. Konsumen dan pelaku bisnis telekomunikasi seluler ini sudah terlalu terbiasa mengakali sistem.

Setiap ganti Menteri Kominfo, rasa-rasanya ada saja sistem baru registrasi. Berbagai upaya pembenahan database nomor-nomor itu selalu gagal. Para pedagang  kartu dengan mudah membantu pembeli memalsukan registrasi. Bahkan akal-akalan semacam itu menjadi tambahan layanan yang ditawarkan kepada calon pembeli. Kecurangan terus berlangsung, seolah bukan masalah karena semua pihak hepi.

Nah, kali ini, akankah pemalsuan NIK dan KK dalam registrasi ulang juga akan dibiarkan berlalu? Selesaikah persoalan saat konsumen membetulkan data lewat gerai resmi operator? Cukupkah menyalahkan konsumen dengan tuduhan tak  menjaga data dengan benar? Tidak adakah penyelidikan serius terhadap operator dan distributor kartu?

Kalau jawaban yang tersedia serba iya, berarti registrasi ulang kali ini telah menjadi hoaks pula.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×